34 Beban Alfi

1.2K 139 7
                                    

Bismillah,

"Nil, ini mau makan di mana sih? Jauh banget," keluh Alfi. Sedangkan Danil bereaksi seperti biasa, mengikik tanpa menjawab sepatah kata pun. Dia senang melihat Alfi kesal.

"Kupret! Ditanyain malah senyum-senyum sendiri. Kamu emang positif harus cepet kawin," gerutu Alfi lagi.

Danil semakin terbahak. "Sok kamu, Al. Mentang-mentang udah punya calon, dikit-dikit yang dibahas kawin, nikah, kawin. Kayanya udah nggak sabar banget mau nyosor Ifa."

"Kamu emang sialan ya, Nil. Bisa nggak pake bahasa yang nggak mesum?!"

"Nggak bisa, Al! Isi otakku ini 100 persen mesum." Danil ngakak, sedangkan Alfi meliriknya dengan sebal.

Sudah satu jam mobil yang dikemudikan Danil melaju di jalanan yang cukup padat. Siang ini Danil mengajak Alfi dan Nugroho makan di resto yang kabarnya baru dibuka. Nugroho sudah berangkat setengah jam yang lalu, sedangkan Alfi terjebak bersama Danil.

Mobil berhenti di pertigaan, lampu lalu lintas menyala merah. Alfi mulai menguap. Dia ingin mengajak Danil ngobrol, tapi kelihatannya obrolan dengan sahabatnya itu hanya memancing keributan saja.

Layar ponselnya menyala, membuat kantuk Alfi terlupakan. Satu pesan dari Ifa muncul, Alfi langsung bersemangat. Calon istrinya itu mengirimkan desain undangan dari WO. Bukannya memperhatikan undangan, Alfi malah bertanya macam-macam.

"Cie, yang punya calon istri. Tadi ngantuk, sekarang malah nyengir mlulu. Dasar duda lapuk!" ledek Danil.

Alfi melempar brosur ke arah sahabatnya yang langsung menangkis. Sedangkan mata Alfi masih tertuju pada gawai. Perjalanan yang tadinya terasa lama, tidak lagi membuat Alfi mengeluh. Malah Alfi kaget karena mobil Danil sudah memasuki area parkir.

"Sudah nyampe, Nil?!" heran Alfi.

"Ya gitu emang kalo duda mau kawin, otaknya suka korslet." Danil mendelik sambil membanting pintu mobilnya. Sedangkan Alfi tertawa lebar, dia suka melihat ekspresi kesal Danil.

Mereka berdua berjalan menuju resto. Alfi yang tadi sempat menggerutu karena jauhnya lokasi resto, sekarang malah asyik mengamati pemandangan yang mengelilingi bangunan 2 lantai itu. Gunung Panderman yang hijau terlihat di depannya. Di samping kanan dan kirinya, lahan yang ditanami palawija terlihat segar. Danil tidak salah pilih kali ini. Tempat ini bisa membuat Alfi dan 2 temannya melupakan beban pekerjaan yang menggunung.

Dan ... sepertinya kapan-kapan Alfi akan mengajak Ifa dan Fatih ke sini. Lelaki itu tersenyum.

Plak

Brosur tebal yang tadi dipakai Alfi untuk memukul Danil, sekarang malah mendarat di bahunya.

"Senyum-senyum aja terus, Al, mentang-mentang mau kawin. Pasti kamu bayangin malam pertama." Danil menatap Alfi pura-pura marah.

"Kamu tuh, ya, emang brengsek banget jadi temen!" Alfi memungut brosur dan siap melemparnya balik ke Danil. Lelaki jangkung itu sudah terbirit-birit sambil terbahak.

Alfi menahan tawa melihat tingkah temannya. Dia bergegas menyusul Danil, tapi ... langkahnya tertahan. Di samping kirinya ada area parkir motor yang cukup lengang. Dan Alfi merasa mengenali salah satu motor dengan bodi berwarna merah dan hitam. Alfi meneliti plat nomornya, dia cukup yakin siapa pemilik motor ini.

Ini kaya motornya Azwar?!

Alfi membatin. Dia sedikit resah, memikirkan alasan untuk apa Azwar jauh-jauh datang ke tempat ini. Tadi siang Alfi sempat menelepon adiknya, menanyakan kabar. Lelaki berkulit cerah itu hanya mengatakan kalau dia sibuk dengan ujian PPDSnya.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang