Bismillah,
"Pagi, dok," sapa Mbak Tuti. Dia sedikit heran melihat wajah Alfi yang terlihat diliputi senyuman.
"Pagi, Mbak, happy Monday ya."
"Hepi amat, dok, habis dapet bonusan ya?" kikik Mbak Tuti.
"Lebih menyenangkan dari bonusan, Mbak. Dia dapet wa dari cinta lama yang terkubur nggak begitu dalam." Danil yang tiba-tiba muncul, menyahut sambil terkekeh.
Alfi menepuk sahabatnya itu dengan map tebal yang dibawanya. "Jangan nyosor aja, bisa jadi gosip tau nggak?!" katanya.
"Alah gombal, bukannya kamu emang pengen digosipin, Al. Lagian jaman gini naksir masih pake acara memendam perasaan, udah nggak jaman kali," ledek Danil lagi.
"Emang dokter Alfi sudah move on?" Mbak Tuti yang menyadari kalau salah bicara langsung menutup mulutnya.
"Dia udah lama mau move on, Mbak, tapi masih cupu. Awas aja gebetanmu disamber orang ya, Al."
"Sialan, bisa diem nggak?! Pagi-pagi bikin bete aja," sergah Alfi.
Obrolan receh itu berlanjut dengan Danil yang terus melontarkan ledekan untuk Alfi. Ruang administrasi menjadi riuh dengan tawa karena ulah Danil. Memang Alfi akhir-akhir terlihat lebih sering tersenyum, tentu saja karena dia sudah mulai sering berkirim pesan dengan Ifa. Dan perempuan berhijab itu merespon pesannya dengan kesan yang baik, sehingga Alfi tidak bisa menahan perasaannya yang mulai hangat.
"Dok, ada pasien baru di ruang 15, instruksi dokter Arif ini pasien harus ditangani dokter Alfi," sela Mbak Tuti.
"Ck, ada-ada aja si Arif. Pasien saya yang lain masih banyak loh, Mbak. Bisa nggak dikasiin Luki atau Danil, nih."
"Yakin nggak mau pasien yang ini? Nanti nyesel loh, dok," goda Mbak Tuti.
"Aduh, Mbak, saya bukannya nolak. Tapi pasien di IRNA 4 banyak yang belum saya-"
Mbak Tuti menyodorkan rekam medis berisi identitas pasien, membuat Alfi langsung bungkam. Dia menghentikan kegiatannya dan langsung meraih map itu.
"Saya tangani yang ini, Mbak," katanya sambil melangkah dengan tergesa. Meninggalkan Mbak Tuti yang langsung tersenyum penuh arti, perempuan itu lalu melakukan toss dengan Danil yang terkekeh senang.
@@@
Alfi sudah berdiri di depan kamar 15A itu sejak beberapa menit yang lalu. Dia tahu itu terlihat bodoh, tapi dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya menyapa Ifa. Perempuan itu berdiri tidak jauh darinya, membelakanginya. Kalau saja ini whatsap dia pasti sudah tahu harus mengatakan apa. Tapi ini berbeda, Ifa nyata ada di depannya dan entah sudah berapa lama mereka tidak bertemu langsung seperti hari ini. Alfi merasa jantungnya berlarian tak terkendali. Seandainya dia mengurungkan niat untuk menyapa, mungkin dia harus bergegas ke poli jantung sekarang.
Lalu, Alfi mengatur napasnya. Berdehem lirih untuk melonggarkan tenggorokannya yang tercekat. Dan ...
"Assalamualaikum." Alfi mendengar suaranya gemetar, tapi sekarang bukan waktunya mengkhawatirkan itu.
Perempuan bertunik warna peach itu tertegun sejenak, lalu berbalik cepat dan tersenyum sambil menjawab salam.
Alfi tahu jantungnya berdebar sangat kencang, setelah hampir 3 tahun mereka tidak bertemu ada rindu yang rasanya menggunung. Dia tahu seharusnya tidak bertemu Ifa di tempat yang tidak romantis semacam ini.
"Apa kabar?" tanya Alfi kaku.
"Baik, dok."
"Fatih, apa kabar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomanceKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...