32 Bahagia vs Khawatir

1.3K 161 25
                                    

Bismillah,

Alfi masih tertegun, suara tepuk tangan dan tawa menyadarkannya. Prof Sugianto menepuk pundaknya dan memberi selamat. Seniornya itu memeluknya sekilas. Alfi berterima kasih, sama sekali tidak menduga kalau Professornya ikut andil memberinya kejutan. Dia memandang sekeliling, teman-temannya menatapnya dan tertawa senang. Alfi merasa konyol, seharian tadi dia hampir stress karena berbagai masalah.

Dan sekarang semua terlupakan, karena perempuan yang dicintainya berdiri di depannya. Mengucapkan kata yang sudah lama ingin didengarnya.

"Al, cium dong, cium," sorak Danil. Lelaki itu mengarahkan kamera ponselnya ke arah Alfi.

Alfi merasa wajahnya panas, saran Danil menyesatkan. Tidak mungkin dia melakukan itu sebelum halal. Teman-temannya ikut menyemangatinya. Dia bahkan melihat Arif tertawa lebar, ternyata sahabatnya itu pandai juga bersandiwara.

"Ayo, Al, cium, cium, cium," kata Danil diikuti teman-teman yang ikut menggodanya. Mereka tahu Alfi tidak akan berani melakukan itu.

"Sabar ya penonton, belum mahram," kelit Alfi.

Suara tawa langsung terdengar. Jawaban Alfi sudah bisa ditebak.

"Ya udah, suapin aja calonnya," kata Danil lagi. Rupanya seharian tidak menggoda Alfi membuatnya kangen.

"Saran kamu sesat semua, Nil!" kata Alfi.

Danil terbahak. Berikutnya Prof Sugianto meminta Alfi berdiri di dekat Ifa, dan menerima kue. Alfi menurut, dengan wajah menunduk karena grogi. Ketika mereka sudah berdiri berdampingan, suara cie cie langsung terdengar.

Alfi dan Ifa sama-sama tersipu. Ifa mengulurkan kue, dan Alfi menerimanya. Teriakan heboh terdengar lagi, sebagian meminta Alfi menyuapi. Tentu saja Alfi langsung menolak. Dia akan menunda bermesraan dengan Ifa, nanti setelah mereka halal.

"Al, kasih sambutan dong, biasanya cerdas banget disuruh ngasi kuliah," ledek Arif.

Alfi hanya geleng-geleng, heran dengan kelakuan temannya. Ternyata seharian ini mereka semua bersekongkol mengeprank Alfi.

Prof Sugianto menunjuk panggung tempat pemain musik, meminta Alfi mengucapkan beberapa kata untuk Ifa. Lelaki itu tidak bisa lagi menolak. Bajunya sudah basah dengan keringat ketika Alfi berdiri di panggung, dengan Ifa tepat di sampingnya. Untunglah angin sejuk bertiup, sehingga kegugupan Alfi perlahan memudar.

Arif mendekatinya dan mengulurkan buket mawar putih ke tangan Alfi. Lelaki itu berbisik di telinga Alfi, meminta Alfi memberikan bunga itu pada Ifa. Lelaki itu bergerak kikuk, lalu mendekati Ifa dan memberikan buket mawar. Dia tahu gerakannya terlihat seperti robot. Tapi semua ini diluar prediksinya. Tawa meledek terdengar ketika Alfi menyerahkan buket itu tanpa ada romantisisme. Rekan-rekannya menggeleng melihat tingkah Alfi.

"Ehem, saya ... terus terang bingung mau bilang apa," kata Alfi membuka 'pidato'nya.

"Jangan ngasi kuliah Medical Science, loh, Al, please," ledek Nugroho. Tawa usil terdengar lagi.

Alfi ikut terkekeh mendengar itu. Diliriknya Ifa yang juga tersenyum malu, perempuan itu juga nervous. Betapa Alfi ingin meraih jemari perempuan itu dan menggenggamnya. Tapi Alfi menahan diri, dia tidak mau mengotori hubungannya dengan Ifa dengan sentuhan tidak halal.

"Ehm, saya nggak bisa ngasi pidato romantis. Jadi, saya ... mau bilang." Jeda yang agak lama terdengar. Alfi bingung harus mengatakan apa.

"Bilang I love you aja lama kamu, Al. Cepetan! Diserobot Arif baru tau rasa," ledek Danil.

Alfi ikut terbahak. Lalu menarik napas. "Ifa, saya cinta kamu, makasih sudah nerima lamaran saya. Makasih juga rekan-rekan yang seharian sudah ngerjain saya, bikin saya stress. Tunggu pembalasan saya ya."

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang