Bismillah,
Hening.
Tidak ada yang bicara. Ketiga orang itu hanya menatap dengan kaku. Kedua tangan Naira saling meremas, dia tidak menemukan kalimat yang tepat untuk menjelaskan pada suaminya. Lelaki itu tidak terlihat marah, hanya tersenyum sinis. Menatap dia dan Yoga dengan sorot mata yang sulit diartikan.
"Mas," ucap Yoga. Lelaki itu berdiri dari duduknya.
"Aku dan Nai kebetulan ketemu di sini," jelasnya lagi.
Alfi tersenyum miring, mengibaskan satu tangannya. Baginya penjelasan Yoga sangat lucu. Kebetulan katanya, kalau saja itu hanya terjadi satu atau dua kali, mungkin Alfi akan percaya. Tapi entah sudah berapa kali Alfi memergoki kebersamaan Yoga dan Nai. Alfi masih diam, mengamati reaksi Yoga dan Nai yang terlihat gelisah.
"Mas, aku dapat job di resto ini. Dan kebetulan Nai dateng, makan siang di sini," sambung Yoga.
"Kebetulan lagi kalian cuma berdua, kebetulan aku datang ke sini dan nggak tau nanti ada kebetulan apa lagi, iya kan?" sindir Alfi.
"Selamat makan, moga aja aku nggak harus melihat kebetulan-kebetulan yang lain!"
Alfi berbalik dan melangkah menjauh. Dia melupakan acara syukuran dan teman-temannya yang menunggunya kembali. Sudah banyak kecewa yang ditimbulkan Nai dan Yoga, sampai Alfi merasa usahanya untuk memperbaiki hubungannya dengan Nai terasa konyol.
Samar-samar kejadian lain melintas di kepala Alfi.
Flashback
"Nai, hari ini ke klinik jam berapa?" Alfi muncul di ruang makan, kakinya melangkah ke dapur meracik kopi. Dia tidak meminta Nai membuatkan, sudah 6 bulan perempuan itu tidak lagi melakukan tugasnya seperti biasa. Tidak ada lagi perhatian seperti di tahun awal pernikahan mereka. Bahkan Alfi seringkali menyiapkan sendiri kemeja kerjanya.
"Nai," panggil Alfi lagi, perempuan itu duduk di ruang makan. Dengan gawai di genggaman, senyum tipis tersungging di bibirnya. Panggilan Alfi diabaikan begitu saja, sepertinya Naira sedang sibuk dengan gawainya.
"Naira," kali ini Alfi memanggil dengan suara lebih keras.
"Apa sih, Mas? Aku lagi balesin pesan, ini kerjaan," sahut Nai.
"Kamu ke klinik jam berapa?"
"Jam 10, oh iya nanti malem aku nongkrong ya,"
Alfi menaikkan kedua alisnya. Naira memang suka hang out dengan teman-temannya, sejak sebelum menikah pun itu sudah menjadi kebiasaan. Tapi beberapa bulan terakhir ini, hobinya itu sudah di luar kebiasaan.
"Lagi? Dalam minggu ini hampir tiap malem kamu nongkrong, Nai," protes Alfi.
"Ya terus kenapa, Mas? salah lagi, salah lagi. Nanti juga ada Yoga, kok,"
"Yoga? Harus banget nongkrong sama dia?" Alfi menatap Nai dengan tanya. Dia kurang nyaman dengan kedekatan Yoga dan Nai, bagaimana pun mereka non mahram.
"Ini tuh soft openingnya kafe yang didesain Yoga, Mas, aku harus dateng," rajuk Nai.
Alfi diam, dia tidak lagi menjawab. Lelaki itu menahan semua yang ingin diucapkannya, bukan karena dia takut. Dia hanya tidak ingin mendengar teriakan Nai pagi ini. Beban pekerjaannya di rumah sakit sudah cukup banyak, Alfi tidak ingin paginya dirusak dengan pertengkaran. Pertengkaran yang 6 bulan ini mulai menjadi biasa dalam rumah tangganya.
"Aku berangkat duluan," ucap Alfi. Dia bangkit, menatap istrinya tanpa ekspresi. Alfi masih diam, dia menunggu Nai menjawab lalu menyalaminya. Tapi perempuan itu tetap duduk, menatap gawainya yang entah menampilkan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomanceKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...