43 Some More Problems

1.3K 171 26
                                    

Bismillah,

WARNING: Part ini mengandung adegan kekerasan. Untuk 21 tahun ++

Yoga merasa kakinya pegal dan kesemutan. Sudah hampir satu jam dia berdiri, sesekali bersandar di mobilnya. Dia sudah menelepon Naira puluhan kali, tapi perempuan itu tidak menjawab. Tangannya meraih ponsel, mengetikkan entah pesan ke berapa untuk Naira.

Kepalanya berdenyut sakit, mengingat percakapannya dengan Jovanka. Dia membuat banyak kesalahan, dan terus tersudut. Tiba-tiba Yoga merasa keberuntungannya sirna sejak dia berhubungan dengan Naira.

Ketegangan antara keluarganya dengan keluarga Alfi, permusuhan Mama dan Amanda, belum lagi bisikan dan tatapan tidak bersahabat sepupu-sepupunya. Dan kabar buruk dari Jovanka adalah akhir menyedihkan dari semuanya.

"Kamu hamil, trus kamu mau mau jebak aku buat tanggung jawab?"

"What?! Jebak kamu?! Sudah jelas ini anak kamu keparat!" teriak Jovanka.

Yoga menyeringai. "Kamu pikir aku nggak tau kamu tidur sama berapa laki-laki?! Come on, Jo. Jangan bilang kamu cuma eksklusif buat aku. Aku bisa tanya sama semua bajingan di klub, siapa yang nggak pernah tidur sama kamu, hah?!"

Plak

Satu tangan Jovanka mendarat di pipi Yoga. Lelaki itu malah tertawa menghina. Dia tidak akan mengalah dan membiarkan satu orang lagi mengintimidasinya. Cukup Bagas saja!

"Bangsat, kamu emang bangsat, Ga! Kamu pikir bisa mendepak aku setelah semuanya?!" Satu jari Jovanka menunjuk tepat di wajah Yoga.

"Nggak usah lebay, Jo, bukannya kamu udah terbiasa didepak?! Jangan bilang ini kehamilan pertama kamu!" tekan Yoga lagi.

Mata Jovanka mulai berkaca-kaca. Dia merasa sangat terhina. Yoga benar, dia memang bukan perempuan suci. Dia biasa menghabiskan malamnya dengan lelaki berbeda. Tapi dua bulan ini dia sering bersama Yoga. Beberapa malam dia sempat bersama orang lain, tapi selalu ingat untuk menggunakan kontrasepsi. Dengan Yoga dia mengabaikan aturan yang dibuatnya sendiri.

Entah kenapa dia bertingkah tolol kali ini. Logikanya yang biasanya tajam, menolak mengakui kalau Yoga sudah bertunangan. Dan lelaki itu sangat terikat dengan Naira. Perasaan romantis dan cinta yang sudah lama dipendamnya membuat Jovanka lupa dengan fakta itu. Bahkan meminggirkan fakta menyakitkan lain, kalau dia bisa saja dicampakkan.

"Memang ini bukan kehamilan pertama aku, Ga. Tapi satu hal yang bisa kamu pegang, aku nggak bakal aborsi. Aku mau lahirin anak ini! Nggak ada seorang pun yang bisa maksa aku buat aborsi!"

Wajah Yoga memucat. Dia tahu Jovanka tidak main-main. Apa jadinya kalau perempuan itu memiliki anak dengannya?! Yoga tidak sanggup membayangkan bagaimana masa depan hubungannya dengan Naira. Dia tidak bisa kehilangan Naira, tidak bisa kehilangan biro arsitek dan klien-klien kelas kakap. Itu semua karena koneksi keluarga Naira.

Yoga mencengkram pergelangan tangan Jovanka. "Denger ya, Jo. Jangan pernah mikir buat ngancam aku! Kamu nggak bisa nakutin aku! Silahkan lahirkan anak itu, dan kita tes DNA setelahnya."

Yoga melempas cengkramannya dengan keras. Jovanka terhuyung mundur. Perempuan itu menekan pergelangan tangannya yang memerah. Kemarahan sudah memenuhi dadanya, membuat napasnya naik turun dengan kasar.

Lampu mobil yang menyorot matanya, menyadarkan Yoga dari lamunan. Naira keluar dari mobilnya. Perempuan itu terlihat tidak sehat. Bahkan langkahnya terlihat terseok. Tangannya sedikit gemetar ketika membuka gembok. Ekor matanya melirik Yoga tanpa minat.

"Nai," panggil Yoga. Lelaki itu mendekat, mencoba membantu Naira yang masih berkutat dengan gembok.

"Nai, biar aku bantu,"

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang