Bismillah,
3 tahun kemudian ...
Tangan yang gemetar itu mencoba lagi meraih botol obat. Lagi-lagi usahanya gagal. Botol obat yang terguling dan jatuh di lantai masih tak terjangkau. Lelaki itu mengatupkan rahangnya, geram dengan ketidak berdayaannya.
Cacat permanen yang dideritanya membuat dia tersiksa. Perasaan tidak berharga dan rasa percaya dirinya perlahan terkikis. Semua karena serangan lima lelaki itu. Serangan 3 tahun lalu yang membuatnya menjadi tidak berdaya.
Dia seringkali sulit menggerakkan tangannya, dan satu matanya sulit fokus. Belum lagi sakit kepala yang sering dirasakannya. Kaki kirinya tidak bisa lagi menjejak sempurna. Memang dia masih bisa berjalan, tapi langkahnya timpang.
Salah satu penyerangnya membuat kakinya patah, dan operasi berkali-kali gagal membuat kakinya sempurna seperti sedia kala. Yoga menggeram gusar, karena botol obat yang sedang berusaha diraihnya malah menggelinding. Tangannya semakin gemetaran.
Lalu, tangan seorang perempuan dengan kuku terawat meraih botol itu. Yoga yang sedang berlutut mendongak. Wajah sendu Naira langsung mengisi ruang pandangnya. Perempuan itu mengulurkan tangannya dan membantu Yoga berdiri.
Keduanya lalu berjalan ke ruang makan. Yoga dengan kakinya yang timpang, dan Naira dengan mulut terkunci rapat. Mereka jarang berbicara.
"Aku sudah siapkan sarapan dan teh untuk minum obat." Naira menarik kursi, supaya Yoga bisa duduk.
Lelaki itu menghempaskan tubuhnya perlahan. Lalu mencoba meraih gelas tehnya. Serangan tremornya mulai berkurang, dia berhasil meraih gelasnya. Dua tangannya mencengkram gelas dengan erat.
"10 menit lagi kita berangkat." Naira memberitahu. Ekspresi wajahnya masih sama seperti tadi.
Sudah 3 tahun wajahnya muram. Sejak Ayahnya mengirim dia dan Yoga pindah ke Jakarta untuk menutupi aib. Video mesum Yoga terlanjur menyebar, bahkan sampai mengundang penyelidikan polisi. Penyelidikan itu dihentikan karena Yoga sekarat dan harus dirawat di rumah sakit selama berbulan-bulan.
Lelaki itu beruntung karena masih hidup. Seorang sopir pengangkut sayur mayur menemukannya yang hampir mati. Lelaki setengah baya yang baik hati itu membawanya ke puskesmas, yang kemudian merujuknya ke rumah sakit.
"Kalian berdua harus pergi dari sini." Nurcholis membelakangi Naira dan Yoga. menatap keluar melalu jendela ruang perawatan.
"Tapi, Yah, kenapa? Naira nggak bisa jauh dari Ayah," protes Naira.
"Justru kamu harus jauh dari Ayah. Selama ini Ayah terlalu banyak membantu kamu. Sampai kamu nggak bisa mandiri. Ayah sudah atur semua, kamu dan Yoga akan pindah ke Jakarta. Ayah sudah bicara sama Om Syam, kamu dan Yoga bisa kerja di rumah sakit miliknya. Itu bantuan Ayah yang terakhir untuk kamu, Nai."
Naira mengepalkan tangannya. Dia tidak percaya, Ayahnya membuangnya. Lelaki tua itu tetap teguh, tidak memperbolehkan Naira bercerai dengan Yoga. Naira sudah memohon, merayu bahkan mengiba. Tapi Nurcholis bergeming.
"Jangan dikira kamu dapat posisi istimewa di rumah sakit itu. Kamu akan jadi dokter biasa, bukan kepala klinik seperti di sini. Dan Yoga ... dia harus mau bekerja sebagai apa saja. Termasuk ... petugas kebersihan."
Sekarang Nurcholis berbalik menatap menantunya. Lelaki menawan itu membelalak menatap ayah mertuanya. Menjadi petugas kebersihan? Tidak pernah terpikir dalam benak Yoga. dia bahkan sudah mencapai level supervisor ketika bekerja di Boston.
"Yah, saya nggak mungkin jadi petugas kebersihan. Saya ini lulusan S2, Yah. Dan ... dengan keadaan saya sekarang ... saya nggak bisa." Yoga akhirnya bersuara. Dia mengandalkan kesombongan terakhirnya, dan kalah ketika matanya tertuju pada kakinya yang baru saja dioperasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomansaKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...