56: Langkah selanjutnya

3.8K 459 125
                                    

"salah satu hal menjijikan yang aku tau, adalah bersenang-senang dengan kemewahan yang di bangun dengan cara saling menjatuhkan."

-Keyno Alvaro Dirgantara-

—0—

Langit hampir menjadi kelabu saat pemuda itu membeli satu teh gelas yang baru.

Adnan menyecap rasa yang tertinggal di lidah, saat akhirnya dahaga pemuda itu hilang setelah selesai menjelaskan.

Hanya tersisa mereka ber empat di dalam rumah Abah. Anggota Bradipta yang lain sudah pulang, mengingat besok mereka masih harus kembali bersekolah.

Dimas dan Arya awalnya ingin pulang, lelah menunggu Adnan yang tak kunjung datang. Dari tadi, mereka tidak kembali ke rumah demi menjaga agar barang pemuda itu tidak hilang, dan memastikan pemimpin mereka tetap sehat sentosa.

Namun pemuda yang di bicarakan, kembali ke rumah Abah setelah hilang tanpa kabar selama beberapa jam. Mereka ingin langsung menyerbu Adnan dengan pertanyaan. Kenapa ia begitu lama hanya untuk memastikan keadaan Rhea, dan kemana hilangnya jaket yang Adnan kenakan. 

Sebelum Dimas menceramahi Adnan, pemuda itu langsung memasang wajah serius dan meminta mereka untuk kembali duduk. Orion yang semula tertidur di kursi dengan laptop di atas perutnya, langsung terbangun ketika Dimas membekap mulut dan hidungnya menggunakan bantal hingga Orion hampir kehabisan nafas.

Dan kini, di hadapan dua kemasan teh gelas, empat botol susu rasa melon dan bungkus ciki jaguar yang berserakan di atas meja, mereka menghela nafas secara bersamaan.

"Gue udah pernah ngira kalau ayah Lo beneran ikut geng motor karena keliatannya, beliau udah terbiasa. Tapi ayah Rhea? Di tambah geng motor itu ternyata Bradipta? Ini gila." Dimas mengomel.

Arya duduk termenung sembari bergumam merutuki Adnan yang datang setelah menghilang, dan membuatnya sakit kepala kemudian. Sedangkan Orion hanya diam dan mengetik sesuatu di laptop miliknya. Sesekali, pandangan pemuda itu menyapu ruangan yang hanya di tempati oleh mereka ber empat.

"Sesuai dugaan gue, pendiri Bradipta ini lebih dari seorang." Pemuda itu tiba-tiba ikut berkomentar tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Mengundang rasa penasaran mereka bertiga.

"Alasannya?" tanya Adnan meminta penjelasan.

"F², F kuadrat, F nya ada dua. Emang terlalu simpel untuk masalah rumit yang kita hadapi. Tapi Lo mikir ga sih, harus ada angka yang sama supaya bisa menghasilkan kuadrat, artinya harus ada visi misi yang sama dari dua orang agar bisa membangun geng motor yang kita urus sekarang."

Dimas mengalihkan pandangannya pada Orion, dahinya mengkerut.

"Terus kenapa ga ngasih tau? milk boy."

Orion menghela nafas, tangannya menutup laptop itu dan meletakkan dengan hati-hati di atas meja. Ia mengernyit mendengar panggilan Dimas padanya.

"Itu cuma spekulasi yang kebetulan terbukti. Kalau gue buka mulut, yang ada malah nambah beban pikiran dan prioritas yang tergantikan cuma karena kertas kecil yang kita ga tau bakal berguna atau engga. Dan juga, stop ngasih gue panggilan super aneh, Dim."

Arya mengangguk mengerti jalan pikiran Orion. Sedangkan Dimas hanya menghembuskan nafasnya kasar, sembari membenarkan opininya.

"Terus, apa keputusan Lo selanjutnya nan? Kita sebagai anggota sih pasti ikutin arahan lo." Arya membuka mulutnya, ikut berbicara. Adnan menyandarkan tubuhnya dengan mata menatap lurus pada Arya.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang