"uang kas mana?"
-Anggi-
-0-
Sudah hampir satu bulan Rhea bersekolah di SMA TRIBAKTI III itu, dan kini ia semakin akrab dengan teman sekelasnya, ia juga sudah menghapal nama nama mereka, dan kebiasaan mereka, sungguh, kelas ini adalah kelas terkompak yang Rhea pernah tempati, seperti sekarang ini, mereka sedang berkumpul membahas sesuatu yang tampak penting.
"Kata kelas sebelah, mereka ada ulangan bahasa Indonesia dua puluh soal," Irfan memberikan informasi kepada teman sekelasnya, mereka semua termasuk Rhea mengangguk.
"Bab berapa?" Tanya Daffa sang ketua kelas.
"Bab delapan, yang essainya."
Semua mengangguk mengerti, lalu gadis bernama Syifa menatap sekeliling dengan perlahan lantas memajukan tubuhnya, membuat yang lain mengikutinya.
"Kalian tau rumor terbaru ga?" Tanya Syifa.
"Rumor apa?"
"Hantu gudang belakang," ucap Syifa dengan nada misterius, membuat Selfi mulai merasakan bulu kuduknya berdiri, memang, dalam hal seperti ini Selfi menjadi yang paling penakut.
"Emang kenapa?" Tanya Rhea, seketika hawa ceria hilang termakan hembusan, kini hanya ada ketegangan di antara mereka. Seluruh siswa kelas itu duduk di lantai dan membentuk suatu lingkaran, kini mereka saling merapat bersiap mendengarkan sang ratu cerita horror, sebutan yang mereka berikan untuk Syifa.
"Kejadiannya Rabu kemarin, sehari setelah si Rhea di UKS, satu Minggu yang lalu," ujar Syifa membuka ceritanya, Selfi sudah memegangi tangan Winda sedari tadi, sedangkan yang lainnya kini mulai penasaran dengan cerita yang akan mereka dengarkan.
"Kalian tau kan kelas dua belas IPS tiga?" Tanya Syifa, temannya mengangguk.
"Katanya ada murid kelas itu pulang terlalu sore karena ada barang yang ketinggalan, tepat setelah bel ke empat."
Mereka semua membelalakkan matanya, bel ke empat itu adalah bel tanda sekolah akan ditutup penuh, suara bel ketiga untuk pulang, sedangkan bel ke empat adalah tanda bahwa seluruh guru maupun staf tu harus pulang, biasanya jika ada acara osis yang mengharuskan mereka menginap, bel ke empat itu di tiadakan, dan juga, banyak cerita yang beredar soal bel keempat.
"Terus gimana?" Tanya Daffa.
"Ternyata dia ngambil tempat pensilnya yang ketinggalan, nah waktu dia keluar kelas, bel ke empat itu bunyi. Dia yang udah denger semua cerita tentang bel ke empat langsung buru-buru pergi, tapi pas dia kelorong ngelewatin kantin, kan ada Mading, dia ngerasa ada pantulan seseorang di kaca mading, tapi bukan miliknya, seketika hawa di sekitarnya jadi dingin, dia melangkahkan kakinya pergi, pas gerbang udah keliatan, di gang kecil belokan ke gudang kan biasanya di tutup, tapi saat itu malah terbuka, dia ngedenger suara nangis!"
Beberapa perempuan kini menjadi seram sendiri, khususnya Selfi yang terus merapat ke arah Winda, sedangkan Winda sendiri ikut takut, namun ia bisa mengendalikan ekspresinya, begitupula dengan Alisa yang merapat ke Rhea, sedangkan Rhea masih menatap santai.
"Terus gimana Syif? Dia masuk ke gang itu ga?" Tanya Zain, Syifa mengangguk dan melanjutkan ceritanya.
"Iya dia masuk, dia penasaran sama suara nangis itu, dia pikir mungkin anak-anak kampung yang lagi main terus tersesat, Lo tau kan kalau anak-anak kampung itu sering main di lapangan? "
Mereka semua mengangguk, "Nah dia beranikan diri buat masuk, suara nangis itu semakin kencang, dan berubah ubah, dari anak kecil, seorang wanita, atau suara berat seperti seorang pria. Waktu dia masuk, pintunya bergerak sendiri padahal ga ada angin, disitulah dia mulai ngerasa ada yang aneh, di lorong kecil berdebu itu dia bisa ngeliat barang-barang, mulai dari meja yang belum kepake, sampai alat praktek yang harus dibenerin."
Syifa menghela nafas, membuat ketegangan semakin bertambah, hari ini sekolah sungguh sepi, para guru mereka sedang rapat hingga pulang sekolah, harusnya sekolah ramai oleh teriakan kelasnya atau kelas sebelah, namun mereka tidak mendengar keributan apapun, membuat mereka merasa takut, takut kalau hantu yang diceritakan akan mendobrak pintu kelas mereka.
"Dia terus jalan, sebelum sampai ke belokan gudang belakang, dia tiba-tiba berhenti. kalian tau apa yang bikin dia berhenti?" Tanya Syifa, mereka menggeleng.
"Ada darah."
Angin tiba-tiba berhembus kencang, membuat tirai kelas itu melambai, Bima yang paling dekat langsung menutup jendela itu, sedangkan para perempuan langsung merapat ke teman sebelahnya, Syifa melanjutkan ceritanya, mengabaikan wajah Selfi yang ketakutan.
"Dia takut, beberapa langkah lagi sebelum belokan ke gudang belakang dia balik badan bersiap pergi, di saat dia balik badan, dia ngerasa seakan akan hawa panas bersumber di belakangnya, dia ngeyakinin dirinya sendiri kalau ga ada apapun. Perlahan dia berjalan menjauhi belokan itu, pintu ke gudang itu kebuka dengan kenceng, dan angin berhembus nerbangin debu. Dia kaget, sekaligus matanya perih kemasukan debu, sayup-sayup dia denger suara di belakangnya."
"Suara apa?" Tanya Aldo .
"Mari main," ucap Syifa dengan nada yang ia buat layaknya anak kecil, membuat bulu kuduk mereka meremang.
"Terus gimana lagi?" Tanya Aira, meskipun kini ia menelan salivanya sulit, namun ia masih penasaran dengan jalan cerita tentang gudang belakang itu.
"Dia balik badan, dibelakangnya ada patung anatomi tubuh yang udah ada ototnya, yang kaya titan itu loh, di situ dia bingung, mana mungkin patung yang ngajak dia main. Sampai akhirnya pandangannya turun ke bawah, anak perempuan bergaun putih lagi nunduk sambil memeluk lutut, dia terus perhatiin anak itu, sampai si anak mengadah kearah dia, disitulah dia lari sekencang-kencangnya, sampai tempat pensil yang jadi alasannya balik lagi ke sekolah jatoh, kalian tau, anak itu berwajah pucat dan tatapan kosong dan satu lagi, lehernya ngeluarin darah, persis kaya di gorok."
Selfi menjerit tertahan, para anak perempuan kelas itu kini menutup mulutnya, sedangkan laki laki menelan salivanya.
"Lo dapet info dari siapa?"
"Anak kelas sebelah, rumor ini belum terlalu banyak yang tau," ucap Syifa, Rhea tidak menunjukan ekspresi takut, namun berpikir.
"Kalau dia cuma sekedar ninggalin tempat pensil, ga mungkin balik lagi ke sini, jeda bel ketiga dan bel ke empat itu empat puluh lima menit, harusnya dia udah pulang," ungkap Rhea, membuat teman-temannya mengangguk, Syifa juga ikut mengangguk.
"Awalnya gue juga ga percaya, tapi setelah sehari cerita itu ada, pa Deden Nemu tempat pensil di lorong sebelum gudang," ujar Syifa, membuat teman-temannya yakin bahwa yang diceritakan Syifa adalah benar, sedangkan Rhea masih meragukan.
"Bukan, bukan itu kejadian sebenernya!" Rhea menggelengkan kepalanya, lalu menatap Syifa.
"Terus gimana?" Tanya Ela.
"Dia ga ngambil barang, dan juga ga pulang, dia nungguin sampai seluruh murid pulang," ucap Rhea, membuat semua temannya mengerutkan keningnya.
"Lah buat apa?" Tanya Dirga.
"Satu kemungkinan, dia ngelakuin permainan pemanggilan arwah dengan menggunakan pensil tepat di lorong sebelum gudang belakang."
Ucapan Rhea membuat Syifa dan teman-temannya terkejut, cukup masuk akal, tapi ada satu hal yang membuat Syifa menatap Rhea.
"Darimana Lo tau Rhe?" Tanya Syifa, Rhea tersenyum misterius, saat mereka menatap Rhea, suara benda jatuh terdengar, membuat para perempuan menjerit, lalu merapatkan tubuhnya, Aldo berdiri, mengecek sumber suara, ternyata botol minum berwarna kuning cerah terjatuh.
"Eh, botol minum ternyata!" Ucap Aldo, membuat mereka kembali menghela nafas lega.
"Cih ga serem ah, ada yang lebih serem ga?" Tantang Aldo pada Syifa.
"Ada!" Jawab cepat seorang gadis, bukan Syifa yang menjawab, melainkan Anggi sang bendahara.
"Apa?" Tanya Aldo, semua anak perempuan kecuali Rhea, Syifa dan Anggi memaki Aldo dalam hati, cukup yang tadi saja, jangan ditambah, mereka sudah cukup takut. Kini mereka melihat ke arah Anggi yang bersiap untuk membuat kehororan.
"Uang kas mana?" Tanya Anggi pada Aldo, membuat Aldo seketika merinding.
Ah sial, horor sekali...
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...