Chapter kali ini agak panjang, selamat membaca!
-dela—0—
"maaf?"
Wadya bengong, matanya sejenak menatap kosong dan wajahnya mengendur sehingga keriputnya sedikit tersamarkan.
"Keyno ingin jadi kepala keluarga Dirgantara."
Wadya tau ia sudah tua, dirinya sadar. Namun ia merasa tidak pernah mempunyai masalah dalam pendengaran, pria itu masih bisa mendengar suara tukang bakso dari jarak seratus meter.
"Keyno mau jadi pemimpin Dirgantara, paman."
Benar! Telinganya tidak salah, pendengaran juga masih aman . Wadya mengambil majalah fashion musiman yang ada di atas mejanya dan tanpa basa-basi berdiri untuk memukul sang keponakan.
Wadya yakin sekali, telinganya tidak ada masalah. Yang bermasalah itu jelas otak keponakannya!
"Aish, kenapa mukul Keyno?" Protes sang korban pemukulan.
"Kamu gila Key? Sejak kapan kamu yang ga pernah mau terlibat sama Dirgantara malah tertarik jadi kepala keluarga?" Tanya Wadya dengan tajam.
Keyno menghela nafas, "mau bagaimana lagi paman, Keyno terseret masalah yang lumayan rumit."
Wadya menyesap kembali tehnya yang belum habis demi menenangkan pikiran, matanya melirik pada Keyno. "Memangnya serumit apa sih masalahmu itu?" Tanya ia seakan meremehkan.
Laki-laki yang lebih muda darinya itu berdeham, sedikit terlihat ragu untuk berbicara. "Rumit, paman. Keyno terlibat perjanjian dengan Rendra."
Tepat saat itu juga Wadya terbatuk-batuk. Seorang maid yang datang dengan membawa secangkir teh lemon di tangannya untuk sang tuan muda yang sekarang berkunjung, seketika melirik pada Wadya.
"HA?" Serunya terkejut.
"Ah, makasih bi," ujar Keyno mengabaikan teriakan sang paman. Maid itu mendekap nampan, mengangguk lantas memilih secepatnya pergi agar tidak mengganggu pembicaraan sang tuan.
Sedangkan Wadya masih terdiam, Untung saja cangkir di tangannya tidak ia lepaskan.
"Paman tidak salah dengar. Dan sekarang, mau tidak mau Keyno harus mengikuti apa yang kakek tua itu perintahkan," tutur Keyno setelah meminum sedikit teh nya dengan tenang.
"Termasuk membunuh?"
"Tentu tidak."
Cangkir itu ia simpan di atas meja, menimbulkan suara ketukan khas dari bawah gelas dan atas meja yang saling beradu. Mengerti bahwa ini saatnya ia untuk menatap sepasang iris mata coklat tua di hadapannya.
"Paman pernah mendengar kasus penyitaan aset perusahaan Dirgantara pada tahun 1997?" tanya Keyno, memilih topik itu sebagai pembukaan dalam menyampaikan tujuan.
Wadya mengangguk perlahan, "itu penyergapan yang terjadi di satu gedung milik Dirgantara yang di gunakan untuk bar, sekaligus casino kan?"
"Betul, dan paman tentu mengerti seberapa berpengaruhnya itu pada keadaan Dirgantara di masanya." Keyno tersenyum kecil, menunggu reaksi dari sang paman.
Ia terkekeh, "tentu saja paman tau. Banyak sekali orang yang lebih bersedia menikmati lumpur dosa saat itu.
Pendapatannya ga main-main Key, sampai waktu gedung itu di sita dan aktivitas di dalamnya terhenti, bukan aneh kalau Dirgantara alami kerugian yang ga main-main juga. Sampai harus pinjam bermiliar-miliar ke perusahaan lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...