69: Cara yang sama

1.5K 287 67
                                    

Udara dingin, matahari tertutup awan, serta bel pulang berbunyi menjadi kombinasi yang pas untuk membuat para murid ingin pulang secepat mungkin demi menikmati kondisi yang memanjakan mereka untuk tidur di rumah.

"Pulang pakai apa?" Tanya Alisa pada Rhea yang nampak berpikir sejenak sebelum menjawab.

"Angkot?" jawab Rhea ragu. Alisa yang mendapatkan jawaban setengah yakin itu seketika mengerutkan keningnya.

"Mau sekalian sama aku aja? Aku di jemput Aa', cuma ga tau bakal pakai motor atau mobil," tawar Alisa. Rhea menggelengkan kepala setelah berpikir beberapa saat.

"Ga apa-apa Al, takutnya Aa' kamu bawa motor, nanti canggung. Lagian rumah kita kan beda arah," balas Rhea dengan senyuman.

Kedua gadis itu berjalan ke gerbang depan bersama dengan beberapa siswa yang juga baru keluar dari kelas mereka.

Benar saja, kakak laki-laki Alisa sudah menunggu di atas motor merahnya. Alisa sejenak menatap ragu, khawatir jika Rhea pulang menggunakan angkot sendirian. Ia mengucapkan beberapa kata untuk meyakinkan Alisa bahwa ia akan baik-baik saja, lagipula hari masih tergolong siang sebab mereka di pulangkan sedikit lebih awal.

Rhea akhirnya hanya terdiam di depan gerbang sekolah yang sudah mulai sepi. Gadis itu sedang menunggu angkot untuk mengantarkannya pulang.

Ardan tidak bisa menjemputnya sebab harus menyelesaikan kerja kelompok terlebih dahulu.

Rhea yang mulai bosan menunggu, akhirnya menendang-nendang kerikil jalan untuk mengalihkan kebosanannya.

Beruntung ada angkot yang lewat beberapa saat kemudian. Angkot biru itu kosong, hanya ada dirinya dan sang supir. Wajar saja, sebab sekarang masih jam setengah tiga dan kantor, pabrik, atau pun sekolah lain pulang jam tiga sampai jam empat nanti.

Rhea menaiki angkot itu, ia tidak khawatir karena dua anggota Bradipta sedari tadi mengawalnya diam-diam demi memastikan Rhea sampai di tujuan.

Gadis itu duduk di belakang, memilih memperhatikan jalan dan kedua motor yang sedang mengikutinya. Lingkungan cukup sepi, Rhea masih memperhatikan dua motor yang setia membuntuti.

Kepalanya ia sandarkan pada kaca jendela. Memikirkan dan menerka-nerka langkah yang akan di ambil oleh Dirgantara dan peran Keyno bagi mereka. Rhea tidak tau apakah sahabatnya itu akan menjadi kawan, atau lawan bagi dirinya.

Begitu pun dengan Rafa yang menghilang setelah pertemuan terakhir di cafe, meninggalkan pesan bahwa mereka akan bertemu lagi dengan kebenaran yang mungkin akan terbuka. Ayahnya pun setiap malam sering melihat isi chat nya, tentu saja percakapan dengan beberapa orang yang memiliki keterikatan telah Rhea hapus begitu pesan telah di terima.

Tenggelam dalam pemikiran memikirkan Adnan, Revano hingga Devan. Di dalam angkot yang hanya ada dirinya sebagai penumpang, ia tengah sibuk menyusun rencana bila kemungkinan A atau B terjadi.

Semuanya baik-baik saja sebelum Rhea menyadari, ada lima motor secara bersamaan menyusul mereka. Yang bisa gadis itu lakukan hanya diam melihat lewat kaca, memperhatikan motor-motor itu mencegat anggota Bradipta yang mengikutinya.

"MANG! ADA MOTOR NGIKUTIN KITA, TOLONG LEBIH CEPET!" Seru Rhea pada sang supir yang hanya menatap datar jalanan. Dua pemuda dari Bradipta kini tergeletak di atas aspal, bersamaan dengan Rhea yang menjauh dari tempat kejadian.

Lima motor itu mengikutinya, sedangkan sang supir masih bersikap santai seakan tidak peduli. Rhea menghela nafas kasar saat memperhatikan lima motor yang mengejarnya.

Rhea tersadar, ia telah di targetkan sedari awal.

"Sial," gumamnya saat angkot tiba-tiba berhenti di jalanan sepi, dengan satu mobil hitam yang tampak menunggunya bersama kelima motor itu.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang