"pengen tumpeng."
-Selfi purnama.
***
Rhea duduk termenung di meja makan. Matanya menyapu ruangan yang hanya berisikan ia dan sang ibu, tanpa kehadiran Farhan maupun Ardan yang biasanya meramaikan pagi hari keluarganya.
"Ayah kemana Bu?" Tanya Rhea tepat saat sang ibu mengulurkan sepiring nasi goreng untuknya.
"Ayah katanya ada urusan sama om Fahri," jawab Sarah. Gadis itu sejenak terdiam, tidak menyangka mereka akan mulai bergerak secepat ini.
"Kalau Ardan, di mana Bu?"
Sarah duduk di kursi yang berhadapan dengannya, mata sang ibu melirik pada pintu kamar Ardan.
"Adik kamu sakitnya nambah, jadi ibu suruh dia istirahat full di rumah."
Sesendok nasi goreng itu tidak jadi masuk ke mulutnya. Raut wajah Rhea kini menunjukkan kekhawatiran.
Ia kembali bertanya, "Parah ga Bu? Perlu ke rumah sakit?"
Sarah yang sibuk mengunyah, membalas pertanyaan putrinya dengan sebuah gelengan. Rhea menghela nafas lega lantas kembali melanjutkan kegiatan makannya yang sempat tertunda.
Sarah menunjuk pada wajah Rhea, "Luka kamu gimana, masih sakit?"
Rhea menggeleng, jarinya menunjuk pada luka yang kini di tutupi oleh kain kasa, "Engga terlalu sih Bu, lagian ini cuma luka goresan yang ga terlalu parah. Di tutupin pakai kasa juga supaya ga ada debu yang nempel ke luka."
Sarah membulatkan bibir. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja dengan tempo lambat, di sertai kerutan di keningnya.
"Lagipula, kok ada orang yang jail dorongin kamu, kalau ternyata ada mobil atau motor gimana?" Sarah mendengus kesal. Putrinya itu hanya tersenyum tipis dengan bahu yang naik. Rhea teringat suatu hal yang ingin ia tanyakan pada sang ibu.
"Ngomong-ngomong Bu, dulu ayah itu salah satu anggota geng motor?" tanya Rhea memastikan dengan mata yang menatap lurus memandang sang ibu. Sarah yang semula makan dengan tenang, menjadi sedikit terdiam ketika pertanyaan itu Rhea berikan.
"Rhea, dari mana kamu tau hal ini?" Kini giliran Rhea yang bungkam saat mendengar nada tegas dari Sarah.
"Cuma penasaran Bu," elaknya. Untuk sesaat, Sarah menatapnya tajam sebelum akhirnya menghela nafas dan memilih untuk menjawab.
"Iya. Ayah kamu pernah gabung geng motor. Jangan tanya detailnya, ibu ga akan kasih tau lebih lanjut soal ini," ucapnya singkat, membuat satu alis Rhea terangkat.
"Kenapa?" tanya Rhea sembari memiringkan kepala.
"Rhea, dengerin ibu. Ga ada kelompok tanpa anggota, pendukung, dan pembenci. Sebaik apapun kelompok yang di bangun, pendukung dan pembenci itu pasti selalu ada."
Rhea mendengarkan dengan baik apa yang di ucapkan sang oleh ibu. Sarah menatap makanannya, sebelum melanjutkan kalimatnya yang belum selesai.
"Dan kebetulan, Ayah kamu harus berurusan dengan sesuatu yang merepotkan di jaman itu." Sambungnya bersamaan dengan helaan nafas yang terdengar setelahnya.
"Makanya, kamu ga perlu terlibat dengan hal-hal yang bisa mengancam diri kamu sendiri. Karena bahkan pemilik toko bunga juga bisa terlibat masalah dengan mafia.
Kamu anak perempuan satu-satunya ibu, Rhea. Ibu ga akan ikhlas kalau sampai kamu kenapa-kenapa." Sarah menatapnya lurus, membuat Rhea terdiam seribu bahasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...