38: Rafa

8.5K 762 100
                                    

"Arti menarik untukmu itu, cukup licik ya?"

-Rhea-

-0-

Langit menjadi kelam menandakan hujan akan datang, Rhea tengah membereskan alat tulisnya. Di kelas itu hanya ada dia dan mbak-mbak penunggu di balik pintu.

Rhea menyampirkan tasnya dan berjalan keluar, masih terdengar canda tawa, gadis itu kini tidak menjadi orang terakhir yang pulang.

'mendung,' batinnya.

Ia berjalan dengan cepat, takut hujan akan datang sebelum ia sampai ke rumahnya, lorong itu tampak sunyi, gadis dengan rambut yang di ikat tinggi itu menatap kanan dan kiri. Di belokan itu ia bertemu dengan Adnan, tanpa ketiga orang lainnya. Pemuda itu sedikit berlari menghampirinya.

"Rhe, mau bareng ga pulangnya?" Tanya Adnan setelah ada di hadapan Rhea, pemuda dengan baju seragam yang dua kancingnya di buka dan menampakan kaos polosnya itu menatap Rhea dengan teduh.

"Mau hujan loh nan, nanti waktu kamu pulang justru malah kamu yang kehujanan," imbuh Rhea, Adnan mengacak rambut Rhea gemas, membuat rambut gadis itu berantakan. Rhea hanya menghela nafas, beberapa hari ini Adnan memang sering mengacak-acak rambut yang telah ia tata susah payah.

"Tubuh gue ga selemah itu, kalau Lo sakit nanti siapa yang gue jagain?" Adnan mengangkat sebelah alisnya dan menatap Rhea dengan tatapan menggoda.

"Yang kamu gangguin maksudnya?" Tanya Rhea polos, pemuda itu tertawa, gadis di depannya itu terkadang tidak tau situasi.

"Apapun itu Lo ga boleh sampai sakit Rhe, kalau Lo sakit, rasanya gue sesak, apalagi kalau di tambah rindu." Adnan menatap Rhea dalam, gadis itu bungkam, mereka berdua seakan tau apa yang mereka pikirkan, tanpa sadar, rona merah tercetak di wajah gadis itu.

"Nan, kalau di sini terus, nanti beneran hujan loh!" Seru Rhea menyembunyikan nada gugupnya, Adnan terkekeh, tangannya menggenggam tangan Rhea, saling menautkan jarinya.

"Ayo!" Ujarnya, mereka berjalan berdampingan, lorong kosong itu tidak ada lagi yang melewati kecuali mereka berdua.

"Mau ke Abah dulu?" Tanya Adnan.

"Motor gue di sana, sekalian mau jajan ga?" Adnan menatap Rhea, mereka sudah hampir berada di gerbang, Rhea menggeleng. Bagaimanapun Rhea masih bisa merasakan hawa kompetisi antara ia dan Abah.

"Mau nitip?"

"Ga perlu nan."

"Lo mau nunggu di mana?" Tanya Adnan, mata gadis itu menatap halte dan menunjuknya, ia ingin duduk.

"Aku nunggu di halte aja ya," ujar Rhea, Adnan mengangguk.

"Gue ambil motor dulu," ucap Adnan, setelah itu ia masuk ke gang untuk menghampiri motor kesayangannya. Rhea berjalan mendekati halte yang sering ia tempati untuk menunggu jemputan adik atau ayahnya.

Gadis itu mendudukkan dirinya, menatap langit yang menggelap, berdoa agar hujan tidak turun saat ia masih di perjalanan. Suara derum motor dari jauh terdengar, bukan dari gang, motor berwarna hijau datang. Rhea menajamkan matanya, benar saja, motor itu berhenti di hadapan gadis itu.

Sang pengendara dengan seragam dari sekolah lain membuka helmnya. Tampak seorang pemuda dengan senyumannya menatap Rhea.

"Hai," sapanya, Rhea mengangkat sebelah alisnya.

"Siapa?" Tanya Rhea, laki-laki itu tidak turun dari motor.

"Gue Rafa," ujar pemuda itu memperkenalkan diri. Rhea mengerutkan keningnya, ia tidak mengenal pemuda itu.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang