67: batasan Devan

1.4K 259 56
                                    

Rhea membuka pintu rumah, matanya langsung melihat sang adik yang tengah duduk di sofa bersama dua pemuda yang wajahnya cukup Rhea kenali.

"Episode mana nih?" tanya Rhea mengagetkan mereka. Ketiga pemuda itu berdiri untuk menyalami Rhea.

"Abis dari mana kak?" Ardan balik tanya. Rhea duduk si single sofa, sedangkan ketiga pemuda itu tengah duduk berdekatan.

"Ada kerja kelompok di rumah Alisa," jawab Rhea, matanya asik memperhatikan film yang sedang terputar di tv.

"Ooh, pantes pulangnya agak sore. Ayah juga belum pulang, katanya mau ketemu temen lama," ucap Ardan di angguki oleh Rhea yang sudah tau urusan sang ayah.

Sedangkan Fajar dan Nathan hanya melirik ke arah Rhea, tentu saja di sadari oleh gadis itu.

"Halo Fajar, Nathan, sorry telat nyapa kalian." Rhea berkata dengan senyum kecil di bibir. Dua pemuda itu sontak menunduk malu karena Rhea menyadari tingkah mereka. 

"Ga apa-apa kak, maaf kita ngerecokin rumah ini," balas Nathan yang lebih dulu pulih dari kegugupan.

"Iya sih, camilan gue abis gara-gara kalian," sindir Ardan.

"Ardan?" Rhea berucap dengan mata menatap lurus pada sang adik. Ardan kicep, ia menelan ludah karena takut sang kakak tersinggung.

"Maaf, bercanda kak."

Ardan langsung terdiam, memilih kembali menonton film di depannya. Nathan dan Fajar melirik Ardan sinis, tadi saja mereka sudah jadi korban pedasnya mulut Ardan bahkan sebelum film di mulai.

Jika saja mereka berdua tidak memaksa sampai telinga Ardan sakit, pemuda itu tidak akan mengijinkan sang teman untuk mengunjungi rumah dan menonton film bersamanya. Sang ibu yang juga pergi membuat Ardan tak segan mengeluarkan kata-kata tajam. 

Namun lihatlah seorang Ardan ketika sang kakak perempuan ada di sekitarnya. Nathan dan Fajar tidak habis pikir tentang bagaimana pemuda itu bisa takluk di hadapan Rhea.

"Lima detik lagi hantunya muncul," kata Rhea tiba-tiba. Mereka telat menyadari maksud sang gadis sampai lima detik berlalu. Akhirnya suara jeritan dari para pemuda itu terdengar menggema di seluruh sudut ruangan. Rhea tertawa ketika mereka bahkan Ardan ketakutan.

"Kakak ga takut?" Tanya Nathan dengan nada yang bergetar. Rhea mengangkat bahunya.

"Biasa aja sih, toh cuma film," kata Rhea, matanya melirik pada camilan di meja. "Eh camilan kalian mau abis, bentar aku ambilin lagi," sambung Rhea berinisiatif mengambil makanan untuk teman sang adik.

Namun sebelum Rhea sepenuhnya pergi meninggalkan sofa, Ardan menahan sebelah tangan sang kakak. "Masuk kamar dan istirahat. Biar Ardan aja yang bawain mereka makanan dan minuman," kata Adnan tanpa ingin di balas penolakan. Rhea hanya mengangguk membiarkan adiknya pergi ke dapur.

Ia kini mengambil tas yang semula tergeletak di sofa. Matanya kembali memperhatikan Fajar dan Nathan yang tengah menatap ke lain arah, jelas gugup sebab Rhea tepat di depan mereka.

Mereka menunggu gadis itu berbicara. Namun bukan sepatah kata yang keluar dari mulut Rhea, melainkan satu usapan di atas kepala yang sontak membuat kedua pemuda itu menengadah menatapnya.

"Makasih udah bersedia berteman sama Ardan, tolong bantu dia beradaptasi di lingkungan sekolah. Kalau ada apa-apa telepon kakak aja langsung," ujar Rhea. Tangannya kini tidak lagi berada di atas kepala mereka. Ia malah sibuk mencari sesuatu di dalam sakunya, lantas menyerahkan masing-masing dua permen jahe ke pada mereka.

"Itu permen jahe, soalnya kalian pasti pulang agak malam. Di perjalanan nanti bisa sambil makan permen itu, lumayan ngangetin badan, nanti malem bakal dingin," lanjut Rhea. Lantas melangkah meninggalkan kedua teman Ardan yang tengah membeku sambil menggenggam permen yang di berikan.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang