68: Lusa

1.4K 242 22
                                    

"Sebab, kebetulan hanyalah alasan untuk menjelaskan takdir yang tidak dapat di mengerti. Contohnya;

Kebetulan mencintaimu."

-ARhea!

—0—

Hentakkan kaki terdengar sepanjang lorong yang sunyi. Lantas berubah perlahan menjadi derap langkah yang terburu-buru seakan mengejar sesuatu.

Sang pemuda melangkah, memasuki ruangan megah yang penuh dengan ornamen khas di dalamnya.

"Selamat siang," sapa Keyno dengan terpaksa, lantas memilih duduk di sofa yang tersedia. Lebih tepatnya, menjatuhkan tubuh berbalut seragamnya itu ke atas sofa.

"Siang Keyno." Balas Rendra dengan senyuman yang membuat Keyno tidak nyaman.

"Anda tau kan ini masih sangat awal untuk mengajak berdiskusi, mengingat saya tetap harus bersekolah," kata Keyno dengan nada tajam. Rendra mengangkat bahu tak acuh dengan keluhan sang cucu.

"Jangan khawatir, sekolahmu itu dapat banyak suntikan dana dari keluarga Dirgantara," jawab Rendra seadanya.

Hembusan kasar terdengar dari Keyno, ia lelah dengan sikap sang kepala keluarga yang seenaknya. Hari ini, jam baru menunjukkan pukul dua belas siang saat seorang guru masuk ke dalam kelasnya untuk menyampaikan izin, sebab katanya ia memiliki urusan keluarga.

Tentu saja itu hanyalah akal-akalan seorang Rendra agar Keyno menghadapnya. Sedangkan yang bisa pemuda itu lakukan sekarang, hanyalah menghela nafas pasrah.

Tangannya yang menggenggam beberapa lembar kertas terulur lantas segera di ambil oleh sang sekertaris. Kertas berisi semacam laporan untuk Rendra.

"Nama-nama anggota Bradipta, kemungkinan titik koordinat markas mereka dan data lengkap para inti ada di situ.

Kemarin angkatan pertama udah ketemu angkatan yang sekarang. Informasi soal dokumen milik Dirgantara juga masih belum jelas di mana," ungkap Keyno sambil meminum beberapa teguk air yang di berikan oleh sekertaris Rendra.

"Oh begitu," gumam Rendra dengan mata yang tetap fokus membaca, "tidak ada nama Rhea di sini?"

Keyno yang mendengar ucapan Rendra, sontak menatap pria tua itu dengan tajam. "Jangan macam-macam."

Ucapan Keyno hanya di balas bahu Renra yang terangkat. "Jadi gadis itu bukan bagian dari Bradipta?"

"Bukan, Rhea ga ada hubungannya sama Bradipta, dia cuma murid pindahan yang kebetulan terlibat sama kita sekarang," jawab Keyno tetap waspada.

"Sayangnya saya bukan orang yang percaya dengan kebetulan."

Mata Keyno menatap lurus. "Oleh karena itu anda mengirimkan tiga orang untuk memata-matai saya, agar saya tidak menjadikan kebetulan sebagai alasan?" Tanya pemuda itu.

"Tentu saja, saya tidak menerima kata kebetulan bertemu, kebetulan mengobrol dan kebetulan berada di pihak yang sama keluar dari mulutmu, sebab itu hanya omong kosong semata," ujar Rendra, sembari tetap fokus membaca beberapa dokumen di depannya. Keyno mengabaikan kembali ucapan itu.

"Bagaimana dengan dokumen atas nama Dirgantara?" Tanya Keyno setelah membiarkan hening di ruangan selama beberapa menit.

Rendra menyimpan kertas yang semula ia baca. Mata yang telah menatap berbagai kejahatan secara langsung itu beralih pada sang cucu yang sedang santai menyandarkan tubuh.

"Tidak masalah kalau tidak di temukan sekarang, lagipula Fahri dan Farhan yang menyembunyikannya, sampai bawahan saya juga kesulitan," balas Rendra.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang