52: luka yang mulai memudar

4.8K 615 210
                                    

"Penyembuh luka adalah waktu. Meski terkadang waktu juga turut menambah luka itu."

-Adnan Faiz A-

-0-

Sesuai perkataan Adnan, mereka hanya diam mendengarkan semua penjelasan yang Adnan ucapkan. Meskipun terkadang Dimas maupun Arya tidak tahan menginterupsinya untuk bertanya atau sekadar berkomentar.

"Rasanya ga masuk akal," lirih Arya yang kini semakin memijat pelipisnya demi meredakan rasa pening yang tiba-tiba ada. Ia mengoleskan minyak aromaterapi pada keningnya.

"Gue setuju sama Arya. Jadi maksud lo, Revano itu engga jahat, cuma dia di kendaliin sama kepribadian gandanya gitu?" Sela Dimas, Adnan mengangguk membenarkan.

"Terus ayahnya Revano pernah nyulik Rhea, dan yang paling ga masuk akalnya, Devano, Revano bahkan Keyno yang baru kita kenal itu ternyata bersaudara?" tanya pemuda yang sedari tadi diam tanpa menyela ucapan Adnan.

Orion mulai merasa mual. Ia menjadi banyak bicara dan perutnya kini bergejolak karena terlalu banyak berpikir, ia merasa ia membutuhkan beberapa susu melon sekarang.

"Iya, kita nemuin foto Devan, Keyno sama Revano di ruang utama rumahnya. Tulisan di bingkai foto itu yang ngungkap semuanya, dan aku sendiri baru sadar kalau akhiran dari nama mereka itu sama, Dirgantara." Rhea angkat bicara, ia melirik ke arah Devan yang memalingkan wajahnya karena tatapan tajam yang gadis itu berikan padanya. Ia sudah meninggal, namun ia merasa jika ia membalas tatapan gadis itu, ia akan mati dua kali.

"Terus kenapa kalian bisa sampai kerja sama?" Rhea yang tengah membenahi obat untuk Adnan, menjawab tanpa melihat ke arah Dimas.

"Karena kita ngerasa kalau semua ini berhubungan. Baik Bradipta ataupun Brigeta, kita pikir semua yang terjadi baik sekarang ataupun kejadian dua tahun yang lalu semuanya bukan terjadi begitu aja tanpa kebetulan, bahkan mungkin kejadian penculikan aku dulu, juga bukan kebetulan." Adnan melirik Rhea, matanya menatap perubahan ekspresi saat Rhea mengucapkan sepatah kata tentang penculikannya. Ia tersenyum dan menepuk-nepuk kepala Rhea, membuat gadis itu balas tersenyum meskipun menatapnya bingung.

Adnan seketika teringat tentang satu hal, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan kertas yang ia temukan di markas besar Bradipta, lantas meletakkannya di meja.

"Apa ini?" Tanya Rhea, Adnan menghela nafas.

"Ga ada satu pun dokumen atau foto dari angkatan pertama Bradipta, dua angkatan setelahnya juga ga ada. Yang gue temuin di album foto khusus angkatan pertama cuma kertas yang gue sendiri belum yakin bakal ngebantu atau engga."

Mereka memperhatikan tulisan di kertas itu, memutar otak untuk berfikir maksud dari F×F, Rhea sudah menyerah dari awal karena tidak ingin berpikir terlalu keras lantas merasa mual seperti Orion. Adnan menatap Rhea.

"Lo sendiri udah dapet info, Rhe?" Tanya Adnan, Rhea mengangguk.

"Aku udah nanya ke salah satu temen Deket yang ada di Brigeta. Sayangnya sesuai dugaan, Brigeta juga ga punya data atau dokumen apapun soal pendirinya. Bahkan menurut yang aku denger, markas Brigeta waktu itu sempat kebakaran," jelas Rhea membuat mereka menghela nafas serentak.

Arya mengalihkan jari tangannya ke dagu. Membuat pose berpikir dan menyadari sesuatu, tapi ia tidak berbicara, di gantikan dengan kerutan yang semakin lama semakin terlihat jelas di dahinya.

"Tunggu, kayaknya gue setuju kalau Rhea sama Adnan berpikiran kalau ini semua berhubungan. Rasanya aneh aja kalau angkatan pertama dari dua geng motor yang berbeda sama-sama ga di ketahui siapa orangnya, dokumennya dan juga sejarahnya.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang