"kemana kisah ini akan membawa pergi?"
-ARhea-
***Jarum jam terus bergerak melewati satu persatu angka yang tertera, Adnan menatap jam bosan, tidak mempedulikan guru yang tengah mengajar di depan.
Ia lebih memilih pergi ke rooftop atau bertemu Rhea daripada terjebak dalam kelas bersama pelajaran yang sudah ia kuasai sebelumnya. Bagi Adnan, itu sama saja seperti menguncinya dalam ruangan penuh cermin. Seberapa lama pun ia menatapnya, ia tetap sudah tau jawabannya.
"Jadi anak-anak, logikanya satu tambah satu itu dua." Guru itu menunjuk bilangan yang ada di papan tulis. Bapak kesayangan kelas sebelas IPA dua tengah mengajar di depan murid kelas Adnan. Dimas mengangkat tangannya, membuat pak Bintang sejenak menghentikan penjelasan.
"Bapak, kalau pake logika satu tambah satu itu dua, apakah kalau pake perasaan artinya aku dan dia bisa bersama?" Tanya Dimas dengan wajah yang serius. Kelas itu sontak di penuhi oleh suara tawa. Pak Bintang menghela nafas, dasar anak muda.
"Bisa saja, tapi kamu dan dia bagai bilangan negatif di tambah positif," ujar pria berusia kepala tiga itu dengan tangan yang di lipat di depan dada, kening mereka mengkerut.
"Maksudnya pak?" Tanya Dimas kurang paham.
"Iya, ibaratnya kamu itu negatif dan dia positif, kamu terlalu nauzubillah untuk dia yang subhanallah," ucap pak Bintang dengan senyumannya. Dimas tertohok oleh ucapan gurunya itu.
"Ta-tapi pak, segitiga aja punya ujung, lingkaran punya pusat, terus masa Dimas ga bisa sama dia pak?" Tanya Dimas tak terima. Karena Dimas, pelajaran mereka terhenti sejenak.
"Tapi kamu itu angka delapan yang terbalik. Memiliki pusat hanya untuk saling melewati dan saling bersilangan, bukan untuk menetap pada satu titik yang di tentukan." Ucapan pak Bintang tak ada ampun.
'damagenya ga kira-kira!' batin Dimas dalam hati. Adnan mengulum senyum melihat temannya yang seakan tak memiliki harapan, teman-temannya tertawa. Bukan rahasia umum jika pak Bintang adalah guru yang di senangi semua siswa.
"Jadi pak, menurut pertanyaan Dimas tadi. kalau begitu, gimana dengan prinsip menghitung Garis Singgung Luar lingkaran yang harus memakai jarak antara keduanya?" Tanya seorang pemuda berkacamata. Pak Bintang berjalan ke mejanya dan menyimpan spidol yang sejak tadi ia pegang. Matanya menatap murid yang bertanya padanya.
"Kamu tau kedua lingkaran itu ukurannya berbeda kan?" Tanya pak Bintang pada muridnya.
"Tau pak."
"Nah seperti itulah keadaanya, perbedaan antara satu sama lain menciptakan jarak yang rumusnya pun harus saling mengurangi*," tambah guru itu. Mereka semua menggeleng takjub, apakah ini yang namanya penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari? Tidak, ini hanya buah dari kegabutan mereka.
Bel istirahat berbunyi, semua siswa dan siswi kelas itu mendesah kecewa. Ini artinya mereka akan berpisah dengan guru nyentrik itu.
"Pak, jadi wali kelas kita aja pak!" Seru seorang perempuan dengan rambut yang di ikat ke atas, hampir seluruh murid di kelas itu menyetujui usulan temannya. Pak Bintang yang sedang membereskan alat tulisnya sontak mengalihkan pandangan, beliau tersenyum.
"Saya sudah jadi wali kelas yang lain, dan saya juga harus mengurusi murid saya yang edan," ujar pak Bintang dengan senyum yang mengembang. Tanpa beliau ketahui, bertepatan ketika ia mengatakannya, murid kelas XI IPA II bersin serentak.
—0—
"Woy, ngelamun terus neng!" Ujar Adnan menempelkan susu coklat dingin ke pipi Rhea. Gadis itu terkejut. Matanya mengerjap lucu, sedetik kemudia berubah dengan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...