"Benteng mungkin tidak lagi menjadi tameng, kuda tidak pernah menjamin bisa membawa pergi, menteri belum tentu adil, ratu sibuk merias diri, pion tetap jadi budak, sedangkan raja tetap diam di tempat."
-Rhea Putri A-
—0—
"jadi gimana rasa makanan di cafe ini?" Tanya Rhea, Keyno menyuapkan sesendok nasi goreng spesial sembari memajang wajah berpikir.
"Enak sih, tempatnya juga enak," ucap Keyno di balas cengiran, Rhea meminum jus jambunya. Kakinya tak berhenti mengayun sedari tadi, seperti anak kecil.
Kaum hawa menatap Rhea iri, memikirkan betapa beruntungnya seorang gadis di dampingi oleh dua pemuda tampan. Sayangnya ekspektasi tidak sesuai realita, andai mereka tau bahwa Rhea telah mendzalimi mereka berdua.
"Brigeta gimana kabarnya?" Tanya Rhea, jus jambunya telah habis, benaknya menyerukan untuk kembali memesan.
"Baik, mereka kangen Lo kayaknya," ucap Keyno, kembali menyuapkan makanannya. Rhea tertawa senang, Keyno otomatis tersentak saat mendengar tawanya, ia salah bicara.
"Ya ya ya, kalian emang ga berguna tanpa aku!" Serunya dengan bangga. Adnan tertawa kecil sedangkan Keyno menepuk dahinya.
"Ga berguna? Bukannya Lo ya?" Tantang Keyno. Rhea menusukan garpu pada batagor dengan keras, matanya menatap tajam.
"Heh, aku sering bantuin kalian ya!" Seru Rhea. Keyno balas menatapnya dengan tatapan yang tak mampu di artikan.
"Oh ya? Bukannya waktu itu Lo pernah berantakin base camp karena uring-uringan kangen martabak?"
Rhea menggigit bibir bawahnya mulai gelisah, ia memperhatikan Keyno yang bersiap untuk kembali mengeluarkan sebuah fakta tidak menyenangkan.
"Bukannya Lo juga pernah bertengkar sama hampir sebagian anggota karena berebut nonton tv? Mereka mau nonton bola dan lo yang keras kepala ga mau ketinggalan nonton tiga beruang bersaudara?" Ujarnya mendapat tatapan tak suka dari Rhea.
"We bare Bears!" Koreksinya, Keyno berdecak
"Bodo amat, mau wi ber bears atau masya and the bear aing ga peduli. Intinya Lo sering bertengkar sama anak Brigeta karena masalah tv!"
Rhea berdecih tidak suka, Keyno berdecak malas, Adnan terkekeh geli. Rhea malas melanjutkan, ia tau betapa parah sikapnya di Brigeta. Gadis itu kembali memakan makanannya, beberapa helai rambut jatuh ke meja, dengan sigap Adnan menahannya.
"Ada Iket rambut ga Rhe?" Tanya Adnan dengan tangannya yang masih menahan beberapa helai rambut. Gadis itu menyuapkan batagornya sembari memasang wajah berpikir, ia menggeleng.
Keyno menatap mereka berdua, tangannya merogoh ke dalam saku, mengeluarkan beberapa karet ikat berwarna hijau, ia menyerahkannya pada Adnan.
"Pake karet ini aja," ujar Keyno, Adnan menatap Rhea.
"Pake ini aja gapapa?" Tanya Adnan, Rhea mengangguk.
"Buat apa bawa-bawa karet?" Tanya Rhea, Keyno menggaruk tengkuknya tak gatal.
"Tadi warung nasi uduk langganan gue katanya bakal tutup. Jadi gue simpen karetnya buat kenang-kenangan." Rhea mengangguk paham, tidak mau terlalu memikirkan ucapan Keyno. Tak terasa rambutnya kini sudah di ikat, meski tidak terlalu rapi. Rhea berterima kasih.
Adnan menyandarkan tubuhnya, angin melambai membawa sebuah pemikiran yang tiba-tiba terlintas di benaknya, bibirnya terbuka bersiap untuk berucap.
"Ngobrol-ngobrol, apa Lo bisa gue percaya?" Tanya Adnan dengan tatapan yang lurus menatap pemuda di hadapannya. Keyno dan Rhea mengangkat sebelah alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...