65: Dukungan

1.3K 247 69
                                    

"Ini beberapa informasi yang kami dapat," ujar Orion dengan tangan yang mengulurkan beberapa lembar kertas.

Fahri menerima lembaran kertas itu dengan senang hati, membacanya tanpa waktu lama dan mengopernya pada rekan yang ada. Satu sudut bibirnya membentuk lengkungan ke atas.

"Jadi kamu udah suruh beberapa orang anggota untuk mengawasi perusahaan Dirgantara?" tanya Farhan. Mereka berempat seketika terhenti dari kegiatan awal, mengedipkan mata secara bersaman, seakan terkejut dengan perkataan orang dewasa di hadapannya.

"Maaf, tapi sepertinya ada kesalah pahaman, paman. Kami tidak melibatkan anggota Bradipta untuk mencari informasi di sekitar Dirgantara," ucap Adnan di angguki Arya.

"Jadi informasi ini kalian cari sendiri?"

Mereka mengangguk, "Informasi tentang Dirgantara yang kami dapat berasal dari beberapa dokumen-dokumen lama yang terkadang menyinggung soal Dirgantara, dan sedikitnya kami dapat dari kepolisian di bantu oleh pak Raihan."

Fahri menghela nafas, "tapi polisi yang membantu kalian pun pasti memilih bungkam. Mau dulu atau pun sekarang, perintah atasan seakan jadi kewajiban."

Para angkatan pertama yang sudah merasakan bentrokan antara kebaikan dan perintah atasan hanya bisa menghela nafas panjang.

"Tapi pilihan kalian untuk tidak datang dan mengawasi perusahaan mereka secara langsung itu sudah tepat.

Perusahaan Dirgantara bukan perusahaan kecil, mereka menyewa banyak sekali penjaga di setiap sudut gedung perusahaan mereka. Bahkan beberapa di antaranya menyamar menjadi penjual makanan," ungkap Bayu membuat Adnan bernafas lega.

"Informasi ini juga sudah cukup sebenarnya, apalagi yang ini." Akbar menunjuk pada angka yang tertera di atas kertas. "Seratus lima puluh anggota bayaran Dirgantara pada tahun 2015, bisa kamu bayangkan berapa jumlahnya sekarang?"

"Hampir lima ratus orang," jawab Dimas spontan. Akbar mengangguk setuju.

"Lima ratus orang, melawan anggota Bradipta yang hanya sekitar tiga ratus orang jika di gabungkan. Bagaimana cara kalian mengatasi itu?" Farhan kembali bertanya.

Sungguh, hawa di ruangan itu seakan mendingin. Jika boleh jujur, ke empat pemuda itu merasakan tekanan yang luar biasa. Adnan terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya menjawab dengan tegas.

"Memangnya mereka akan mengeluarkan lima ratus orang itu secara bersamaan?"

"Hm?"

"Tujuan Dirgantara terus menekan dan menyerang kita adalah balas dendam, sekaligus berusaha merebut sertifikat tanah milik mereka. Apakah menyerang kita dengan mengerahkan lima ratus orang adalah kemungkinan utama?" Tanya Adnan, menatap lurus pada mereka.

Farhan mengerutkan keningnya,. memikirkan ucapan Adnan. "Ga mungkin mereka langsung mengerahkan seluruhnya. Permasalahan di sini bukan jumlah, tapi rinciannya. Bagaimana, dan di mana."

"Bagaimana dan di mana mereka menyerang, memang begitu paman. Tapi jangan lupakan satu hal lagi, yaitu kapan dan dengan cara apa." Orion ikut berpendapat.

"Dengan cara apa mereka mulai menyerang kita, dan kapan mereka mulai bergerak. Itu yang harus kita persiapkan, Adnan yakin mereka mungkin akan mengerahkan dua ratus pasukan lebih."

Rama mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa kamu seyakin itu?"

Adnan menunjuk pada salah satu kalimat yang tertera di kertas. "Percobaan pembunuhan Rendra Dirgantara sebanyak lima kali, tiga kali gagal dan dua kali dia harus di bawa ke rumah sakit."

Mata berwarna coklat tua itu terangkat, menatap lekat pada sang ayah yang notabenenya adalah pemimpin mereka.

"Artinya Rendra yang dulu kalian hadapi, sudah bukan lagi Rendra yang sama. Intuisi nya semakin melemah, begitu juga kewaspadaannya. Sedangkan dia semakin tua semakin rakus, kemungkinan besar dia lebih fokus jaga hartanya dan meremehkan kita."

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang