"sebanyak apapun teman menraktirmu, selama kamu masih lapar, itu belum cukup untukmu."
-Rhea putri A-
***
Malam tiba, menimbulkan sisi khasnya dengan langit yang menjadi kelam. Tidak ada bintang, malam ini kelabu, hanya ada bulan yang berpijar sendirian. Seorang gadis keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang tampak segar.
"mandi malam emang yang terbaik," gumam Rhea. Gadis itu duduk di pinggir kasur dengan rambut basah dan handuk kecil yang mengalung di lehernya, ia merasakan setiap hembusan angin membelai kulitnya dari kipas angin yang berputar di atas sana.
Matanya mengerjap menatap dinding abu-abu yang polos tanpa hiasan, tetesan air jatuh dari rambut basahnya. Sekilas keputusan memotong rambut muncul dalam benak gadis itu, di susul oleh gambaran sore ini. Adnan, Devan dan kerikil jalan, mereka bersatu menetapkan kisah yang tak mampu di mengerti.
Rhea mengambil handphone yang tergeletak di nakas, matanya menatap satu persatu aplikasi, namun otaknya memutuskan untuk kembali menutupnya. Sebelum gadis itu menyimpan kembali handphone itu di nakas, dering telepon memecah keheningan. Satu nama tertera di layar handphonenya, satu nama yang ia kenal.
"Halo Key," sapa Rhea, terdengar suara mengobrol di seberang sana.
"Halo Rhe, gue cuma mau nyampein informasi yang Lo minta kemarin."
Rhea mengangguk meski ia tau, Keyno tidak akan bisa melihat anggukannya. "Jadi gimana?"
"Revano, nama lengkapnya Revano Kelvin D. Dia mantan wakil ketua Brigeta, dan Lo tau itu. Setelah jabatannya di lepas, anggota Brigeta di Bandung seketika ga aktif."
Rhea mengadah menatap kipas angin, menghela nafas, ia tau itu akan terjadi, sesuai tebakannya tanpa meleset. Gadis itu menunggu Keyno bicara kembali.
"Gue ga bisa menebak rencana dia, tapi dia masih sekolah kaya biasa, sampai sekarang belum ada pergerakan apapun dari dia maupun dari mantan anggota Brigeta."
Rhea berdiri, matanya mengawasi kamar tidur yang ia tempati. Entah apa alasannya, Rhea menetapkan rasa curiga, ada yang aneh.
"Kamu di mana key?" Tanya Rhea, untuk beberapa detik Keyno tak berbicara.
"Gue masih di Jakarta."
"Kapan ke Bandung lagi? Aku mau minta traktir," Ujar Rhea, tawa terdengar dari sana.
"Secepatnya, gue agak sibuk di sini. Nanti gue traktir martabak kesukaan Lo, martabak mang jaya kan?"
Rhea menganggukkan kepalanya semangat, binar di matanya sudah cukup mengatakan bahwa ia sangat menanti martabak yang telah di janjikan oleh sahabatnya.
"Dua ya, martabak manis sama telor!" Seru Rhea menawar, di seberang sana helaan nafas terdengar.
"Lama-lama gue bangkrut jajanin Lo Rhe, martabak, batagor, sop buah, bakso. Belum lagi kalau Lo minta beliin Oreo satu box buat percobaan bikin kue yang Lo nonton di you tube!" Seru Keyno di sana, Rhea berdecak.
"Seorang Keyno Alvaro Dirgantara mustahil bangkrut cuman karena jajanin sedikit makanan buat aku!" Seru Rhea tak mau kalah. Helaan nafas terdengar, percuma, Rhea tidak akan menyadari bahwa ia banyak meminta jajan pada Keyno.
"Serah Lo deh Rhe, gue terlalu sibuk buat Lo."
Rhea mencebikkan bibirnya, tak ada lagi percakapan. Nama Revano terngiang di benaknya, satu kesadaran datang secara tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...