"Guk! Guk! Guk! grrr, guk!"
-Niko-
-O-
Lantai yang berdebu, rumah yang sunyi tanpa pembicaraan apapun dan tiga orang dengan satu hantu, tengah duduk di sofa tengah rumah sembari melirik ke arah yang berbeda.
Setelah luka di pipi Revano telah selesai di obati, mereka berkumpul di sofa ruang tengah tanpa membuka suara. Percaya atau pun tidak, mereka semua mendengar suara jangkrik yang nyaring entah dari mana.
"jadi, gimana?" Tanya Adnan memecahkan keheningan. Revano dan Rhea menatapnya, kedua, tidak, ketiga pemuda itu menatap Rhea meminta penjelasan. Gadis itu menyenderkan tubuhnya di sofa, menatap langit-langit rumah di atas sana.
"Bukannya kalian harusnya nanya ke Revano daripada ke aku?" Tanya Rhea balik, Adnan mengerutkan keningnya.
"Kalian?"
Gadis itu berteriak dalam hati sembari sedikit melirik Devan yang tengah meniup poninya.
"Di sini cuma ada Lo, gue dan Revano, kenapa Lo bilang kalian?"
"Aku salah ngomong, maksud aku itu kamu nan," elak Rhea mendapatkan tatapan curiga dari Adnan, pemuda itu hanya mengangguk dan melanjutkan kegiatannya yang hampir terpotong. Alis tebal yang tadi saling bertaut kini kembali merenggang.
"Bisa Lo jelasin?" Tanya Adnan pada Revano.
"Gue bingung mulai dari mana."
"Perkenalan dulu mungkin?" Ujar Adnan ragu. Gadis itu terdiam, fokus menatap kelakuan Devan yang tengah menendang-nendang tubuh Revano, dan terkadang melayang di atasnya dengan tangan yang seakan menaburi sesuatu, bubuk Pixie? Ah, tidak mungkin, Tinkerbell mana mau bertemu dengan hantu menyebalkan sepertinya. Revano tersenyum, bibirnya nampak akan berucap.
"Gue Revano Kevin Dirgantara, sepupu Keyno Alvaro Dirgantara dan Devano Febrian Dirgantara."
"Jadi kalian beneran sepupuan?" Tanya Adnan, Revano mengangguk.
"Gue bener-bener bingung, terus kenapa Lo ngebunuh Devan? Atau yang lakuin itu Chandra?" Tanya Adnan lagi tanpa basa-basi, Revano menatap Rhea membuat gadis itu kebingungan tujuan pemuda itu menatapnya, Revano mengalihkan pandangannya.
"Lo salah paham."
"Salah paham di mananya? Lo yang ada di sana malam itu!" Seru Adnan menahan kekesalan yang selama ini ia pendam. Rhea, Revano, Devan dan semesta tau apa yang ia rasakan. Pemuda berkaos biru itu tersenyum miris.
"Setahun yang lalu, gue datang ke sana karena pesan yang di kirim sama ayah gue, dia bilang mau ketemu gue di jalan yang alamatnya udah dia kirim. Dan seperti yang Lo liat waktu itu, gue sama sekali gatau bahwa ada Devan dengan kondisi seperti itu, gue ga pernah tau." Revano menunduk, Rhea terus menatap Devan yang kini memunggungi Revano.
"Ekspresi Lo yang datar waktu itu buat gue salah paham, begitupun dengan yang lain. Rev gue tanya, apa Lo sama sekali ga peduli dengan kematian Devan?" Tanya Adnan mengeluarkan semua kebingungan di hatinya. Pupil mata Revano mengecil, tangannya mengepal, ia berdiri secara tiba-tiba.
"ITU KARENA GUE GATAU HARUS BEREKSPRESI SEPERTI APA! MARAH? SEDIH? KECEWA? DENDAM? HARUSKAH GUE NANGIS MERAUNG-RAUNG? SIAPA YANG HARUS GUE SALAHKAN NAN? AYAH YANG MENJEBAK GUE? SIAPA!" Serunya sembari menggebrak meja, Adnan, Rhea dan Devan terdiam. Memerhatikan wajah Revano yang tampak kacau.
"GUE HANCUR SAAT ITU JUGA! GUE HANCUR NAN, DEVANO DAN KEYNO ADALAH ORANG YANG MAMPU MENERIMA GUE, YANG SELALU MEMBELA GUE! DAN LO BILANG GUE GA PEDULI? MELEBIHI LO DAN SELURUH ANGGOTA BRADIPTA YANG KEHILANGAN WAKILNYA, GUE LEBIH MENDERITA KARENA KEHILANGAN SALAH SATU ALASAN GUE BUAT HIDUP!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...