"jangan pernah mengabaikan retakan kecil, karena mungkin semua yang ada di sana akan tertimpa oleh dinding yang menjadi runtuh tanpa bisa di duga."
-ARhea!-
—0—
Rhea menusukan sedotan pada minuman susu rasa vanila pemberian Alisa. Perlahan ia merasakan minuman itu mengalir dengan rasa yang menguar dalam mulutnya.
Rhea memejamkan mata, tubuhnya bersandar pada dinding, menunggu Arya berbicara.
Setelah makan di kantin tadi, Arya memberi kode pada Rhea agar nanti berbicara padanya, hanya berdua, antara Rhea dan Arya.
Rhea menikmati susu rasa vanila dan menunggu pemuda itu mengungkapkan hal yang ingin ia bicarakan.
"Ada yang mau kamu omongin kan Ar? Lebih enak duduk kalau mau ngobrol." Arya mengangguk, Rhea duduk dengan menyilangkan kakinya, susu rasa vanila itu ia genggam di atas pahanya.
"Aku bukan pembaca pikiran, tapi aku tau kamu pasti mau ngomongin Adnan."
Arya kembali mengangguk. Rhea menunduk, menatap susu vanila yang ia pegang dengan kedua telapak tangan.
"Lo bilang, Lo tau alasan Adnan ke markas utama, tingkah Lo kemarin dan hari ini juga aneh Rhe. Kalian aneh setelah balik dari rumah Revano, ada apa sebenarnya?" Tanya Arya, netranya menatap mata Rhea yang membulat. Kedua telapak tangan gadis itu melonggar, membuat sekotak susu vanilanya hampir terjatuh jika tidak cepat-cepat di tahan oleh Arya. Matanya menghindari tatapan Arya.
Beberapa saat kemudian, Rhea memberanikan diri menatap pemuda dengan mata minimalis yang tak kunjung melepaskan pandangannya. Gadis itu sedikit menghela nafas.
"Adnan udah ngasih tau?"
Arya menggeleng, Rhea tersenyum padanya.
"Kalau gitu, aku juga ga punya hak untuk kasih tau kamu."
"Tapi Rhe-
"Percaya aja sama Adnan. Soal masalah ini, kita sengaja ga mau ngelibatin kalian sebelum kita tau titik terangnya dan menimbang-nimbang gunanya kalian nanti, baik Bradipta atau Brigeta. Jadi jangan berpikir kalau kalian ga ada gunanya," ujar Rhea dengan fokus pandangan yang mengarah pada minuman yang ia pegang, ia sama sekali tidak melihat tatapan maupun perubahan ekspresi dari Arya. Karena itulah ia terkejut ketika Arya menjitak keningnya.
"Kenapa di jitak?" Serunya tak terima dan menatap Arya yang tak lagi dalam posisi duduknya. Pemuda itu balas menatapnya galak.
"Itu setimpal sama anggapan Lo!"
"Kita khawatir kalian berdua terlibat masalah yang rumit. Alisa bahkan khawatir karena Lo sering ngelamun, gue dan anggota Bradipta lain juga khawatir Adnan yang setiap abis sholat subuh tidur lagi, sekarang malah tiba-tiba bangun subuh terus pergi ke markas pusat yang biasanya cuma di datangin kalau ada hal penting. Itu semua karena kita khawatir!" Gemas Arya. Rhea menatapnya polos.
"Jadi kita udah bikin kalian khawatir?" Tanya Rhea dengan nada tanpa beban. Arya mengacak rambutnya sendiri dengan gemas.
"Duh, Lo itu ya!" Geram Arya.
Rhea yang menyadari perhatian dari temannya hanya bisa tersenyum senang. Arya menyunggingkan senyum tipisnya, lantas beranjak pergi melewati gadis itu.
"Kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang ke kita semua, kita berdiri paling depan sebagai teman lo," ujarnya, Rhea mengangguk, tidak sekalipun menatap ke belakang.
Angin berhembus, Rhea tersenyum halus, matanya menatap pada langit yang hari ini tidak terlalu terik. Dentingan notifikasi khusus untuk sahabatnya terdengar, lantas getaran halus menyusul, ia membuka handphonenya. Membaca serentetan kata, lantas menghela nafas berat, ia sudah menduga ini sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARhea!
Teen FictionSiapa bilang geng motor itu hanya mampu menyebabkan kerusuhan, dan anggotanya hanya sekumpulan anak-anak yang berkelahi untuk bersenang-senang. Pernah mendengar nama Bradipta? Geng motor yang sudah lama berdiri di Bandung itu memiliki visi misi yan...