27: Jarak?

7.4K 719 26
                                    

Hampir isya, langit telah menggelap, Adnan baru pulang dengan wajah kusutnya. Tak berkata apa-apa selain menyalami orang tuanya, ia pergi masuk ke dalam kamar.

Otaknya terus di peras, hatinya terus tersiksa, ia menutup pintu kamarnya dan membantingkan tas miliknya, tangannya mengacak rambut yang sudah cukup panjang bagi standar sekolahnya.

Ia menghempaskan pantatnya di sofa yang ada di kamarnya, menatap langit-langit kamar dengan perasaan kacau. Selama mengendarai motornya ia memikirkan yang terbaik untuk mereka. Tapi ternyata pikirannya selalu meneriakan keputusan yang pasti akan membuatnya tersiksa, ucapan Orion terngiang. Dengan frustasi ia berdiri menatap cermin.

Wajah tampannya kini terlihat kusut dengan rambut yang berantakan, baju seragamnya di keluarkan dengan dua kancing terbuka. Ia terus menatap matanya lewat cermin, seakan pantulan dirinya akan memberi solusi terbaik, ia tersenyum kecut.

"Rhea maaf, gue harus jauhi Lo," lirihnya, tangannya mengusap wajah dengan kasar, ini keputusan terbaik, ia akan menjauh.

—0—

Rhea terkekeh, ia tertawa mendengar cerita Alisa tentang Aldo yang habis dimarahi oleh pak Rasto karena mengisi soal yang di berikan dengan asal-asalan.

Mereka berdua berjalan di sepanjang lorong yang agak sepi, di belokan sana Rhea melihat seorang pemuda yang ia kenal, tubuh tegapnya berjalan dengan gagah di hiasi ekpresi yang datar. Rhea melambaikan tangannya, di belakang laki-laki itu ada tiga orang temannya.

"Adnan!" Sapanya saat Adnan mulai dekat, seketika tubuhnya membeku dengan tangan yang tak juga turun. Adnan melewatinya begitu saja, ia tidak tersenyum seperti biasanya, Arya, Dimas bahkan Orion terkejut dengan reaksi temannya itu. Adnan berjalan tidak peduli, bahkan ketika tiga temannya berhenti di depan Rhea, Adnan tetap berjalan seakan tidak ada apapun di depannya.

"Um, hai Rhea!" Sapa Dimas berusaha untuk membuat gadis itu tidak terlalu sakit hati, Rhea masih melamun, tangannya perlahan ia turunkan dengan wajah yang muram.

"Halo dim," ujarnya, ia membatu. Sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi, ekspresi datar Adnan terbesit dalam benaknya. Arya dan Dimas seakan merasa bersalah pada Rhea, sejak kapan Adnan yang tidak berhenti memikirkan soal Rhea dan menempatkan gadis itu di hatinya malah cuek dan tidak lagi peduli. Mereka akan menanyakan hal ini pada Adnan, pasti.

"Kita duluan ya Rhe, Lis!" Ujar Arya di balas anggukan dari mereka. Baik Arya, Dimas maupun Orion pergi untuk menyusul Adnan, hingga tersisa Rhea dan Alisa di lorong itu.

"Mungkin ka Adnan lagi banyak pikiran Rhe," ucap Alisa berusaha meyakinkan, Rhea menatapnya, terlihat jelas kebingungan dari matanya. Gadis itu tersenyum dan mengangguk, mereka kembali berjalan meski dengan pikiran  yang tak berhenti bimbang.

Rhea dan Alisa sampai di kelasnya, seperti biasa kelas itu selalu ramai, Anggi yang galaknya ga ketulungan sedang menagih Aldo yang terus merayunya serta memberi alasan. Rhea berjalan gontai, ia tidak mampu menghilangkan ekspresi Adnan tadi dari pikirannya. Kelas yang ramai bagaikan hampa untuk Rhea, gadis itu takut melakukan suatu kesalahan yang tidak ia sadari hingga membuat Adnan marah padanya.

'Kenapa dia berubah? Apa aku melakukan kesalahan?' batinnya, ia meletakan kepalanya di meja dengan tangan yang terlipat, pikirannya berkecamuk, ia hanya berdoa semoga Adnan memang sedang banyak pikiran dan akan kembali ramah padanya.

—0—

Bel istirahat berbunyi, ke empat pemuda itu kini tengah berjalan beriringan dengan wajah datarnya. Mereka melewati lorong yang ramai dengan para perempuan yang menatap mereka terang-terangan. Adnan tak bersuara begitupun Arya, Dimas dan laki-laki yang menatap handphonenya datar.

ARhea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang