Hal paling menegangkan dalam hidup Syafa bukanlah saat ujian atau naik ke panggung untuk memberikan pidato. Ia tidak pernah merasa gugup untuk melakukan hal itu.Gadis itu merasa begitu gugup saat harus menghadapi keluarga Bhumi.
Mobil lelaki itu semakin mendekati sebuah rumah berlantai dua yang cukup asri. Halamannya dipenuhi oleh bunga warna-warni yang dirawat Ibunda Bhumi.
Dari luar, gadis itu bisa melihat kalau suasana dalam rumah cukup ramai. Seperti sedang ada acara.
"Kok ramai sih, Bang?" Protes gadis itu.
"Soalnya lagi mau ada arisan keluarga."
"Hah?"
Ketegangan meningkat tajam. Syafa benar-benar belum siap. Ia bisa sedikit lebih tenang karena hanya bertemu kedua orang tua Bhumi. Tapi...
Nyatanya ia harus menghadapi keluarga besar lelaki itu.
"Syafa anak ke berapa?" Tanya ibu Bhumi saat gadis itu bergabung dalam lingkaran para wanita. Mereka sedang membuat kue untuk acara arisan keluarga sore nanti.
"Saya anak pertama dari lima saudara, Bu." Jawab gadis itu.
"Aslinya dari mana?" Kali ini wanita yang diperkenalkan sebagai Tante Dewi ikut bertanya.
"Saya lahir dan besar di Jakarta, Tante. Ayah saya berdarah Betawi. Kalau bunda Jawa Sunda."
"Oh campur-campur." Tanggap wanita yang dipanggil Budhe Sri.
"Kamu bisa masak?" Ini pertanyaan dari Simbah.
Gadis itu resah. Ia tidak begitu pandai. Kalau sekedar masak mie instan atau menggoreng telur, tidak masalah. Syafa juga cukup percaya diri untuk membuat nasi goreng.
"Karena perempuan itu kan tugasnya di dapur. Jadi harus pandai masak. Hal-hal tentang pekerjaan rumah dan mengurus anak itu jadi kunci kesuksesan keluarga." Sambung ibu. "Nanti kalau sudah menikah, lebih baik jadi ibu rumah tangga. Biar fokus."
Rasanya Syafa ingin menangis dan pulang. Ia seperti sedang di hakimi sekarang ini.
Gadis itu bukan tipe perempuan yang betah berdiam di rumah dan mendedikasikan hidup untuk mengurus rumah serta anak-anak. Ia bukan bunda yang memang bercita-cita jadi ibu rumah tangga sejak masih kecil.
Usai menyiapkan bungkusan untuk kue, Syafa diajak menuju dapur. Ia harus ikut membantu. Mengangkat ini itu, mengaduk adonan kue sampai diomeli Tante karena salah.
"Cuma ngeluarin kue dari cetakan kok, masa masih berantakan?" Dumal Simbah. Syafa tidak sengaja merusak bentuk dua kue bolu mini buatan Mbah.
"Ibu kamu emang nggak pernah ngajarin?" Tanya Budhe dengan halus, tapi menohok.
"Bunda jarang buat bolu. Biasanya sih pesan sama tetangga." Jawab Syafa.
"Nggak baik itu sering pesan sana sini. Kan nggak menjamin rasa sama kebersihannya." Komentar ibu. "Harusnya bunda kamu ngerti hal sepele begitu."
Untuk pertama kalinya, Syafa merasa sangat kecil. Ia menunduk dengan mata panas. Ingin menangis saja. Kenapa ia terlihat seperti gadis bodoh di antara para tetua di keluarga Bhumi.
Gadis itu pun izin ke toilet sebentar. Ia berjalan cepat dan melihat Bhumi sedang sibuk memasang karpet di ruang tamu.
"Syafa?"
Gadis itu bergeming dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Ia mencuci mukanya sambil mengeluarkan sedikit air mata.
Pengenalan ini terlalu berat. Padahal ia belum menjalin ikatan apa-apa. Bayangkan jika nanti sampai menikah dengan Bhumi. Bagaimana gadis itu harus menghadapi para wanita di keluarga ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.