Gedung SD bertingkat dua itu terlihat semarak. Umbul-umbul dan spanduk selamat datang terpasang. Ratusan motor dan mobil terparkir di sekitarnya.
Ramai.
Dari yang berusia awal empat puluhan, hingga para remaja kemarin sore nampak berbaur. Salah satunya Syafa. Bersama sang adik --Syandana, ia menatap sekitar area sekolah.
Dulu, sekolah itu hanya terdiri dari satu lantai. Halamannya masih tanah dan dipenuhi semak belukar.
Syafa ingat, waktu itu senang sekali berlarian dekat semak belukar bersama teman-teman sekelasnya. Termasuk Sadewa.
Mengingat tentang Sadewa, kemana lelaki itu? Padahal tadi sudah berjanji untuk bertemu di gerbang depan.
"Mana sih, Bang Dewa lama banget." Keluh Dana. Peluh membasahi keningnya. Padahal hari masih cukup pagi.
"Lagi parkir motor. Jauh banget markirnya. Deket Betamart sana." Jelas Syafa.
Tidak lama sosok yang ditunggu muncul juga. Senyumnya sumringah dan hari ini terlihat sangat segar.
"Potong rambut?" Tanya gadis itu. Menyadari perubahan penampilan temannya.
Sadewa mengangguk sambil tersenyum cerah. Lalu ia merangkul Dana sebagai salam pertemuan.
Tiga alumnus SD Nusantara itu berjalan beriringan. Masuk lebih dalam untuk melihat apa saja acara yang disuguhkan.
Di dalam, Syandana memisahkan diri. Ia bertemu dengan teman-teman sekelasnya dulu. Sementara Syafa dan Sadewa berdiam di dekat panggung.
"Mana yang lain?" Tanya lelaki itu.
"Kayaknya nggak banyak yang datang di angkatan kita." Jawab Syafa. Ia memainkan ponsel.
Memang, reuni akbar seperti ini tidak akan benar-benar dihadiri seluruh alumnusnya. Pertimbangan kesibukan juga menjadi pertimbangan.
Langkah dua insan itu tertuju pada sebuah kelas. Dulu, ada pohon jambu air di sana. Keduanya saling pandang lalu tertawa kecil.
"Time capsule!" Seru keduanya.
"Dulu apa sih yang kita kubur?" Tanya Sadewa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Seingatku sih, mainan gitu. Sama surat yang kertasnya pakai kertas binder gitu."
"Oh iya. Kamu paksa saya nulis di kertas itu kan? Kamu juga dulu suka suruh saya beli kertas-kertas binder warna-warni. Buat tukeran." Lelaki itu menggelengkan kepala. Mengingat hari-hari mereka saat masih anak-anak.
"Iya. Kalu dipikir lagi, saya nggak punya teman akrab gitu."
"Teman kamu cuma saya waktu itu."
"Iya emang. Makanya pas kamu pindah, saya kesepian. Berasa nggak punya teman. Padahal banyak. Cuma yang akrab sama klop ya kamu aja."
Lelaki tersenyum. Tangannya mendarat di kepala Syafa. Lalu mengacak rambut gadis itu dengan gemas.
Nostalgia itu akhirnya diinterupsi oleh pembawa acara. Para alumnus diminta duduk di depan panggung. Akan ada kata sambutan dan hiburan-hiburan dari para murid yang sekarang masih bersekolah.
.
.
.Band yang personilnya terdiri dari anak-anak kelas lima SD sedang tampil. Mereka membawakan lagu-lagu bertema nasional dengan bersemangat.
Melihat itu Syafa tertawa. Ia menikmati tontonan di depannya. Sementara Sadewa malah terlihat asyik menatap gadis di sebelahnya. Syafa.
"Seru?" Tanya lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.