37. Empati

3.4K 454 19
                                    


"Kang Gilang gimana, Tante?" Tanya Syafa khawatir. Melihat keadaannya tadi saja sungguh menyesakkan. Sudah pasti lelaki itu hatinya sedang hancur.

Gilang kehilangan cintanya tepat di depan mata.

Sungguh pilu.

Syafa tidak bisa membayangkan, betapa terguncangnya jiwa lelaki itu sekarang.

"Sudah tidur." Jawab Tante Ruri. "Terima kasih ya, Syafa."

"Iya, Tante. Kang Gilang kan temen baik aku, jadi apa pun itu pasti aku coba untuk bantu."

"Pasti berat untuk dia. Harusnya Tante nggak menentang sampai segitunya." Sesal Tante Ruri.

Gadis itu terdiam. Ia juga tidak tahu harus berkomentar apa. Sebab apa yang dilakukan Tante Ruri juga tidak salah. Ia hanya ingin putra semata wayangnya hidup bahagia tanpa tembok penghalang karena perbedaan keyakinan.

Gadis itu menatap pintu kamar Gilang yang tertutup rapat.

"Tante, boleh aku temenin Kang Gilang sebentar?" Gadis itu meminta izin.

"Boleh."

Syafa tersenyum simpul dan mengikuti Tante Ruri menuju kamar Gilang.


Selain suara nafas yang teratur, kamar yang tidak seberapa luas itu juga dihiasi bunyi denting jam.

Mata Syafa menatap sekitar ruangan dan menyimpulkan kalau Gilang adalah orang yang rapi.

Semua buku yang terdiri dari komik tersusun sesuai abjad. Lalu ada pigura foto Nata dan Kevin di meja kerjanya.

Gadis itu tersenyum saat melihat foto wisuda milik Gilang. Dalam foto itu, ada dirinya juga. Syafa ingat, waktu itu para junior yang tergabung di BEM meluangkan waktu khusus untuk berfoto bersama Gilang. Lelaki itu cukup populer dulu.

"Nata." Gilang mengigau dalam tidurnya.

Syafa mendekat dan menepuk pelan lengan lelaki itu. Mencoba menenangkannya.

Perlahan, mata lelaki itu terbuka. Ia menatap ke arah Syafa dan kembali menangis.

"Nata." Gumamnya.

Tatapan mata Gilang mengatakan, bahwa ia ingin bicara lebih. Menumpahkan segala laranya.

"Semua salah akang."

"Akang nggak salah."

"Harusnya akang lepasin dia. Bukannya mempertahankan dan memperburuk keadaan."

"Kang."

"Dia lompat dari apartemennya dalam keadaan nelpon akang. Dia jatuh tepat di depan mata akang. Semua salah akang."

Lelaki itu memukul dadanya dan kembali menangis.

Syafa berusaha menahan tangan lelaki itu agar berhenti memukuli dirinya sendiri.

"Lihat aku." Perintah Syafa. "Ini bukan salah siapa-siapa. Takdirnya Kak Nata memang begini. Mau dicegah pun, Tuhan buat umurnya cuma sampai di sini. Kita nggak bisa lawan."

Gadis itu menarik nafas, "kang. Sekarang akang coba berdoa. Akang tenangin diri. Pasti Kak Nata nggak mau lihat akang terpuruk gini."

Lelaki itu mulai tenang. Walau air matanya masih meluncur, tapi ia menuruti kata-kata Syafa.






"Malam ini biar adiknya Syafa nemenin Kang Gilang ya, Tante. Di rumah ini kan nggak ada laki-laki. Jadi biar lebih tenang juga tantenya." Ujar gadis itu.

Gilang memang hanya tinggal berdua dengan sang mama. Kakak perempuannya sudah menikah dan tinggal di luar negri mengikuti suaminya. Sementara papa lelaki itu sudah lama tiada.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang