Pagi-pagi sekali di hari Sabtu, Syafa dikejutkan dengan kedatangan Gilang. Bahkan langit masih gelap. Subuh baru berlalu.
"Assalamualaikum." Ucap lelaki itu di depan pintu.
"Pagi amat, Kang?" Gadis itu mempersilakan Gilang masuk. Ia kemudian segera kembali ke kamar untuk melepas mukenanya.
"Janjian sama Syafiq, mau main basket. Lagian mamah lagi di rumah nenek di Bogor. Sepi."
"Oh... Ya udah, tunggu aja si Syafiq bentar lagi pulang dari masjid."
Syafa kini sibuk menuju dapur. Ia membuat segelas teh hangat untuk tamunya.
Kebetulan bunda dan ayah sedang di rumah nenek juga. Menginap di komplek sebelah, karena kakek sedang sakit.
"Pokoknya jangan setim sama Meka. Payah tuh bule jadi-jadian kalo main. Nggak bisa masukin bola ke ring."
Gadis itu mendengar Syafiq membicarakan Meka. Saat mengantarkan teh, ia terkejut lagi. Mendapati Meka juga duduk di ruang tamu.
"Susah, bro." Meka menerima semua perkataan Syafiq. Mungkin karena memang fakta.
"Kang Gilang setim sama gue, sama Bang Elang, sama Johnny juga. Mumpung Johnny pulang liburan. Yahut nggak tuh, tim gue?" Syandana mengklaim Gilang duluan.
"Terus gue setim sama krucil? Nggak adil nih, si Abang."
Perdebatan itu tidak berlangsung lama, karena salah satu tetangga mereka yang bernama Johnny datang.
"Demi main basket nih, gue bangun pagi. Paling entaran skip juga ngikut mami ke gereja." Ucap pemuda bongsor itu.
Rumah Syafa mendadak ramai. Ia menjadi satu-satunya makhluk paling cantik.
"Kok Kang Gilang aja yang dibuatin teh? Kita mana?" Protes Syabil.
"Mana kakak tau kalian jadi sebanyak ini? Minum teh di gerobak bubur Mang Asep aja sana. Buruan kalo mau main basket. Keburu direbut anak-anak RT sebelah." Usir Syafa.
Para pemuda itu langsung bubar dari ruang tamu. Menyisakan Gilang yang masih meminum tehnya.
"Mau dibawain sarapan apa?" Tanya Gilang saat sudah berdiri di ambang pintu.
"Mau beliin?"
"Ya ngapain akang tanya kalo nggak dibeliin, Syafa."
"Bubur ayam aja. Sambel sama kerupuknya yang banyak." Ujar gadis itu sambil memamerkan cengiran.
Kapan lagi dapat bubur gratis. Biasa juga gadis itu yang harus merogoh kocek karena menjadi korban palak adik-adiknya.
.
.
."Wah..."
Begitu keluar kamar, aroma sedap dan gurih dari bubur ayam langsung menggoda penciuman Syafa.
Gadis itu tersenyum sumringah karena buburnya sudah disiapkan dalam mangkuk.
"Tumben disiapin gini? Biasa juga masih dalam plastik sampai dingin." Sarkas Syafa pada Syabil yang sedang duduk di meja makan.
"Ya kalo gue, jelas tergeletak gitu aja. Masalahnya Kang Gilang yang nyiapin."
"Orangnya mana?"
"Pulang."
"Kok nggak bilang mau pulang?"
"Ntar balik lagi. Katanya kakak juga siap-siap. Mau di ajak kondangan."
"Kondangan?"
Syafa menarik kursi makan dan duduk. Saat ini yang paling penting adalah memuaskan rasa laparnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.