39. Good Time

3.6K 480 13
                                    


"Sore, Bu..." Sapa para murid saat berpapasan dengan Syafa saat jam pulang sekolah.

Anak-anak menyapa dengan santun sebelum berlarian menuju area luar sekolah.

Syafa sendiri berjalan santai. Lagipula belum terlalu sore. Ia bisa menikmati suasana hening sekolahan. Beberapa hari ini Syana juga tidak membawa motor. Adiknya itu lebih sering menumpang karena merelakan motornya dipinjam oleh Syandana.

"Beneran nih, kakak nggak ikut naik mobilnya Maula?" Sekali lagi Syana bertanya. Mereka bertemu di koridor yang menghubungkan ruang kelas, ruang guru, dan lobi depan.

"Iya bener. Paling ntar mau mampir sebentar ke swalayan gitu. Ada yang mau kakak beli."

"Oke."

Si bungsu mengangguk. Seperti murid lainnya, ia mencium tangan Syafa sebelum pergi ke parkiran sekolah.



"Mau bareng, Bu?" Tawar Bu Leni.

"Terima kasih. Saya mau mampir sebentar. Kendaraan umum juga banyak kok, Bu." Tolak gadis itu.

"Yaudah, duluan ya." Bu Leni melajukan motornya.

Kini sekolahan terlihat sepi. Hanya ada beberapa murid yang bertahan karena dapat jadwal piket sore.

Langkah kaki Syafa dengan santai menapak halaman sekolah. Lagi dan lagi memejamkan mata sejenak untuk menikmati udara sore.

"Taksi, Kak?"

Suara itu berasal dari depan Syafa. Ia membuka mata. Seketika pemandangan senyum lebar seorang Gilang terpampang di hadapannya.

"Kok akang di sini?" Tanya gadis itu heran.

"Lewat aja pas pulang kantor. Terus lihat kamu berdiri kayak patung. Berhenti deh." Lelaki itu menatap gedung sekolah yang mulai sepi. Beberapa murid mulai keluar setelah selesai piket sore.

"Mari, Bu..." Ucap mereka saat melewati Syafa dan Gilang.

"Ayo, akang anterin pulang." Ajak lelaki itu. Ia menarik tali tas selempang yang digunakan oleh Syafa. Menyeret gadis itu untuk mendekat ke mobil yang ia parkir di pinggir jalan.

"Kang." Gadis itu tampak ragu. Ia masih berdiri di depan pintu mobil. "Nggak apa-apa mampir sebentar kan?"

"Nggak masalah." Gilang masuk ke dalam mobilnya dan Syafa pun mengikuti.

"Ke mana, Kak?" Canda lelaki itu.

"Swalayan ya, Pak." Gadis itu mengikuti permainan Gilang.

.
.
.

Sebagai seorang pria, Gilang merasa wajib untuk menjadi pemegang keranjang belanja. Lelaki itu sibuk menyamai langkahnya dengan Syafa yang ternyata bergerak lincah ke satu rak ke rak lain.

"Cari apaan sih, Fa?" Tanya lelaki itu.

"Nih." Syafa menjulurkan pembalut ke hadapan Gilang dengan santai.

"Oh. Kamu pakai yang ada sayapnya juga?"

"Hah? Emang akang pakai juga?"

"Pakai dong pas lagi em." Canda lelaki itu. Ia tertawa renyah dan tidak merasa risih berada di deretan rak pembalut.

"Pasti udah biasa beliin buat teteh ya?" Tebak gadis itu.

"Ya gitu. Awalnya malu banget tiap di minta tolongin. Lama-lama biasa aja. Pembalutnya kan bersih, ada dalam plastik."

"Betul sih."

"Apa lagi? Jamu anti kram perut juga?"

"Nggak, Bang. Mau beli es krim aja." Setelah berucap itu, Syafa berlari menuju freezer. Biasanya Syafa membeli es krim dalam ember lima liter.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang