36. Setiap Kisah Punya Akhir Berbeda

3.6K 447 15
                                    


Patah hati lagi?

Yup!

Tapi kali ini berbeda. Syafa tampak lebih tegar. Bahkan gadis itu tidak menangis sama sekali. Jauh berbeda ketika di tinggal oleh Sadewa dulu.

"Mungkin karena perasaan lo belum deep." Tutur Rio. "Heran deh, kenapa lo selalu bareng gue pas lagi patah hati?"

Syafa terkekeh, "kebetulan aja kali. Ini juga kita nggak sengaja ketemu kan?"

Syafa dan Rio memang kebetulan bertemu di sebuah swalayan. Sepulang mengajar, gadis itu ingin membeli beberapa bahan makanan titipan bunda. Sementara Rio berniat membeli camilan untuk nobar pertandingan bola bersama adik-adiknya.

Karena sedang bersama, akhirnya Rio berinisiatif mentraktir Syafa di food court swalayan tersebut.

"Masih bisa senyum pula." Cibir Rio. "Kasihan mantan lo. Ternyata nggak ditangisin."

"Ya nggak gitu, Yo. Kakak juga sedih. Bhumi tuh... hampir sempurna."

"Lebih dari Sadewa nggak?"

Ekspresi wajah gadis itu berubah muram, "jangan disebut dulu. Belum lupa soalnya."

Melihat itu Rio tertawa renyah. Ia menumpukan dagu dengan tangannya. Lalu menatap Syafa dengan seksama.

"Yup! Emang Kak Syafa itu salah satu spesies wanita sadis." Ujarnya. Alhasil, lelaki itu dihujani tinjuan lemah di bahu.

"Udah ah. Mau balik dulu." Gadis itu merapikan tas belanjaannya. Bersiap pulang. Apalagi hari sudah mulai gelap.

"Gue anterin."

"Nggak usah. Kakak lagi pengen sendiri." Tolak Syafa.

Gadis itu tersenyum singkat, lalu menepuk pelan kepala Rio dengan susah payah karena lelaki itu sangat tinggi.

Tidak seperti biasa, lelaki itu tidak memaksa. Ia membiarkan Syafa berjalan sambil menenteng tas belanjaan besar. Keluar dari swalayan dan berbaur dengan para pejalan kaki di depan sana.


.
.
.



Udara sore ini sedikit lebih sejuk karena langit yang mendung. Tapi tanda-tanda hujan turun belum juga terlihat.

Jujur, Syafa menikmati waktu sendirinya.

Ia berjalan kaki menuju halte yang lebih jauh, karena masih ingin sendirian.

Pikirannya melayang, hatinya terasa tidak enak. Bayangan wajah Bhumi semalam terus berputar dalam ingatannya.

Apa aku sekejam itu?

Apa keputusanku udah tepat?

Apa Bang Bhumi baik-baik saja?

Bagaimanapun, Syafa juga punya hati. Ia tahu rasanya ditinggalkan.

Tapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mulai menghubungi Bhumi lebih dulu.

Tanpa terasa, ia sudah sampai di halte berikutnya. Gadis itu pun duduk sambil menunggu bus. Tatapan matanya mengarah pada jalanan di depan sana.

Kenapa cerita asmaraku ngenes terus akhirnya?

Bus jurusan lingkungan rumah Syafa berhenti. Gadis itu segera naik bersama beberapa penumpang yang menunggu di halte juga.

"Syafa!" Panggilan itu membuyarkan segala pelik pikirannya.

Di deretan bangku paling belakang, ia melihat sosok Gilang. Lelaki itu tersenyum lebar memamerkan lesung pipinya.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang