Perasaan Sadewa membuncah senang ketika kembali ke rumah orang tuanya di Surabaya. Pasalnya, rasa lelaki itu akan terbalas.
Belum pasti sih... tapi ia yakin dengan perasaan Syafa untuknya.
Bagi lelaki itu, Syafa adalah gadis pertama yang telah membuat hatinya gelisah. Cinta monyetnya.
Sejak mereka SD, Sadewa selalu bilang pada sang ibu bahwa akan menikah dengan Syafa. Respon wanita itu hanya tertawa kecil dan mengaminkan.
Lantas harapannya pupus ketika ayah Sadewa harus kembali di tugaskan ke kampung halaman mereka. Itu artinya, ia berpisah dengan Syafa.
Sadewa kecil sangat sedih. Apalagi dahulu, tidak ada cara yang efektif untuk bisa terus terhubung dengan gadis itu.
Mungkin takdir memihak padanya. Ketika Sadewa kembali dan mengajar di sebuah sekolah elit, ia dipertemukan oleh cinta monyetnya.
Di pagi buta itu, Sadewa terpana. Meski awalnya ragu. Namun wajah Syafa tidak banyak berubah. Apalagi saat mereka akhirnya berkenalan.
Bagai mimpi, keduanya bisa akrab kembali. Syafa juga menjelma menjadi sosok wanita cerdas dengan pemikiran-pemikiran kuat yang sangat Sadewa kagumi.
Syafa bukan wanita lenjeh dan manja. Wanita itu mandiri dan selalu percaya diri dengan apa yang ada dalam dirinya.
Maka, Sadewa semakin jatuh dalam lubang pesona. Terperosok semakin dalam tanpa ada ujungnya.
"Bu, sebelum Sadewa berangkat, Sadewa mau nikah." Ucapnya pada ibu ketika ia baru sampai rumah.
Ya. Sadewa mendapat beasiswa untuk melanjutkan studinya. Bukan di dalam negri, tapi di Jerman. Karena seluruh dokumen identitasnya masih domisili Surabaya, ia harus pulang untuk mengurus segalanya.
"Oh ya? Wahhh... ibu sih setuju banget. Terus kamu mau boyong istri kamu juga?"
Sadewa mengangguk mantap.
"Syukurlah. Setidaknya kamu nggak sendirian. Ada temennya dan ada yang urus juga." Ibu tersenyum meneduhkan. "Siapa kira-kira calonnya?"
Lelaki itu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum misterius. "Nanti Sadewa kasih tau. Pokoknya ibu sama ayah siap-siap aja untuk ngelamar."
Ia hanya ingin memastikan hingga Syafa benar-benar menyatakan kebersediaannya untuk menjadi pendamping dalam hidup lelaki itu.
.
.
.Hari Sadewa begitu sibuk. Ia harus mengurus segalanya. Bolak-balik kelurahan, kecamatan, sampai kantor imigrasi.
Sore itu ketika akhirnya ia sampai rumah, Sadewa mendapati seorang gadis berdiri di depan rumahnya yang kosong.
"Melati?" Ucap lelaki itu.
Gadis bernama Melati itu tampak memelas. Matanya bengkak karena menangis.
"Sadewa." Gumamnya lalu menangis dengan kencang.
Melati bukanlah orang asing. Ia teman akrab Sadewa sejak SMP.
"Kamu kenapa?" Tanya lelaki itu. Ia memegang bahu Melati.
Gadis itu tidak mau bicara, malah menghambur ke dalam pelukan Sadewa.
Lelaki itu mematung. Ia merasa sedikit risih, tapi tidak enak untuk mendorong tubuh Melati.
"Tolong aku, Dewa." Ucapnya di sela isakan.
"Kamu mau minta tolong apa?"
"Nikahin aku."
"Hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.