"Kita..." Ucapan Bhumi menggantung. Klakson dari mobil belakang membuat lelaki itu harus kembali fokus pada jalanan di depan.Tapi Syafa tetap menanti. Gadis itu terus menatap wajah Bhumi yang sedang fokus menyetir.
"Kita pacaran?" Tanya Syafa.
Mendengar itu Bhumi terkekeh. Ia tersenyum simpul, lalu menatap sekilas mata Syafa.
"Kayaknya terlalu kekanakan kalau disebut pacaran."
"Terus apa?"
"Hmm... pasangan berkomitmen?"
Syafa berdecak. Gadis itu tidak puas dengan jawaban Bhumi.
"Terserahlah." Ucap gadis itu pada akhirnya.
Jika harus jujur, ia masih belum sepenuhnya yakin dengan Bhumi. Tepatnya dengan keluarga lelaki itu.
Hari ini, ia merasa kerdil dan dipermalukan saat bersama keluarganya. Tapi melihat bagaimana Bhumi seyakin itu dengannya, Syafa jadi ingin mencoba. Toh, baru sekali ini bertemu keluarga Bhumi. Mereka belum mengenal bagaimana dirinya.
"Syafa." Panggil Bhumi saat gadis itu akan keluar dari mobil.
"Ya?"
"Lelaki itu tersenyum simpul. Jangan kapok ya... Aku bakalan kasih pengertian ke ibu dan lainnya juga."
Entahlah, Syafa selalu mengangguk dan berkata iya setiap kali Bhumi bicara.
Ada apa ini?
Bukan Syafa sekali. Bahkan dengan Sadewa dulu, gadis itu masih mampu membantah atau memberi argumen panjang lebar.
"Itu artinya, kamu udah jadi bucinnya Bhumi. Gejalanya sama sanget kayak akang ke Nata. Nurut-nurut aja." Celetuk Gilang.
Pulang mengajar di hari senin nan mendung, senior dan junior saat di kampus dulu tidak sengaja bertemu di dalam bus.
Sudah berapa kali mereka bertemu dalam keadaan tidak janjian seperti ini. Secara acak bertemu di jalanan.
Berhubung masih cukup sore, bus belum penuh. Maka dari itu, mereka bisa duduk santai dan berbincang di sepanjang perjalanan.
Syafa juga bercerita tentang pertemuannya dengan keluarga Bhumi yang membuat Gilang geram dan ikut emosi.
"Sebawelnya mamah, nggak pernah tuh sampai ngomong nyelekit ke Nata kalau dia pas main ke rumah. Mamah tetap nyambut ramah." Entah sedang pamer atau bagaimana, Gilang berucap jumawa.
"Masa sih?" Tanya Syafa dengan skeptis.
"Nggak juga sih. Senyum mamah tetep maksa." Lirih lelaki itu. "Tapi Nata selalu berusaha ambil hati mamah. Pasti tanya-tanya kesukaannya apa. Jadi pas datang lagi, bawa sesuatu yang mamah suka.
"Terus?"
"Ya... mamah jadi agak ramah dikit."
Gadis itu mencebik saat melihat reaksi sang senior.
"Tanggapan saudara-saudara akang gimana?"
Jelas sekali Syafa penasaran, pasalnya ia tidak mendapat sambutan hangat dari para saudara perempuan Bhumi.
"Teteh sih tetep baik. Malah Deket sama Nata." Lelaki itu mengingat-ngingat lagi. "Keluarga lain atau sepupu sih, biasa aja. Lagian jarang ngumpul juga. Pada jauh tinggalnya. Rata-rata sih nggak mau ikut campur. Mau akang sama tetehnya akang jungkir balik juga sebodo amat."
Ah... irinya. Pasti itu tidak membuat Nata menjadi terlalu terbebani. Andai keluarga Bhumi juga begitu.
Ya, harapan yang hanya menggantung menjadi angan. Semoga saja semua bisa lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.