14. Well done, Medium, Rare

4.5K 499 37
                                    

Hari ini sepulang mengajar, Syafa punya janji temu dengan sahabat lekatnya sejak masih kecil. Sally namanya. Sudah lama sekali memang mereka tidak hang out bersama. Ya... namanya juga hidup sebagai orang dewasa. Bukan lagi anak remaja yang punya waktu luang. Kehidupan di dunia dewasa memang begitu. Waktu seakan berlalu dengan cepat. Dua puluh empat jam itu rasanya kurang sekali. 

"Agak nyesel juga sih ngambil spesialisasi ortopedi. Harusnya ngikutin jejak papa sama om Aciel." Curhat Sally. 

Ya memang begitu kalau keduanya bertemu. Sally yang satu tahun lebih muda, akan curhat lebih dulu. Nanti, Syafa akan dapat waktu di penghujung pertemuan. 

"Bukannya malah lebih ribet jadi dokter bedah anak?" Tanggap gadis itu. 

"Iya... tapi kasusnya nggak tiap hari ada. Bayangin di IGD tuh tiap hari pasti ada aja yang kecelakaan sampai patah tulang." Sally yang jelita memanyunkan bibirnya. Cemberut. 

Syafa adalah satu dari sedikit orang yang mengetahui sifat bawel dan manja seorang Sally. Orang lain yang tidak tahu pasti akan mengira Sally adalah gadis dingin yang pelit senyum. Untungnya ia cantik. Sangat cantik malah. Terkadang Syafa merasa seperti kentang jika bersanding dengan sahabat kecilnya itu. 

Salah satu yang membuat hubungan pertemanan mereka sangat awet, karena punya kesamaan. Keduanya menjunjung tinggi kesetaraan gender. Laki-laki dan perempuan tidak bisa dan tidak boleh over power satu sama lain. Mereka juga jarang sekali curhat tentang laki-laki. Lebih pada masalah pekerjaan. Atau dulu, tentang sekolah. Atau bahkan tentang kelakuan adik-adik mereka. maklum, mereka juga terlahir sebagai anak sulung dalam keluarga masing-masing. 

Syafa dan Sally mengeluarkan tatapan berbinar saat pesanan mereka datang. Daging steak kesukaan keduanya.

Walau sama-sama daging, tapi selera mereka berbeda. Syafa suka yang well done, sementara Sally memilih medium.

"Aku belum pernah coba yang rare." Ucap Syafa.

"No no... cukup sampai medium aja. Rare itu masih cukup mentah dan... you know, nggak bagus untuk kesehatan." Celetuk Sally.

"By the way, kemarin aku lihat kamu pulang naik mobil sama cowok. Ganteng. Siapa? Pacar?" Tanya Syafa. Beberapa kali memang ia tidak sengaja melihat Sally saat sedang berada di jalan pulang dari kerja.

Rumah Sally dan Syafa memang jaraknya tidak begitu jauh. Masih dalam satu kawasan. Beda komplek saja. Kalau keluarga Syafa tinggal di perumahan dengan rumah-rumah minimalis dan luas seadanya. Punya halaman sempit dan garasi sudah cukup mempersempit luas rumah.

Sementara keluarga Sally tinggal di perumahan dengan rumah-rumah berukuran lebih besar. Walau tidak mewah, tapi ya... kalangan tertentu saja yang bisa tinggal di sana.

Oh ya... Sally ini adalah kakak sepupu Rio. Papa gadis itu adalah kakak kandung maminya Rio.

"Itu anak departemen sebelah. Nyebelin banget orangnya. Suka sok asyik. Kebetulan berapa kali papasan terus dia nawarin aku numpang. Nggak tega lihat cewek jalan kaki naik angkot, katanya." Cerita Sally.

Syafa terkikik, "itu modusnya jelas banget."

"Emang. Tapi ya... daripada aku jalan, ikut aja deh."

"Kak Syafa sendiri gimana? Udah ada calon pendamping? Masih kondangan ditemenin Dana, Syabil, Syafiq, Syana?"

Gadis itu menatap Syafa. Menuntut jawaban. Ini adalah waktu baginya untuk mulai bercerita. Bertukar posisi. Sally siap menjadi pendengar untuk Syafa.

Perlahan Syafa menghembuskan napas. Ingatannya melayang pada beberapa waktu lalu. Tentang ucapan Sadewa.

"Menurut kamu, kalau ada yang tiba-tiba bilang 'kamu kompatibel buat aku. Cocok buat jadi ibu buat anak-anak aku' gimana?" Syafa mengutip ucapan Sadewa tempo hari. Tidak sama persis, tapi mirip.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang