Sore ini sepulang kerja, Syafa disibukkan dengan beres-beres kamar. Ia memang sama sekali belum merapikan kamarnya. Mungkin sudah seminggu.Tapi tidak banyak yang bisa ia rapikan, karena perkakas yang memang minimalis.
Hanya saja, ia risih dengan isi lemarinya. Ada banyak baju tak terpakai yang harus segera di pilah. Karena bunda bilang mau membawa beberapa pakaian layak pakai untuk disumbangkan besok, gadis itu pun langsung saja membongkar isi lemarinya.
"Ini singkirkan. Ini juga. Oh... ini baju dari jaman kuliah." Gumamnya.
Seluruh pakaian yang tidak lagi ia butuhkan, dilipat rapi. Kemudian baju lainnya mulai ia susun di lemari.
Saat sedang menggantung pakaian, mata Syafa tertuju pada kotak kardus yang teronggok di bagian bawah lemari gantungan.
Ia lupa apa saja yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu, setelah beres dengan baju, ia mengeluarkan kotak tersebut.
"Ini dokumen-dokumen waktu kuliah dulu." Ucapnya sambil tersenyum. Memori di masa muda menariknya kembali. Sibuk tapi menyenangkan.
Tapi ada satu barang yang membuat keningnya berkerut.
"Album foto?" Gadis itu lupa dengan barang tersebut.
Ia membukanya. Seketika bibir Syafa mengembangkan senyum. Foto-foto itu adalah kegiatan yang pernah ia jalani di kampus saat ikut berorganisasi.
Potret keseruan di dalamnya terekam apik dalam gambar-gambar itu.
"Ada Kang Gilang juga."
Dalam satu foto, tampak Gilang berpose aneh. Sejak dulu, susah sekali mendapat foto proper lelaki itu. Ia lebih senang membuat pose dan ekspresi konyol.
Sambil membuka lebih banyak lembaran album, senyum gadis itu terus merekah. Ia senang sekali bisa bisa mengingat keseruan di usia awal dua puluhnya.
"Permisi." Suara seseorang di depan pintu menginterupsi kegiatan Syafa. Ia menoleh dan mendapati Kang Gilang berdiri di ambang pintu.
"Loh? Ada Kang Gilang." Ucapnya.
Lelaki itu tersenyum lebar, "iya nih. Dari tadi ngasih salam nggak ada yang sahutin. Mana pintu depan kebuka. Pas masuk nggak ada orang. Eh, orangnya lagi ngerem di kamar." Jelas lelaki itu.
"Nggak ada orang emang? Beneran?"
Gilang mengangguk, "sini deh. Masa akang harus ngomong dari depan pintu sih?"
Benar juga. Syafa akhirnya keluar kamar sambil membawa album foto itu. Lumayan, bisa dilihat bersama Kang Gilang.
"Kok akang dulu sukanya gaya aneh-aneh sih?" Tanya Syafa.
Gilang dan Syafa duduk bersebelahan di sofa. Mereka melihat album foto semasa kuliah itu bersama-sama.
"Habisnya kalo pose keren, ntar banyak yang baper." Ujar lelaki itu dengan penuh percaya diri.
Keduanya tertawa. Syafa ingin sekali menoyor kepala Gilang, tapi lelaki itu lebih tua, rasanya tidak sopan.
"Tapi dulu tuh, banyak loh yang baper ke akang. Katanya akang tuh ganteng, tapi juga kocak. Sayang, akang kayak nggak peduli aja ke mereka. Waktu pada serius, malah akang bikin bercandaan." Cerita Syafa.
"Tau sih. Sengaja akang tuh waktu itu. Habis bingung kalo mau nolak gimana. Daripada pada sakit hati kan, akang bercandain aja." Aku Gilang. "Dulu, kamu pernah ikutan baper sama akang nggak? Kita kan sering barengan tuh, gara-gara kamu anak buahnya akang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.