35. Pertimbangan

3.3K 471 24
                                    


"Sebentar aku kesana, Bang."

Baru saja Syafa sampai rumah sepulang bekerja, ia harus kembali mengeluarkan sepatunya.

"Bil, anterin kakak dong." Pinta gadis itu pada Syabil yang baru saja memarkir motor di depan garasi.

"Mau ke mana? Capek nih, Kak." Keluh Syabil. Pemuda itu juga baru pulang bekerja.

"Please. Anterin ke rumah sakit. Soalnya ibunya Bang Bhumi di opname." Jelas gadis itu.

"Oke." Syabil pun mengalah. Ia kembali mengeluarkan motor. Lalu meminta sang kakak segera naik.

Selama dalam perjalanan, Syafa merasa bingung harus bagaimana nanti. Pasalnya, keluarga Bhumi dua bulan ini tidak menunjukkan perubahan sikap terhadap dirinya.

Jujur, gadis itu amat sangat ragu tentang masa depannya bersama Bhumi.

Lelaki itu memang baik. Bagi Syafa sangat sempurna. Tapi jika mereka akan ke jenjang yang lebih serius, tentu keluarga juga harus menjadi pertimbangan.










Lokasi rumah sakit yang cukup dekat dari rumah, membuat perjalanan hanya memakan waktu lima belas menit.

Gadis itu segera turun dan berjalan menuju ruang perawatan di lantai tiga. Ia melihat Bhumi sedang duduk di luar ruang rawat bersama adiknya. Nurma.

"Bang, ibu gimana?" Tanya Syafa.

"Alhamdulillah, sudah baikan." Lelaki itu tersenyum hangat. Wajahnya tampak kuyu. Bahkan seragamnya tidak lagi rapi.

"Sama siapa, Kak?" Tanya Nurma dengan ketus. Tatapan matanya tertuju pada Syabil yang sejak tadi mengekori kakaknya.

"Oh, ini adikku. Syabil." Gadis itu memperkenalkan Syabil pada Nurma.

"Adik beneran kan? Bukan pacar simpanan?"

"Nurma!" Tegur Bhumi.

Sejak melihat kedatangan Syafa, Nurma sudah memandangnya dengan ketus dan menghakimi.

"Soalnya mbak April waktu itu lihat dia di acara kondangan sama cowok lain, Mas. Ada fotonya loh." Adu Nurma.

"Itu temannya. Aku juga kenal." Bhumi membuka suara.

Berbeda dengan Syafa yang hanya diam saja. Percuma membela diri, Nurma sangat keras kepala dan hanya mau percaya dengan pemikirannya sendiri.

"Kak, gue tunggu di depan ya..." Syabil jadi merasa tidak nyaman juga.

"Iya. Kakak jenguk sebentar aja kok."

Bhumi menarik tangan Syafa agar mengikutinya masuk ruang rawat yang ternyata ada penjenguk lain. Seorang wanita seumuran ibu, dan seorang gadis yang mungkin lebih muda sedikit dari Syafa.

Senyum sumringah ibu seketika buyar saat melihat kedatangan Syafa. Bahkan tidak mau repot-repot menatapnya.

"Assalamualaikum, Ibu." Sapa gadis itu, berusaha santun. Ia meraih tangan ibu untuk memberi salam, namun dengan cepat ditarik.

"Bhumi, ibu masih ada tamu." Ujarnya. Malah tersenyum hangat sambil menatap wanita muda yang mengambil tempat duduk di sisi ranjang satunya.

"Bu, Syafa datang buat jenguk juga."

"Ya udah. Udah lihat kan, ibu sakit. Itu juga gara-gara dia bikin ibu tambah stress."

"Bu..." Bhumi juga kehabisan kata.

Syafa menghela nafas, lalu keluar kamar dengan hati sesak.

Penolakan kali ini lebih parah. Memang apa lagi salahnya?

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang