45. Menuju H

4.6K 514 19
                                    

Gugup?

Tentu saja. Syafa juga gugup dan khawatir seiring dengan semakin dekatnya hari H pernikahan. Tapi mungkin alasan gugupnya berbeda.

Gadis itu masih takut dan belum yakin apa keputusannya sudah benar. Ia juga khawatir, apa segalanya akan sesuai rencana? Bagaimana jika Gilang berubah pikiran karena sadar tentang perasaannya pada Nata masih besar. Bagaimanapun, Nata telah mengisi hati dan hari Gilang selama lebih dari tiga tahun.

Kegelisahan itu menjadi-jadi di hari ketiga sebelum acara. Berbagai alasan untuk menunda ia pikirkan. Sampai-sampai gadis itu susah tidur. Menyebabkan lingkaran hitam di matanya tercetak jelas.

"Masa pengantinnya malah punya mata panda sih?" Tegur Sally. Gadis itu secara khusus meluangkan waktunya untuk menemani Syafa di rumah.

Kali ini, si cantik Sally datang membawa berbagai jenis skin care untuk merawat kulit Syafa.

"Berhubung Kak Syafa nggak suka banget ke salon, jadi aku bawa salonnya ke sini." Sally tersenyum hangat. "Asisten, masuk."

Gadis muda lainnya masuk ke kamar Syafa. Selina namanya. Adik Sally yang setahun lebih tua dari Syafiq. Ia masuk membawa kotak make up dan satu tas kanvas.

"Mulai dari luluran." Ucap Sally sambil mengeluarkan lulur dari dalam tasnya.



Kini tiga gadis itu rebahan di kasur. Wajah mereka tertutup maker yang masih basah.

"Gimana perasaan kakak sekarang? Nggak nyangka aja, akang yang kita ketemu di bioskop itu malah mau jadi suami kakak." Sally terkikik. Ia ingat pertemuan tidak sengaja mereka dengan Gilang di bioskop waktu itu.

"Itulah yang namanya misteri jodoh." Sahut Selina. "Gue juga udah pernah ketemu. Dulu pernah dianterin pulang pas ada acara di kantor Mas Rio. Cakep orangnya, baik juga." Cerita Selina.

"Oh iya?" Syafa merasa dunianya sesempit itu. Fakta bahwa Gilang adalah pegawai di kantor milik papinya Rio saja masih terasa tidak nyata.

"Kayaknya tahun lalu deh. Kalo sekarang ketemu lagi paling dianya nggak inget. Gue juga baru inget pas dikasih lihat fotonya sama Syana." Lanjut gadis dua puluh tahun itu.

Gilang.

Siapa yang menyangka bahwa seniornya di kampus yang senang sekali menjahilinya itu akan menjadi pendamping hidup. Sungguh tak terduga.

.
.
.

Mendekati hari H, ada banyak tamu mampir ke rumah. Khususnya para sahabat ayah. Entah sekedar mengobrol atau memberi kado lebih dulu. Seperti Rio.

"Nih." Lelaki itu menyerahkan sebuah amplop pada Syafa.

"Apa nih? Duit?"

"Bukan. Coba buka aja."

Syafa segera membuka amplop dan membaca secarik kertas di dalamnya.

"Ini..." Gadis itu menatap Rio tidak percaya.

"Tiket pesawat sama voucher hotel. Buat bulan madu. Ini nggak seberapa sih." Ucap lelaki itu.

"Rio..." Syafa jadi terharu. Gadis itu memeluk singkat lelaki yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. "Makasih ya."

"Ini sih kecil buat gue. Asal Kak Syafa happy, gue udah seneng kok." Ucap lelaki itu dengan tulus.

Syafa tersenyum lebar. Lalu mengajak Rio untuk bergabung dengan kerabat lain yang sedang berkumpul menikmati kudapan sore.




Pagi di hari H. Syafa sudah duduk di depan meja riasnya. Gadis itu memasrahkan segala urusan rias pada ahlinya.

"Pokoknya jangan lebay. Apalagi sampai orang-orang nggak ngenalin aku, Mbak." Pesannya pada mbak perias.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang