17. Bimbang

3.6K 468 12
                                    


Tidak pernah Syafa kira, urusan hati akan menjadi pelik begini. Pada satu sisi, Sadewa telah menariknya ke dalam lubang gamang. Lalu ada Elang yang datang menyirami perasaan berbunga di masa lalu. 

Bingung?

Itu pasti. 

Sementara Syafa tidak yakin ke mana hatinya berlabuh. Memilih dua lelaki mempesona itu bagai harus menjawab pertanyaan, 'pilih bunda apa ayah?'

Susah. 

Jadi, ia suka keduanya?

Ya jelas suka. Kalau tidak, pasti ia sudah menghindar dengan sekuat tenaga. 

"Ternyata kakak tercinta gue tuh masuk dalam jajaran fakgirl." Cibir Syandana setelah mendengar curahan hati sang kakak.

Syafa tidak bisa cerita pada bunda, ayah, apalagi adiknya yang lain. Bisa tambah kusut benang masalahnya. 

"Terus aku harus gimana?" Tanya gadis itu. Ia menghela nafas dan menatap langit-langit kamarnya. 

Saat ini, kakak-beradik itu ada di kamar Syafa. Hari masih siang, kebetulan Syandana sedang cuti. Syafa malah baru pulang diantar Sadewa karena sedang demam. 

"Kak." Panggil Dana. "Kalau di film-film, pasti tokoh yang ditanyai gini bakalan bilang…" lelaki itu memegang dadanya. "Dengerin kata hati." 

Syafa tergelak. Lucu melihat ekspresi sang adik yang berucap seperti tadi. 

Tapi jika dipikir-pikir, benar juga. Pada akhirnya saat otak sudah mentok, maka ikutilah hati. Karena rasa, susah untuk bohong. Apalagi jika punya insting dan kepekaan tinggi. Asal tetap berimbang dengan rasional. Supaya jatuhnya hati itu tidak buta. 


-


Jika mempertimbangkan aspek materi, Sadewa maupun Elang mungkin setara. Gaji di sekolah tempatnya mengajar bisa terbilang besar. Sementara perusahaan tempat Elang bekerja juga loyal. Ditambah posisi lelaki itu di kantor. 

Pertimbangan lainnya adalah perilaku. Jangan ditanyakan. Sama saja mereka itu. Santun. Tapi mungkin Elang lebih pemalu. 

"Apalagi ya?" 

Syafa mengetuk kepalanya dengan pulpen. Gadis itu sedang membuat list tentang Sadewa dan Elang. 

Luar biasa bukan?

"Kak!" Pintu kamar menjeblak. Cepat-cepat Syafa menutup buku catatannya. Lalu menatap Syafiq yang berdiri di ambang pintu kamar.

"Apa sih? Bisa ketuk pelan-pelan nggak?" Sungut gadis itu. 

"Nggak bisa. Ini penting banget. Buruan keluar, ada duel seru." Lapor si pemuda bongsor.

"Duel?"

"Iya. Antara Bang Dewa sama Bang Elang." 

Karena cara lapor Syafiq yang heboh, gadis itu segera melesat dari tempatnya. Setengah berlari menuju teras rumah. 

"Syafiq." Geram gadis itu.

Mana ada duel? Hanya Sadewa dan Elang yang sedang duduk di kursi dengan ponsel masing-masing. 

Suara tembakan khas game terdengar. 

"Yes! Saya menang!" Seru Sadewa dengan girang. Sementara Elang tampak kecewa. 

Keduanya tidak ada yang sadar bahwa Syafa sedang memperhatikan dari belakang.

"Sudah selesai mainnya?" Gadis itu bersuara.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang