"Maulah... orangnya baik kok. Sohib banget sama gue di kantor. Walaupun atasan, tapi asyik gitu." Ujar Syandana.
Syafa yang sedang mencelup kakinya di kolam, hanya memandang wajah sang adik dengan kening mengerut.
"Hmmm..."
"Mau aja, Kak. Biar move on gitu." Syabil ikut menimpali.
"Kalo nggak mau, ya sama Mas Rio aja sih. Nggak masalah lebih muda dikit." Celetuk Malik.
"Emang masalahnya apa sih, lebih muda dikit doang. Gue mapan loh, Kak." Rio yang sejak tadi curi dengar, keluar juga dari persembunyiannya.
Langit sudah gelap ketika para dewasa muda berkumpul di halaman belakang villa. Mereka duduk-duduk santai di pinggir kolam renang. Sementara para orang tua dan remaja, sedang asyik di bagian lain villa. Maklum, tempat liburan mereka itu punya bangunan serta halaman yang luas.
"Cie... Mas Rio..." Goda Syabil dengan nada jahil.
"Ya... kalo gue di posisi kak Syafa juga susah sih... Soalnya kan kita udah kayak sodara gitu." Syandana yang menurut Syafa punya otak paling normal memberi opini.
"Betul." Celetuk gadis itu dengan semangat.
Mendengar itu Rio hanya nyengir. Ia mengambil tempat duduk di sebelah Malik, adiknya.
"Atau gini aja. Untuk menghindari kejadian kemarin, setiap lelaki yang mau deket-deket Kak Syafa, harus kita audisi dulu." Rio memberi usul.
Empat orang lainnya yang menjadi teman bicara menatap Rio dengan tatapan tajam.
"Siapa lo, Mas? Itu sih urusan Bang Dana sama Syabil. Lo sama gue nggak perlu ikutan." Malik menggeleng heran.
"Iya nih. Lo bucin kakak gue? Gentle-nya langsung cuss lamar aja. Tuh ayah bunda kita ada di sini. Personil lengkap loh." Tantang Syabil.
"Ih... Kalian ini apa-apaan sih?" Syafa malah marah. Jujur, ia masih tidak ingin membahas masalah jodoh. Gadis itu harus mengentaskan rasa patah hatinya lebih dulu. Lagipula, belum lama juga Sadewa pergi dari kehidupannya.
Jika harus jujur, jauh dalam lubuk hati Syafa, ia masih mengharap pada Sadewa.
Tapi...
Kenyataan selalu menghantam. Ia sudah tidak pantas mengharap pada laki-laki yang telah terikat pernikahan. Seperti yang sudah ia dengar, Sadewa benar-benar menikah dengan temannya itu.
Ia beranjak. Kemudian masuk ke dalam villa. Alangkah lebih baik jika ia menyendiri untuk beberapa waktu. Keramaian hanya menambah sakit di kepala Syafa.
.
.
.Liburan itu berakhir seperti sedang berkedip. Padahal ya cukup panjang. Di awal tahun yang baru, Syafa membuka mata. Ia mengerjap dan tersadar bahwa esok harus kembali melakukan rutinitas.
Berlibur bersama sudah lewat dua hari yang lalu. Pembicaraan malam itu tentang kencan buta, tiba-tiba terngiang di otak Syafa.
Ia beranjak dari kasur. Lalu segera menemui sang adik, Syandana. Kebetulan sekali, lelaki tampan berlesung pipi manis itu sedang asyik memainkan ponsel di ruang keluarga.
"Dana." Panggil Syafa.
"Ya?"
Gadis itu tersenyum kecil. Ia kemudian duduk di sebelah sang adik.
"Temen kamu itu, emang umurnya berapa?" Tanya gadis itu.
Syandana meletakkan ponselnya ke atas meja. Lalu menatap sang kakak dengan mata menyipit. "Kakak mau nih, gue kenalin ke dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.