"Makasih, Pak." Ucap Syafa saat menerima paket berisi beberapa surat yang di kirim untuknya. Gadis dua puluh tujuh tahun itu memeriksa tiga amplop yang ternyata berisi undangan pernikahan.
Bulan ini ia sudah menghadiri dua pesta. Berarti dengan undangan yang baru, total ada lima acara yang akan Syafa datangi. Wow... banyak.
"Undangan lagi, Kak?" Tanya Syana si bungsu yang sedang asyik ngemil kacang sambil nonton ftv.
"Ya biasa.." tanggap Syafa. Gadis itu duduk di sofa, memepet si bungsu untuk meraih toples kacang.
"Nerima undangan mulu. Ngasih undangannya kapan?" Sindir Syafiq yang sedang sibuk menyeduh milo di dapur.
Satu tatapan tajam diperlihatkan Syafa. Walau hal itu sia-sia sebenarnya. Adiknya yang bertubuh bongsor itu mana takut. Kalau mau adu melotot, sepertinya Syafiq akan menjadi juara. Telak.
"Salah satu dari kalian bisa nemenin nggak? Minggu depan nih.." tanya Syafa.
"Ada tanding futsal." Jawab Syana.
"Idem! Geng gue tanding sama gengnya Syana." Sahut Syafiq. Pemuda itu berjalan ke arah dua saudaranya dan duduk bersila di karpet.
"Dana? Kamu minggu depan ada waktu lowong kan?" Kali ini pertanyaan beralih pada sosok Syandana yang baru keluar dari kamar mandi. Rambutnya setengah basah karen baru selesai mandi.
"Nggak tau. Mungkin gue minggu depan keluar kota." Pemuda dua puluh empat tahun itu berlalu, masuk kamar sambil menggosok kepalanya dengan handuk.
"Pada sibuk banget emang ya?" Gadis itu terlihat memelas.
"Kenapa nggak sama Bang Syabil?" Saran Syana.
"Katanya hari jumat sampai minggu mau pergi camping dia." Syafiq memberi informasi mewakili sang kakak -Syabil, yang sedang sibuk bermain di luar rumah bersama para sahabatnya.
Syafa menghela napas. Rasanya akhir-akhir ini, susah sekali mengajak adik-adik tercintanya untuk jadi partner kondangan. Padahal dulu, mereka seringkali bersemangat. Katanya lumayan bisa makan enak gratisan.
Ya... namanya waktu. Sekian tahun berlalu, para adik kini tumbuh dewasa yang punya kesibukan juga dunia mereka sendiri. Apalagi di waktu akhir pekan. Pastinya tidak ada yang mau melewatkan dua hari bagai surga itu hanya untuk berpesta berdesakan dengan banyak orang.
"Makanya, cari partner kondangan dong!" Ujar Syafiq.
"Lah ini kan lagi cari. Salah satu dari kalian biasanya ikhlas pada ikut." Gerutu gadis itu.
"Maksudnya yang permanen. Partner kondangan sekalian partner hidup bareng." Jelas Syana.
Syafa hanya memutar matanya. Pasti topiknya tidak jauh-jauh dari masalah pendamping hidup. Mentang-mentang gadis itu tidak punya calon untuk diperkenalkan pada orang tua. Tapi mau bagaimana? Realitanya memang tidak ada seseorang spesial sekarang. Mau di paksa seperti apa?
.
.
.
"Syafa!" Seru satu dari tiga wanita seumuran yang sedang berkumpul. Dandanan mereka aduhai tebal. Hingga pipi berbalur blush on itu nampak seperti luka lebam korban KDRT. Begitu menurut Syafa. Berbeda dengan teman-teman seusianya, gadis itu memang tidak suka berdandan. Kondangan pun terpaksa sekali rasanya harus menodai kulit wajah dengan make up yang sebenarnya tidak seberapa jika dibanding dengan apa yang teman-teman gadis itu pakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Kondangan (Complete)
RomanceDalam sebulan, Syafa bisa menghadiri lima kali kondangan. Sebenarnya tidak masalah, toh gadis itu senang-senang saja karena bisa mencicipi makanan gratis. Masalahnya adalah partner kondangan yang tidak pernah permanen.