38. Tak Semudah Membalik Telapak Tangan

3.6K 451 13
                                    


Di hari Sabtu yang cerah ini, Syafa memilih untuk rebahan saja di atas kasurnya. Gadis itu menggulir sosial media yang sudah lebih dari seminggu tidak ia buka.

Lalu matanya melihat satu foto di layar. Foto Sadewa yang tersenyum cerah sambil menggendong bayi lucu yang tampaknya baru saja lahir.

Tiba-tiba matanya memanas. Syafa belum sepenuhnya bangkit dari keterpurukan. Entah kenapa, sosok Sadewa sangat istimewa dalam relung hatinya.

"Kak..." Syafiq membuka pintu dengan tiba-tiba. Membuat Syafa tidak sempat menyeka air matanya. "Siapa yang bikin kakak nangis?"

"Nggak ada. Cuma habis nonton film sedih aja." Gadis itu mengajukan alasan.

"Beneran?" Pemuda itu masih curiga.

"Bener." Sementara Syafa berusaha meyakinkan. "Ada apa sih? Selalu deh masuknya nggak pakai ketuk pintu."

Syafiq nyengir. Lalu tubuh tinggi besarnya masuk sempurna ke dalam kamar sang kakak.

"Boleh bagi duit, Kak?"

"Buat apaan?"

"Bayar hutang sama Ugi. Tuh cewek nyebelin sumpah. Untung aja anaknya Pak RW." Dumal Syafiq.

"Lagi ngapain sih kamu ngutang sama dia?"

"Ada deh." Pemuda itu sok rahasia dan langsung menyambar selembar lima puluh ribu saat Syafa mengeluarkan uang dari dompet.

Gadis itu hanya bisa berdecak dengan tingkah adiknya yang random.

Setelah Syafiq keluar, gadis itu kembali rebahan. Ia terlalu malas untuk bergerak menutup pintu, jadi ia biarkan saja.

"Kak!"

"Apa lagi sih?" Syafa mulai emosi. Gadis itu bangkit dari tidurnya dan mendapati Syana berdiri di depan pintu kamar. Tidak sendirian, tapi bersama Gilang.

"Hai." Sapa lelaki itu.

Tubuh Syafa mematung. Cepat-cepat Syana menutup pintu kamar si sulung, lalu masuk ke kamar dengan melipir agar daun pintu tidak terbuka lebar.

"Kakak, beleknya sama ilernya. Ih." Si bungsu membersihkan kotoran di sekitar mata sang kakak dengan tangannya. Pun dengan sudut bibir kakaknya. "Masa nggak malu sih di lihat berantakan gitu sama Kang Gilang?"

"Yaelah, cuma Kang Gilang ini."

"Kakakku..." Syana yang dramatis memeluk si sulung. "Untung aja adikmu ini peduli denganmu."

Pemuda yang sebentar lagi masuk kuliah itu mengambil sisir di meja rias. Lalu menyisirkan rambut kakaknya.

"Kenapa sih, Na?"

"Itu Kang Gilang ngajakin jalan, masa kakak kayak gembel gini? Mandi sana! Adek bakalan ajak Kang Gilang jajan cilok dulu ya."

Syana berlari keluar kamar dan menutup rapat pintu kamar Syafa.

Sayup-sayup ia mendengar suara si bungsu mengajak Gilang pergi jajan cilok di lapangan depan komplek.

.
.
.

"Udah mandi kan?" Tanya Gilang pada Syafa yang terlihat rapi dan wangi saat kembali dari beli cilok.

"Udah dong."

"Cepet amat?"

"Mandinya semalem."

"Jorok. Tapi karena wangi, ya nggak apa-apa. Yuk!" Ajak lelaki itu.

"Mau ke mana nih?" Tanya Syafa.

"Pasti lupa. Kita kan mau ngajak mamah sama bunda jalan."

Gadis itu menepuk keningnya. Baru ingat. "Bunda sama Tante Ruri mana?"

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang