4. Cinta Pertama

7.4K 765 23
                                    


Sebenarnya mata Syafa masih terasa berat. Inginnya menutup sebentar saja. Tapi baru duduk di atas kasur, Dana sang adik menarik tangan gadis itu.

"Nggak baik habis subuh tidur lagi." Ucapnya.

Tapi ini hari libur dan kemarin Syafa baru lembur karena harus memeriksan tugas para murid. Belum lagi menyusun soal untuk ujian.

"Lima menit, Dan." Rengek Syafa.

Kadang tingkah kakak-beradik itu seperti tertukar. Dana yang lebih muda sikapnya malah dewasa. Makanya tidak salah jika orang-orang mengira Syandana anak sulung.

"Jangan, Kak. Mending ikut jogging sama kita." Masih memegang lengan Syafa, Dana menarik tubuh kakaknya agar bangun.

"Kak! Ayo! Biar sehat!" Seru Syafiq dengan suara berat nge-bass memekakan telinga. Mengalahkan alarm. Tidak heran jika bulan puasa tiba, ia selalu di daulat untuk berkeliling membangunkan sahur di sekitar komplek.

"Iya, iya." Gadis itu akhirnya bangkit dari kasur.

Terlihat sudut bibir Dana menyunggingkan senyun kemenangan. Sementara Syafiq yang berdiri di ambang pintu kamar langsung menarik tangan Syafa menuju teras depan.

"Fiq." Panggil Syafa.

"Iya, Kak." Sahutnya.

"Kamu mau jogging pakai sarung?" Mata gadis itu melihat ke arah kaki sang adik.

"Hahaha!" Tawa Syafiq membahana ke setiap penjuru rumah. "Lupa." Lalu cepat-cepat masuk ke kamarnya sendiri menyusul Syandana yang juga berganti pakaian.

Tiap subuh para lelaki di rumah selalu pergi ke masjid. Biasanya Dana yang paling pagi bangun dan bertugas membangunkan adik-adik lainnya. Syafa sendiri akan beribadah di rumah saja bersama bunda.

"Ayo! Ayo!" Kali ini Dana membawa satu pasukan lagi.

"Nana ngantuk, Bang." Rengek si bungsu.

Terkadang Syafa heran. Adiknya yang satu itu sudah delapan belas tahun tapi masih sering bertingkah manja. Apa mungkin karena bungsu?

"Ikut. Nanti Abang beliin bubur ayam." Bujuk Dana.

"Oke!" Syana tiba-tiba menjadi semangat. Ia melangkah cepat menuju teras dan memasang sepatu.

"Bang, gue lontong sayur ya..." pinta Syafiq.

"Hmm.." balas Dana.

Sama seperti Syana, Syafiq yang sejak awala bersemangat semakin enerjik.

"Let's go jogging!" Serunya heboh.

"Syafiq! Masih pagi, jangan teriak-teriak." Tegur bunda dari dalam kamar.

"Mulut lo, Bang." Sungut Nana sambil menempelkan telapak tangannya ke mulut sang kakak.

"Kak." Kali ini Dana yang memanggil. "Beli bubur sama lontong sayurnya, patungan ya?"

Sudah Syafa duga. Sejak awal ajakan ini memang mencurigakan. Biasanya Dana tidak pernah memaksa. Jika tidak ada yang mau ikut, ia akan pergi sendirian saja.

"Kasihan Bang Syabil." Gumam Syana saat keempatnya berlari kecil di pinggir jalanan komplek. Syafa yang berada di sebelah Sayana langsung menoleh.

"Kenapa si Syabil?" Tanya Syafa. Ia memang telat menangkap berit. Semalam dari dalam kamar memang gadis itu mendengar keributan.

"Sakit kan? Gara-gara begadang tiga hari buat nyelesaiin skripsi." Cerita Syana.

Well, sebagai satu-satunya perempuan dan tinggal dalan satu kamar sendirian, wajar jika Syafa tidak begitu tahu tentang kondisi sang adik. Apalagi sebelumnya juga ia sibuk dengan pekerjaan.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang