46. Adaptasi

4.3K 512 7
                                    

Layaknya sebuah buku baru, Syafa kini telah menorehkan sedikit coretan tinta pada kertas kosong di hidupnya.

Sudah satu Minggu berlalu sejak ia resmi menjadi pendamping hidup seorang Gilang. Lelaki yang tak pernah ia duga akan berada di sisinya sekarang.

"Syafa, ini oleh-olehnya mau diapain?" Tanya lelaki itu.

Mereka baru saja tiba di ibu kota pagi tadi, setelah menikmati liburan alias bulan madu. Hadiah dari Rio.

Tapi jangan pernah kira bulan madu mereka berjalan lancar dan penuh ke-uwu-an khas pengantin baru.

Tidak.

Terlebih Syafa, malah sengsara bukan main akibat mabuk laut.

Ya, pasangan baru itu mendapat hadiah berlayar di sekitar perairan komodo dengan kapal pinisi.

Awalnya, Syafa sangat bersemangat. Ia sudah berpesan pada Gilang untuk mengambil foto terbaik selama berlayar, tapi nyatanya Syafa dan Gilang tidak menikmati perjalanan.

"Di bungkus aja, Kang. Satu-satu biar adil." Gadis mengeluarkan satu tas khusus oleh-oleh.

Beruntung, kemarin mereka tidak harus menginap di kapal. Sehingga punya waktu untuk membeli beberapa cinderamata. Oleh-oleh yang dominan adalah gelang. Selain lebih murah, juga bagus dan bisa dibeli banyak tanpa menghabiskan tempat.

"Temen kantor akang berapa orang yang mau dibagi?" Tanya Syafa.

"Satu divisi aja. Tujuh orang." Jawab Gilang.

Maka dengan cekatan ia mengemas tujuh gelang. Syafa tidak lupa juga mengemas oleh-oleh yang sama untuk rekan gurunya.

"Punya akang aku masukin langsung ke tas kerja ya."

"Oke."

Dari atas kasur Gilang mengangkat jempol tangannya. Lelaki itu sedang sibuk membalas email yang berhubungan dengan pekerjaan.

Sepulang bulan madu, Syafa memang langsung menuju rumah Gilang. Mulai hari ini, rumah itu akan menjadi rumahnya juga. Sementara mamah akan lebih banyak tinggal bersama nenek di Bogor. Makanya, hari ini mamah pun tidak terlihat ada di rumah.

"Kang." Panggil Syafa. Ia berdiri di ambang pintu kamar. "Mau makan apa?"

Hari sudah sore. Waktu untuk makan malam semakin dekat. Sebagai seorang istri yang baik, Syafa tentu ingin menyiapkan makanan untuk suaminya.

"Apa aja. Tapi mending beli aja biar nggak mubazir."

Gilang tahu kalau Syafa agak payah dalam masak memasak. Lelaki itu juga tidak menuntut Syafa untuk bisa. Nanti, seiring waktu pastinya secara alami karena terbiasa, Syafa akan mahir sendiri.

"Nasi goreng ya." Gadis itu keluar kamar sambil mengetik di ponselnya.


.
.
.


Selama seminggu ini, menjadi istri Gilang tidaklah buruk. Lelaki itu memperlakukan Syafa dengan sangat baik. Ia tidak banyak menuntut dan selalu mendengarkan dimakan Syafa.

Tapi satu hal membuat gadis itu sedikit terganggu.

Gilang seringkali mengigau dan gelisah saat tidur. Jelas, itu membuat Syafa terganggu. Seperti saat ini.

Lelaki itu bergerak gelisah dalam tidurnya sambil mengerang seperti seseorang yang kesakitan. Peluh pun membasahi keningnya.

"Kang?"

Syafa mengguncang bahu lelaki yang tertidur di sampingnya.

"Nat..." Gilang mengigau.

Bukan pertama kalinya lelaki itu menyebut nama Nata dalam tidurnya. Bahkan Syafa sudah mendengarnya sejak hari pertama mereka menjadi suami istri.

Partner Kondangan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang