95. Little Sister

256 41 24
                                    

Laki-laki bersurai legam itu masih setia mengelus lembut rambut seseorang yang tengah bersandar didadanya, didekapnya erat tubuh mungil yang ia kira adalah adiknya itu.

Mulutnya dari tadi tak henti menggumam, melapalkan kata-kata menenangkan. Seolah hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya dia bisa menyalurkan sedikit kekuatan yang menenangkan.

"Kamu tahu bagaimana senengnya kakak saat akhirnya bisa nyentuh kamu lagi," ucapnya dengan sedikit senyuman yang tersemat dibelah bibir tebalnya.

Ridha yang sudah bisa mengendalikan dirinya karena rasa sakit dikepalanya kini sudah menghilang itu hanya diam, mendengarkan dalam diam apa yang pria—tidak—kakaknya katakan dengan hikmad, serta menikmati usapan dikepalanya yang entah kenapa membuat hatinya menghangat.

Gadis itu suka dielus-elus.

"Kamu tahu, kakak merindukan saat-saat kayak gini. Saat dimana kamu yang hanya bersadar pada kakak, Ji—"

"—Ridha," potong gadis itu cepat, dia merasa aneh saat dirinya disebut dengan nama asing seperti itu.

Lelaki itu tertawa kecil lalu mengangguk pelan. "Hehe.. Maaf, kakak lupa jika orang tua angkatmu sudah mengganti namamu."

Ridha membalas dengan sedikit senyum.

"Mmm... ngomong-ngomong aku haus."

Laki-laki itu mendadak melepaskan pelukannya, lalu memandang wajah kecil Ridha yang masih terlihat cantik walau habis menangis. "Kamu haus? Kenapa nggak bilang dari tadi?"

"Aku nggak mau ngerusak suasana. Soalnya kamu—eugh, ka-kak sorry,"

Gadis itu meringis, merasa aneh sendiri jika harus menyebut seseorang didepannya sebagai kakaknya—oh tidak, lebih tepatnya adalah kakak kandungnya.

"Nggak apa-apa. Kakak ambilin ya."

Orang itu mengusap lembut pucuk kepala Ridha, kemudian berdiri untuk mengambil minuman didapur.

Ridha yang ditinggalkan menatap kosong kearah vas bunga yang ditaruh diatas meja, mencoba mengingat pelan tentang masa lalunya, tapi aneh, jika dipaksakan sepertinya tidak bisa. Otaknya seolah tidak merespon.

Gadis itu mendengus kecil sampai akhirnya laki-laki tadi kembali datang dengan segelas air putih juga sebuah kotak box yang tidak diketahui apa isinya itu.

"Minum airnya dulu. Kamu masih suka ini?" tanyanya sembari menyodorkan sebuah kotak berwarna pink pastel tersebut.

Ridha mengulurkan tangannya, menerima sebuah kotak berukuran sedang itu. Dia sungguh tidak berpikir jika isi didalamnya adalah bom, atau sesuatu hal yang menakutkan lainnya. Karena ya, selama dia berada diisini. Gadis itu tidak pernah merasakan hal-hal yang menakutkan. Malah sebaliknya, dia merasa dimanjakan disini. Jaemin selalu memberikan apapun yang gadis itu mau selama itu masih ditahap wajar. Dan tidak aneh-aneh. Seperti meminta dilepaskan, atau meminta ponsel untuk menghubungi seseorang.

Dan perlu kalian tahu juga, jika disini dia selalu dijaga dimanapun.

Gadis itu sebenarnya agak risih karena setiap dia membuka pintu kamar dia selalu mendapati beberapa orang yang menjaga pintu kamarnya. Benar-benar seperti tahanan. Bukan Jaemin pastinya, karena sungguh kurang kerjaan sekali jika anak itu melakukan hal seperti itu.

Ada 2 orang laki-laki dewasa bertubuh kekar yang tengah berdiri tegap didepan kamarnya, juga dua orang lainnya yang selalu membuntutinya kemanapun.

Entahlah, gadis itu harus menyebutnya apa.

Bodyguard kah?

Tapi apa ini tidak berlebihan.

Dia bukan anak pejabat, bukan pula seorang putri dari orang penting lainnya.

My Daddy's Young [KTH] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang