1. TROPHY

18K 2.2K 70
                                    


"Berdiri di sana!"

Trophy memberengut karena diatur oleh Draka. Kebiasaan pria itu yang suka sekali menangkap gambar membuat Opy menjadi salah satu korban untuk menjadi kambing percobaan. Walau begitu, Opy tetap akan bergaya sesuai dengan passion-nya yang selalu bagus ketika dibidik dalam lensa kamera.

"Ka..." Opy memprotes, tapi gerakan tangannya yang sudah berada di pinggang menjadi tanda yang berbeda. Bagaimana bisa?

"Kamu cantik, Sayang. Walaupun baru bangun tidur, aura kamu itu nggak bisa bohong." Kata Draka menyiapkan fokus pada kameranya.

Mengatur ketetapan cahaya dalam ruangan apartemen kekasihnya di area dapur yang dijadikan satu dengan ruang makan. Draka mendapatkan pencahayaan yang sangat pas untuk diambil.

"Bentar-bentar! Aku pake sunscreen dulu." Kata Opy buru-buru berlari ke kamar guna mencari sunscreen penyelamatnya.

Draka mengeluh dengan sebelah tangan yang turun. "Oh, c'mon, Baby! Kita cuma pemotretan di rumah, bukan di outdoor."

Muncul dari dalam kamar, Opy mengacungkan telunjuknya pertanda tidak bisa diganggu gugat. "Sinar matahari itu jahat, Draka! Aku nggak mau diumur 30 nanti udah ada flek hitam."

Trophy memang tak pernah absen menjaga kualitas kulit wajah dan tubuhnya. Makanan sehat, olahraga rutin, dan pikiran tenang selalu perempuan itu usahakan. Meski harus kuliah dan bekerja sebagai model.

Draka menghela napas. "Oke, terserah, Sayang. Ambil posisi tadi." Dan pria itu mulai kembali memasang kamera sesuai gerakan sebelumnya. Menghitung dengan logat bahasa Inggrisnya yang menurut Trophy sangat enak didengar telinga.

"Yes! You're beautiful!" seru Draka bersama wajah berseri bangganya.

Ekspresi itu menularkan senyuman di wajah Opy. Dengan cepat dia mengambil tempat di sisi Draka, melihat hasil jepretan kekasihnya yang memang tak kalah kerennya dengan fotografer handal.

"Yes, I am! Pacarnya siapa dulu, dong?"

Draka tertawa dan mencium pipi Opy. "My wife."

Trophy tidak bisa menyembunyikan senyumannya bersama dengan semu merah yang menyebar di wajah. Disebut 'my wife' oleh Draka adalah impiannya dan itu membuatnya bahagia.

Ya, kala itu dia bahagia. Namanya juga mengenang masa lalu, pasti membuat dilema atas bahagia yang pernah tercipta. Walau kini Opy harus menerima luka dari semua keputusan yang Draka berikan.

Sialan memang. Harusnya pria seperti Draka tidak membuatnya sebegini menderita karena sakit hati. Namun, perpisahan terakhir yang tak seperti perpisahan membuat Opy merasa dikhianati. Apalagi begitu putus darinya, Draka mencari penggantinya yang tak lain dan tak bukan adalah kembarannya. Entah apa maunya Draka.

Belum ada satu hari berada di Indonesia untuk menghadiri pesta pernikahan kembarannya, Opy sudah menginjakkan kembali kakinya di apartemen Singapura. Meski ada drama perdebatan dengan maminya, Opy tetap mendapatkan dukungan besar dari anggota lainnya.

Lantunan musik klasik yang Opy putar secara acak, untuk memulai pelatihan pendengaran bayinya yang belum genap tiga bulan dalam kandungan, mengisi dapur. Sempat mengingat kenangannya bersama Draka di sana, Opy memusatkan kembali atensinya pada kegiatan memasaknya saja. Menu sederhana, salad dan smoothies yang selalu menjadi menu yang suka tidak suka harus dia konsumsi. Untungnya, si bayi tidak berulah sama sekali. Tidak rewel dengan asupan yang Opy konsumsi.

"Good baby." Opy mengusap perutnya dengan senyuman.

Apakah Opy menangis dengan kondisinya saat ini?

Semula memang iya. Begitu Draka muncul bersama Ery untuk mengundangnya, dari sana keberanian muncul. Bahwa Draka tidak pantas untuk ditangisi dengan semua keputusan yang pria itu lakukan. Toh, mereka sudah putus ketika Draka entah bagaimana mengenal Ery. Jadi, Opy sudahi saja tangisannya.

Apalagi, kemarin ketika acara resepsi dia sempat menangis di mobil. Seorang pria mendatangi dan memberikannya semangat. Yang pasti, pria itu sepertinya tahu kondisi Opy yang sedang berbadan dua. Dan Opy yakin, pria yang datang ke sana bukan pria sembarangan.

Musik terhenti dari speaker bluetooth Opy. Terganti dengan nada dering dari ponselnya. Kebetulan Opy menyalakan musik dari ponselnya. Opy menghampiri meja makan dimana ponselnya berada. Nomor panggilan dari Indonesia, membuat Opy mengerutkan kening.

"Halo."

Tidak ada jawaban. Opy memastikan bahwa panggilan belum berakhir di layar. Namun, tidak ada jawaban bahkan untuk halo yang Opy sampaikan selanjutnya. Karena kesal, Opy sengaja tak mematikan panggilan dan turut diam. Sengaja ingin membuat tarif panggilan tersebut membengkak. Jika itu nomor yang dia kenal, pasti akan marah. Tapi jika nomor iseng saja, dia akan memblok-nya setelah ini.

Sepuluh menit kemudian, panggilan masih berjalan. Opy yang bosan mematikannya dan segera memblokir nomor tidak jelas itu.

"Ayo kita dengar lagi musik klasik buat kamu, Baby."

Oh, tentu saja Opy tidak gila untuk menggugurkan kandungannya. Sekalipun dia akan membesarkan anak itu sendirian. Toh, Singapura bukan Indonesia yang suka sekali ribut dengan kehidupan orang lain. Jadi, Opy menganggap bahwa anak itu adalah teman setelah kepergian Draka.

Thank, God. Anak ini adalah penyelamat dari segala pikiran buruk.

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang