62. TROPHY

8K 1.6K 115
                                    

Bagaimana menghadapi sebuah halangan? Semua orang selalu merasa bahwa menghindari masalah adalah yang terbaik. Namun, itu tidak akan pernah terjadi tanpa keberanian untuk menghadapinya. Ketika berusaha untuk pergi, maka akan ada celah dimana kalian menemukan masalah baru dan akan terus menumpuknya menjadi gunung kebohongan. Terus menerus dan tidak akan terkendali. Itu hanya menyiksa dirimu dan selamanya masalah tidak teratasi, yang ada, waktu menjadikan ledakan pada gunung berisi permasalahan itu.

Kedatangan Draka di rumah itu juga sebuah bencana yang hanya berisi masalah. Sebenarnya, ketimbang Ery, Draka adalah pusat masalah bagi Opy. Apalagi dengan gelagat pria itu yang sepertinya mulai menyadari keberadaan Musesa sebagai balita dengan usia yang bisa diperhitungkan kembali keberadaannya. Draka tidak bodoh untuk tidak bisa mencium adanya hal yang disembunyikan oleh Opy dan Ardi mengenai Musesa. Sudah pasti kepulangan Opy dan Musesa di sana akan membuat pembahasan baru, khususnya bagi Draka.

"Ery ke mana?" tanya Karyna menyiapkan makanan untuk Arro yang memang pendiam.

"Ada klien yang meminta bertemu pagi hari untuk dekorasi kamar anak. Sepertinya sangat mendadak."

Karyna mengangguki. "Itu sebabnya kamu nggak mendapatkan sarapan di rumah. Untuk rumah ini dekat dengan kalian," ucap Karyna tidak ingin menambah panjang pembahasan. Namun, semua orang bisa tahu bahwa Karyna sedang menegur Draka yang bukannya memberitahu istrinya untuk mengurusnya dan Arro tapi malah datang ke rumah mertuanya.

"Lain kali kamu harus lebih tegas kepada Ery. Dia memang berani dan tegas, tapi kamu kepala rumah tangganya."

Itu yang Dave lakukan juga terhadap Karyna. Sekalipun Karyna memang memiliki sikap tegas dan berani, semua keputusan tetap mengandalkan negosiasi atau malah semuanya diambil beradasarkan ketegasan Dave sendiri sebagai pemimpin rumah tangga.

"Iya, Pi."

Setelahnya hanya bunyi alat makan yang terus berdenting. Musesa memaksa turun dari kursi makannya dan Opy tidak menahan anak itu yang entah ingin pergi kemana. Namun, yang membuat semua orang terkejut adalah bagaimana Musesa pergi menghampiri Arro yang memakan pancake buatan nenek mereka. Musesa mengulurkan tangannya pada Arro dan berkata, "Ayooo!"

Semua orang mulai tersenyum dan tertawa melihat ajakan Musesa berkenalan pada Arro. Draka tak tersenyum, melainkan menatap Musesa dengan—sekali lagi—terpana.

"Arro, Esa bilang 'halo' ke kamu." Ardi yang menjawab kebingungan anak yang sudah lebih tua dari Musesa itu. Tatapan Ardi beralih pada Draka dan bertanya, "Berapa umur Arro, Ka?"

"Eh? Umur ... lima tahun."

Ardi mengangguki dan bersikap sangat biasa saja. Kembali mengalihkan fokus pada kedua anak yang sedang bertatapan itu. "Esa, panggil kakak Arro. Usianya lebih tua dari kamu, jadi harus panggil kakak."

Musesa yang cantik menganggukkan kepalanya dengan kuat dan memberikan Arro senyuman manisnya semakin lebar. "Ayoo, Kak Ayo! I'm Eca!"

Arro sekilasi menatap semua wajah orang dewasa di sana, seakan meminta persetujuan pada merek. Melihat Esa yang sangat percaya diri mengajaknya berkenalan membuat Arro bingung harus bersikap bagaimana. Jadi, Karyna membantu tangan Arro untuk menjabat tangan mungil Esa yang langsung terkikik centil, bahkan sebelum Arro mengeluarkan suaranya. "Aku Arro," ucap Arro dengan suara yang kecil.

Bukannya menyudahi, Esa malah mendekatkan dirinya pada Arro dan memiringkan kepalanya hingga bisa melihat Arro yang menatap ke lantai, malu. "Apa? Ciapa?"

Ardi ingin menepuk jidatnya melihat putrinya yang genit itu. Dalam hati dia juga takut jika putrinya akan sangat menyukai Arro hingga besar nanti, tapi Ardi tidak bisa bersikap sangat protektif ketika semua orang meleleh dengan interaksi lucu itu.

"Arro!" balas Arro dengan suara yang lebih bisa didengar. Anak itu mengabaikan Musesa dan kembali pada makanannya.

"Esa, Sayang. Sini, makan lagi."

Musesa menggeleng. "Eca mo cini, Moma. Wit kak Ayo."

Mereka akan berdebat jika saja Ardi tidak menyentuh tangan Opy dan memejamkan matanya menandakan, turuti saja putri kita. Ardi selalu saja menuruti Esa. Membuat Opy berdiri dan mengatur duduk putrinya dan makanan anak itu. Kini bahkan Draka lebih bisa menatap Opy dengan lekat. Ardi menyadari itu dan sengaja menyenggol gelas miliknya hingga terbaring di atas meja makan dan airnya membasahi paha Draka.

"Maaf, maaf, Ka. Kamu sepertinya harus mengganti celana, airnya mengenai celanamu."

Tak pernah Ardi sangka dirinya akan menjadi kekanakan begini karena melihat Draka yang mengamati perempuan yang dicintainya secara berlebihan. Sial sekali memang berada dalam situasi semacam ini. Namun, Ardi juga suka bisa menjadi pihak yang lebih berkuasa.

"Nggak apa-apa, santai aja, Ar. Nggak perlu repot, aku hanya perlu taruh tisu di sini dan masalah selesai."

Opy mengamati interaksi itu. Bisa dia baca bahwa Ardi memang ingi mengusir Draka dengan caranya, tapi sayangnya Draka lebih keras kepala dari apa yang diduga.

Begitu keadaan kembali tenang, Draka sempat sengaja menatap Opy tepat di manik perempuan itu. Memberikan ekspresi yang tidak Opy mengerti kenapa lelaki itu masih mempertahankannya sedangkan Draka sudah memiliki semua yang diinginkannya.

"Musesa," panggil Draka hingga menciptakan suasana hening kembali.

"Ya?"

"Boleh kalo ... Om, panggil kamu Muse?" tanya pria itu membuat Ardi mengepalkan tangannya diam-diam.

Draka yang mencoba membangun pembicaraan dengan Musesa adalah hal yang sangat mengganggu. Namun, Ardi harus bermain cantik.

"Syul (sure), Om. Boyeh, boyeh jaja!"

Opy yakin Draka akan semakin melibatkan diri dengan Musesa, entah bagaimana caranya. 

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang