44. TROPHY

7.9K 1.4K 48
                                    

Dua hari berikutnya, Trophy demam. Disaat seperti itu Ardi juga ribut mengurus legalisasi pernikahannya dan Trophy. Untungnya perempuan itu tidak pernah bersikap manja secara berlebihan saat demam. Justru sangat pendiam karena tidur terus menerus. Ardi sampai kebingungan sendiri bagaimana cara berkomunikasi dengan Opy yang diam saja ketika sakit. Untungnya ada Alini yang bersedia menunggui Opy selama Ardi sibuk. Meski pertanyaan dan tatapan mata Alini tidak bisa dibohongi, bahwa adik Lazuardi itu tahu apa yang terjadi diantara Ardi dan Opy dengan kondisi kamar yang memiliki fasilitas kolam renang.

"Harusnya nggak usah tidur di sini. Kamar yang lebih tertutup dan luas masih ada, kan?" Alini memberi komentar ketika Ardi mengganti kompres istrinya.

Ah, istri. Ya, secara hukum Hawaii mereka legal sebagai pasangan suami istri. Meski harusnya ada upacara pernikahan sebagai simbolisasi, itu tidak terjadi. Memangnya siapa yang akan datang sebagai tamu? Kedua belah pihak keluarga ada di Indonesia semua. Jadi, yang terpenting adalah mereka sah menjadi pasangan legal di sana. Meski agaknya aneh karena tidak ada upacara apa pun, dan keduanya tetap terlihat seperti pasangan yang tinggal bersama saja.

"Nanti pindah," balas Ardi singkat.

"Sekarang, dong, Mas Ardi! Istrinya lagi sakit dalam kondisi hamil begini malah santai aja bilang 'nanti, nanti, nanti' terus!" Seperti sosok Alini yang biasanya—tukang marah—Ardi sudah biasa mendengar protes itu keluar dari mulut adiknya itu.

"Iya, nanti, Al. Nggak bisa buru-buru. Biar kamarnya dibersihin dulu."

"Bagus, deh. Aku ke kamarku dulu, ya? Aku belum mandi dari tadi."

Ardi mengangguk. Dia yang akan menjaga Opy sekarang. Menjaga istrinya yang malah sakit disaat mereka mendapatkan legalitas dan resmi sebagai pasangan.

"Ar," panggil Opy lirih. Untung saja tidak ada batuk yang diderita Opy. Hanya demam, tapi cukup membuat Ardi kelimpungan karena ini pertama kali Ardi menghadapi perempuan yang sakit.

"Ya? Kenapa?"

"Aku ... nggak mau pindah kamar. Di sini aja." Manjanya nada ucapan itu membuat Ardi sadar bahwa Trophy tak mau meninggalkan kamar tersebut.

"Kenapa? Betah di sini?"

Opy mengangguk. "Ada kenangannya di sini, Ar. Nggak mau pindah."

Kenangan. Itu pasti momen mereka yang membuat Opy sampai demam hingga hari ini. Bermain di kolam ternyata membuat Opy drop. Ardi berjanji di dalam hatinya sendiri bahwa tidak akan melakukannya lagi di kolam. Dia tak mau membuat Opy sakit kembali dan lemas begini.

"Ar, janji jangan pindah?" tanya Opy yang tidak mendapatkan jawaban dari Ardi.

"Ya. Nggak pindah, selama anak kita belum lahir. Tapi begitu anak kita lahir, kita nggak bisa lagi di sini."

"Kenapa?"

"Selain kamu akan lebih sering meminta hal diluar dugaan mengenai hubungan ranjang, anak kita bisa saja melihat kita melakukannya di situasi tertentu tanpa kita tebak. Paham?"

Meski tak suka, Trophy menyadari bahwa sekarang keputusan Ardi adalah keputusan pimpinannya.

"Oke, suami."

Mendengar panggilan itu, Ardi merona. Trophy selalu bisa membuatnya tersenyum lebar dengan ucapan yang terkesan asal, tetapi romantis.

"Terima kasih, Sayang."

*

Meninggalkan istrinya yang istirahat sejenak, Ardi menemui adiknya yang ingin bicara banyak dengannya.

"Kakek cemas," ungkap Alini tanpa basa basi lagi. "Kakek bertanya-tanya kenapa aku harus datang ke Hawaii untuk nemenin kamu, Mas. Kamu pasti paham pikiran orang tua yang suka kemana-mana."

"Mau gimana lagi. Aku dan Opy sedang belajar untuk menjadi pasangan satu sama lain. Kami nggak siap pulang dan mengatakan semuanya dalam kondisi kehamilan Opy yang mulai besar."

"Paling nggak coba kasih tahu kakek dari sambungan telepon."

"Al, ini bukan kabar yang sepenuhnya menyenangkan. Ini ... pasti dinilai aib juga. Kakek bisa aja kaget dan itu mempengaruhi jantungnya. Apalagi mama, dia akan jadi bulan-bulanan papa karena dianggap nggak bisa mendidik anak sampai aku menghamili pasanganku sebelum menikah."

Alini mengusap wajahnya lelah. "Ya ampun, Mas Ardi! Ribet banget, sih, hidupmu. Mana dapet pasangan yang nggak kalah rumit juga keinginannya. Nggak paham lagi aku sama jalan pikir kalian."

"Nggak akan ada yang mengerti kami, Al. Kecuali kami sendiri. Jadi, aku mohon jangan beberkan semua ini sebelum kami sendiri yang membukanya."

"Terus aku harus jawab apa kalo ditanyai kakek dan mama berulang kali? Kalo cuma kakek nggak masalah, tapi mama ... kamu tahu, kan, aku nggak akrab sama mama."

Ardi menatap adiknya yang enggan membahas mama mereka. "Aku yakin kamu bisa mengatasinya. Bantu kakak kamu ini untuk menyembuhkan luka, aku akan pulang dan mengumumkan istri dan anakku saat kami siap, Al. Kamu mau bantu aku, kan?"

Alini menatap lekat kakaknya. Meski sempat menghela napas berat, Alini tetap mengangguk. "Aku akan selalu membantu, Mas."


[Aku nggak akan kasih gif lagi. There's something related to my flag on my account. Thanks.]

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang