"Kamu hamil?"
Itu adalah pertanyaan yang membuat Opy merasa disudutkan oleh adik Lazuardi. Dia mengira akan mengawali pembicaraan mereka dengan saling bertukar nama lebih dulu sebelum saling membuka kartu. Dimana kartu itu adalah alasan mengapa Opy tak siap menerima Lazuardi yang ... terlalu baik untuk mau bertanggung jawab atas kandungan Opy. Dan karena bukan Ardi yang seharusnya menjadi pelaku dari semua itu.
Ketika Opy menyuguhkan minuman hangat di meja, perempuan itu tidak langsung menjawab dan memilih membalas tatapan perempuan yang mengerutkan keningnya begitu dalam di depannya ini. Bukan untuk menimbulkan keributan, melainkan karena memang Opy menimang jawaban semacam apa yang akan dia berikan untuk Alini.
Selalu ada risiko untuk semua yang mereka lakukan. Tak perlu Trophy ungkap apa risiko yang menanti, yang jelas dia merasa berat pada dua pilihan saat ini. Jika dia memutuskan untuk memulai dengan Lazuardi, bukankah lebih baik jika menyimpan fakta bahwa Draka dari pelaku utama kehamilannya? Namun, bagaimana pemikiran adik pria itu nanti? Pastilah Alini akan menuntut sang kakak untuk segera menikahi Opy. Dan bukan pendekatan semacam itu yang Opy inginkan.
"Bisa saya tahu nama kamu lebih dulu? Dan apa kamu sudah tahu nama saya?" kata Opy mencoba tenang.
Adik Lazuardi itu menatap Opy dengan sedikit tak sabaran. "Alini. Dan kamu?"
"Trophy, panggil saja Opy."
Lalu, Alini mengangguki untuk memutus pembicaraan mengenai nama.
"Langsung ke intinya aja. Kamu hamil? Anak kakakku? Kenapa kamu nggak memaksanya untuk bertanggung jawab??"
Benar. Alini memang akan memaksa kakaknya untuk bertanggung jawab. Belum Opy menjelaskan, gadis itu sudah lebih dulu menyimpulkan bahwa anak dalam perut Opy adalah milik Lazuardi. Jadi, Trophy akan mengambil risiko panjang dimana ketika suatu saat keluarga mereka tahu DNA si anak, maka Opy akan menerimanya dengan lapang dada.
"Saya yang mau, Alini. Saya nggak mau menikah karena keberadaan anak ini. Lagi pula, kami belum sejauh itu. Jadi seharusnya memang kami memiliki masa pendekatan lebih dulu, kan?"
Alini terlihat tak langsung menerima penjelasan Opy. Gadis itu sepertinya berada dalam posisi dimana setengah tak percaya kakaknya melakukan ini dan setengahnya tak terima karena kakaknya menjadi pengecut.
"Dia udah pantes jadi seorang suami. Usianya 37, aku yakin dia bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik untuk kamu dan anak kalian. Kenapa masih ragu dan ingin melakukan pendekatan, sih? Kalian ini kenapa?"
Opy juga ingin menannyakannya pada siapa pun yang bisa menjawab kegundahannya ini. Ada apa dengan dirinya dan Lazuardi? Kenapa bisa dipersatukan semacam ini? Padahal, bukan Ardi yang melakukan dosa hingga membuat Opy hamil begini. Namun, Tuhan memberikan mereka garis takdir yang bersinggungan semacam ini.
"Alini, setiap orang memiliki masa lalu dan ceritanya sendiri. Termasuk saya dan kakak kamu. Jika boleh meminta tolong, saya minta ke kamu untuk tidak ikut campur untuk hal ini. Saya cukup kesal dengan kamu kemarin karena membuat saya salah paham kepada Lazuardi."
Alini kembali mengingat kesalahannya. Dia menunduk dan berdeham pelan. Itu adalah alasan yang sebenarnya untuk datang dan meminta maaf pada Opy. Namun, begitu melihat kotak susu kehamilan di tempat tinggal perempuan yang kakaknya ingin dekati, Alini menjadi melupakan tujuan utamanya.
"Aku meminta maaf untuk yang itu. Sebenarnya tadi aku memang berniat minta maaf karena bikin salah paham. Tapi memang aku mau kamu dan kakakku bisa segera bersatu. Aku khawatir karena selama ini kakakku nggak memiliki siapa-siapa untuk menceritakan keluh kesahnya. Dia butuh teman dan aku nggak bisa selalu menjadi temannya yang baik. Apalagi kami tinggal di negara yang berbeda."
Tanpa perlu Opy memancing dengan pertanyaan, Alini sudah lebih dulu membuka sedikit demi sedikit cerita mengenai Lazuardi. Entah karena Alini merasa bisa dekat dengan Opy atau itu adalah bagian dari tekanan yang Alini berikan untuk Opy supaya menikah dengan Ardi secepatnya.
"Opy, mungkin kamu berpikir bisa menunda-nunda, tapi kandungan kamu tidak bisa menunggu. Harus ada yang melakukan tindakan untuk anak kamu, dan itu adalah pernikahan." Alini menyuarakan isi pikirannya pada Opy.
"Di sini, bukan Indonesia. Pernikahan bukan jalan satu-satunya yang harus dilakukan untuk mengurus anak kami. Yang paling penting adalah bagaimana kami berdua bisa mengurusnya sebagai orangtua yang baik."
Keras kepala. Begitulah Alini menyimpulkan yang terlihat pada kokohnya jawaban yang Opy berikan. Kemiripan yang tergambar sekali dengan Lazuardi.
"Pantes kalian cocok. Sama-sama keras kepala." Alini bergumam jelas.
Opy tidak memilih untuk menanggapinya. Sebab sejujurnya dia tidak tahu, seperti apa kadar keras kepala atau sifat pria itu lebih dalam. Sejauh ini, yang Opy sadari adalah bagaimana Lazuardi tak menyerah atas semua respon kasar yang Opy berikan untuk pria itu.
"Ya, apa pun pemikiran kamu mengenai saya, silakan saja. Tapi beginilah kami adanya, jangan berpikir untuk--"
Ucapan Opy tidak terselesaikan karena gedoran pintu unitnya terdengar sangat kasar. Alini mengusap wajahnya frustrasi. "Itu pasti mas Ardi."
Alini bisa menebak bahwa kakaknya itu sedang panik. Panik pada apa yang akan Alini katakan pada Trophy.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...