Ghea menatap wajah Trophy yang jelas sudah merasa tak nyaman. Apalagi dengan keberadaan Draka yang hampir tak bisa melepaskan matanya dari Opy barang sedetikpun. Ghea yang tidak merasakan langsung sensasi berada di satu tempat yang sama dengan mantan saja bisa merasakannya, apalagi Opy.Pembicaraannya dengan Draka tadi juga tak membuahkan hasil. Draka tetap memaksa, dan Ghea tetap ingin pria itu menyerah dan menjauh dari Opy. Namun, membuat keributan dengan Draka hanya membuat Ghea terlihat bodoh di tempat umum itu.
"Ghe, toilet." Opy berdiri dan segera melesat menuju toilet.
Saat itu juga Draka berusaha berdiri dan menyusul Opy. Ghea tidak membiarkannya mudah begitu saja. Maka dengan cepat dia menahan Draka dengan menarik lengan Draka.
"Diem di sini! Mau ngapain lo dengan buru-buru mau ngikutin Opy?" desis Ghea dengan kesal.
Draka melepaskan lengan Ghea. Tak peduli dengan sikap temannya itu yang tak mau membiarkan Draka begitu saja.
"Draka!" seru Ghea yang tak diindahkan oleh pria itu. Pelan, Ghea mengumpat. "Brengsek."
*
Entah kenapa, hari ini perut Trophy bergejolak. Padahal biasanya sang bayi tidak pernah membuat ulah semacam ini. Apa karena ada papanya?
"Tenang Opy. Jangan panik." Perempuan itu menenangkan dirinya sendiri. Membasuh wajahnya berulang kali, begitu juga dengan mulutnya yang terasa pahit. Opy masih mual dan berusaha memuntahkan isi perutnya dan tidak menghasilkan apa-apa."
Sekitar sepuluh menit menghabiskan waktu hanya di kamar mandi, Opy baru berani keluar karena dia merasa harus segera berpamitan pada Ghea dengan kondisi tubuhnya yang tak bisa diajak kompromi lagi.
"Kamu sakit?"
"Ya ampun!" Opy tidak mengira akan adanya Draka menunggu di depan pintu kamar mandi. Keterkejutannya bertambah ketika punggung tangan Draka menyentuh keningnya.
"Badan kamu agak hangat. Kamu lagi nggak fit, kan? Kenapa maksain datang?"
Opy mundur ketika Draka berusaha menyampirkan jaket jins-nya kepada bahu Opy. Membuat gerakan Draka terhenti. Seolah tersadar kekhawatirannya sangat salah.
Merasa kecewa, Draka melipat jaketnya dan menaruhnya di lengan kiri. Matanya mengarah ke atas untuk menyembunyikan rasa kecewa dan sedihnya dengan keadaan mereka saat ini.
"Pakai jaketnya, ya? Cuaca semakin dingin, Py."
Opy menggeleng pelan. "Makasih. Tapi nggak, sweater aku cukup."
Draka ditolak. Perempuan itu bergerak untuk kembali ke tempat Ghea berada, tetapi jalannya yang sempoyongan membuatnya harus mengucapkan maaf berulang kali pada orang yang ditabraknya.
Dengan cepat Draka meraih bahu Opy dan membantunya untuk berdiri.
"Aku antar kamu balik ke apart."
"Nggak---"
"I insist."
Opy tidak bisa lagi menolak dengan dramatis. Dia akan sangat memancing pusat perhatian jika menolak secara berlebihan.
Jadi, Opy putuskan untuk menolak kembali ketika Draka membawanya ke parkiran dimana kendaraan pria itu berada.
"Aku bawa mobilku sendiri. Thanks udah nganterin sampai sini."
Namun, bukan Draka jika tidak memaksa. Pria itu nampaknya memang ingin menjadi yang tercepat memanfaatkan kesempatan.
"Aku akan anterin kamu dengan mobilmu, kalo gitu."
Opy menghela napas dengan kernyitan di dahinya. "Buat apa? Mau kamu apa lagi?" tanya Opy pada akhirnya.
"Aku mau kita bicara."
Menggelengkan kepala, Opy memijat pangkal hidungnya yang mulai mencium aroma menusuk hingga memancing mual perempuan itu kembali.
"Terserahlah!" kata Opy akhirnya karena yang dia butuhkan saat ini adalah segera sampai di apartemennya. Perut yang mual tidak bisa membantunya sama sekali.
Baby, please. Jangan berulah di dekat pria ini.
*
Begitu berada di mobil, keduanya malah sibuk dengan dunia pikiran masing-masing. Mana katanya pria itu mengajak bicara?
"Kalo kamu nggak memakai kesempatan ini buat bicara, nggak akan ada lagi kesempatan lainnya." Kata Opy tanpa menatap Draka.
Draka menatap Opy berulang kali dalam kegiatan mengemudinya. Bagaimanapun dia mencoba mengingkari, Opy dan Ery memang sangat berbeda.
"Bisa kita bicara di apart---"
"Nggak!" sela Opy tegas. "Nggak ada agenda bicara di apartemen atau apalah itu! Aku nggak minat dilabrak saudara kembarku sendiri karena suaminya ngotot ngajak bicara. Padahal bisa memancing kesalahpahaman lainnya di mata orang lain."
Draka jelas sedang disindir. Pria itu tahu. Opy lagi yang akan dinilai buruk jika ada orang lain yang melihat mereka masuk ke dalam apartemen perempuan itu.
"Oke. Aku mau menjelaskan mengenai kita."
Opy mendengarkan, meski memasang wajah tak tertarik.
"Sebelumnya aku minta maaf, Py. Aku bahkan belum bilang secara resmi untuk memutuskan hubungan kita. Hari itu, dimana kita bertengkar hebat, harusnya aku nggak langsung pergi dan... tiba-tiba menikah."
Trophy menarik napas dalam. Dia merasa tertekan dengan bayangan demi bayangan pertengkaran sekaligus bentuk perpisahan mereka.
Diam-diam dia mengelus perutnya dan mengujarkan kalimat dalam hati kepada bayinya. Kamu akan dengar pengakuan pria pengecut ini, apa kamu siap, Baby?
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...