Musesa menangis sepanjang perjalanan Ardi mengemudikan mobilnya sendiri. Tak perlu bertanya mengapa putri kecilnya menangis, karena Ardi memang mengganggu tidur Esa dan membawanya sebelum ponselnya berdering dan menunjukkan nama Opy di sana. Ardi tidak bisa mengangkatnya, dia tengah berjuang mengemudikan mobil dan fokusnya pada sang putri yang terus memanggil mamanya dan meminta papanya berhenti.
"Mommmmmaaaaaa!"
Ardi juga tak tega seperti ini, tapi dia cemas jika harus membiarkan istrinya menghadapi keluarganya sendiri.
"Sebentar, Princess. Kita akan mengunjungi moma, ya. Sebentar lagi sampai," ucap Ardi menenangkan putrinya sebisanya.
Ardi memang terbilang nekat, Opy akan sangat marah padanya karena membuat putri mereka uring-uringan.
"Stop, Dada. Beyenti, Pyis! Dadaaaaa."
Jika begini Ardi semakin tak tega. Sepertinya Esa benar-benar tak ingin dibawa kemana-mana setelah perjalanan panjang di pesawat. Tidur anak itu juga belum sepenuhnya kenyang. Meski Esa tidur lebih lama dari orangtuanya.
"Iya, Baby, iya. Sabar, ya."
Hampir sepuluh menit yang semakin kacau, Ardi sampai di depan gerbang rumah kediaman Dave. Putrinya masih menangis, tapi tidak sekeras saat mobil berjalan tadi.
Ardi mengambil ponselnya dan menghubungi sang istri yang sudah tiga kali menghubungi.
"Opy, aku ada di depan gerbang rumah orangtua kamu."
"Hah? Udah sampe aja? Aku nelepon kamu karena mami minta kamu dateng, tapi kamu udah di—"
"Honey, please. Putri kita menangis sekarang, dan tolong minta satpam yang jaga buka gerbangnya."
"Oke, oke. Tunggu sebentar aku keluar!"
Menatap ke kursi belakang dimana putrinya duduk di kursi khususnya yang akan bisa digunakan hingga anak itu berusia lima tahun, Ardi mengusap wajah Esa yang kacau karena terlalu lama menangis.
"Sorry, Baby. Dada nggak bermaksud bikin kamu nangis begini. Sorry."
Esa menangis dengan bunyi huhuhu karena ucapan papanya. Lalu, anak itu kembali berucap, "Moma," setelah pintu gerbang terbuka.
Ardi segera masuk dan parkir dengan benar. Istrinya beserta kedua orangtuanya muncul dengan wajah agak panik. Mungkin karena mendengar bahwa cucu mereka menangis.
"Mom!" seru Esa begitu pintu belakang dibuka.
"Ouh, Sayang. Marah, ya? Kesel dibawa Dada jalan lagi, hm?"
Ardi keluar dari mobil dan tatapannya tertuju pada kedua orangtua Opy yang fokus pada putri dan cucunya. Perhatian itu terputus karena Ardi langsung menyalimi Dave dan Karyna.
"Om, Tante."
Tidak ada indikasi niatan baik itu ditangkis oleh mereka. Karyna dan Dave terlihat biasa saja.
"Masuklah, kamu ikut kami dan biarkan Opy mengurus cucu kami di kamar lebih dulu. Dia butuh istirahat."
Ardi mengangguk. "Baik, Tante."
Padahal inginnya Ardi memanggil Karyna dan Dave dengan mami papi, agar sama seperti Opy yang sebenarnya resmi sebagai istrinya. Namun, Ardi harus menahan diri agar tidak menimbulkan perdebatan baru.
Opy mendekatkan diri pada Ardi ketika mereka berjalan masuk. "Ar, aku nidurin Esa dulu di kamar, ya?"
Ardi mengangguk. Dia akan bersikap menjadi gentleman untuk menghadapi mertuanya.
"Kamu Lazuardi?" tanya Dave dan Ardi mengangguk mengiyakan. "Bukannya kamu datang ke resepsi Ery dan Draka?"
"Ya, Om. Saya ... sepupu Draka." Dengan sedikit berat hati Ardi mengakuinya. Meski jujur saja, Ardi enggan mengakuinya. Sebab dia malu memiliki sepupu pengecut.
"Oh. Goshen juga ternyata. Maaf, tapi saya nggak berniat menyelidiki kamu. Saya hanya fokus untuk mengetahui informasi mengenai putri saya saja."
Karyna membiarkan lebih dulu kedua pria itu bicara. Dave lebih tahu cara bicara dengan sesama pria. Jadi, Karyna memberikan instruksi pada asisten rumah tangga untuk membawakan minuman dan makanan kecil.
"Apa yang membuat kamu begitu berani mengambil langkah sekurang ajar itu untuk putri saya?" tanya Dave lagi.
"Saya mencintai Trophy, Om. Saya sempat mengalami masalah dengan komitmen, dan Opy membuat saya berani mengambil keputusan berkomitmen. Saya juga menghargai keputusan Trophy yang tidak ingin langsung memberitahu mengenak kehamilannya. Yang saya tahu, saya akan menghargai dan menuruti apa yang pasangan saya inginkan. Saya ingin membuat Opy nyaman dan tidak tertekan, apalagi kondisinya sedang hamil saat itu."
"Lalu, kamu menunggu tiga tahun setelahnya untuk membawa putri saya kembali?"
Ardi menggelengkan kepala. "Saya nggak butuh tahun-tahun yang berjalan, Om. Saya juga mungkin nggak akan datang jika Opy yang memintanya."
Dave mengembuskan napas dengan sangat pelan karena keheningan menyapa mereka. "Berhenti bersikap seolah saya tidak tahu apa-apa, Lazuardi. Sampai saat ini, saya menyembunyikan segala rincian yang saya dapatkan dari keluarga ini. Khususnya istri dan putri saya yang lain. Untuk itu, saya mau meminta satu hal darimu."
Meski terkejut, Ardi tak mau kehilangan kesempatan didukung oleh Dave untuk menyimpan rahasia mengenai Esa. "Apa itu, Om?"
"Bersikaplah selayaknya ayah kandung cucu saya hingga waktu yang membukanya. Jaga Opy dan cucu saya. Lalu," Dave menahan ucapannya dan Ardi menunggu. "Saya akan memukul satu kali wajahmu untuk menutupi kecurigaan semua orang. Saya harus memukul wajahmu, supaya Opy juga tidak curiga mengapa saya bersikap biasa saja terhadapmu. Pria yang saya sebut sebagai pria yang menghamili anak saya."
Ardi sepertinya akan sama gilanya dengan mertuanya ini.
[Suka? Udah double, nih. Kalo semangat lanjyuuutttt. Btw, Papi Dave selalu, deh, tegasnya kalo berhadapan sesama pria. Kalo sama pere, khususnya Karyn, jadi gokil.]
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...