Akhirnya momen yang ditunggu itu datang. Trophy yang menunggu-nunggu kelahiran bayinya, harapannya mulai terkabulkan. Memang tidak ada yang bisa menandingi sensasi menjadi ibu yang melahirkan bayi mereka. Dia bangga merasakan semua sakit ini, membuatnya mengingat bagaimana rasanya menjadi seorang Karyna—ibunya, yang sangat kuat melahirkan anak-anaknya. Trophy juga bersyukur, karena selama proses itu, Lazuardi tidak pernah jauh darinya. Meski wajah panik pria itu mengurangi kegagahan yang biasanya dipancarkan, tapi Opy suka melihat suaminya dalam versi baru.
"Kamu lucu banget, Ar." Ditengah mengerang akan rasa sakitnya, Opy masih sempat mengujarkan kalimat demikian.
"Fokus, Sayang, fokus! Jangan menilai aku sekarang."
Justru menilai Ardi saat inilah yang membuat Opy bisa sedikit mengalihkan rasa sakit dan lelahnya. Semakin banyak bukaan jalan lahir bayinya, semakin Opy menjadikan Ardi sebagai sasaran untuk menggigit, mencakar, dan bahkan menjambak rambut pria itu tanpa sadar. Semua rasa sakitnya dia bagi dengan Ardi yang tidak protes sama sekali. Pria itu benar-benar idaman.
Dan berjam-jam melakukan proses kelahiran, bayi perempuan mereka lahir. Senyuman di wajah Opy dan Ardi merekah lebar, tidak hentinya mereka saling menatap dan bersamaan mengamati bayi cantik itu. Bayi yang akan sangat Ardi sayangi karena dia adalah putrinya. Dan sudah insting seorang ayah melindungi dan menutup akses para hidung belang mendekati putrinya.
"Dia sangat cantik, aku nggak akan izinkan laki-laki jenis apa pun mendekatinya."
Trophy yang beberapa menit lalu dibawa ke ruang perawatan dan masih agak lemas menyambut ucapan suaminya dengan kerut dahi kebingungan.
"Lelaki jenis apa pun itu yang gimana? Kamu aneh-aneh aja, Ar."
"Pokoknya, semua laki-laki nggak ada yang boleh mendekati anak perempuan kita."
Opy mendengkus pelan. Matanya memejam sesaat dan berkata, "Aku nggak mau dia jadi anak yang penakut. Aku akan minta dia untuk memastikan segalanya dalam ranah wajar dan nggak merugikannya sebagai seorang perempuan. Karena pengalaman terakhirku, aku yang nggak banyak pengalaman malah terjebak dengan cinta yang palsu. Aku mau anak perempuan kita lebih berani dari aku untuk menendang siapapun yang berani main-main dengannya."
Lazuardi menatap lekat istrinya. Dia tahu rasa sakit itu masih sedikit membekas dihati Opy. Semua pengalaman itu membuat Opy tidak bisa memilih takdirnya dan mengharuskan dirinya berakhir bersama Ardi.
"Maafin aku," kata Ardi. Semakin membuat Opy bingung.
"Untuk apa?"
"Karena membuat kamu hanya berpindah dari Draka, menjadi disisiku. Kami saudara, dan itu nggak mengurangi rasa sakitmu. Maaf, Opy."
Trophy menggelengkan kepalanya yang berada di atas bantal. "Justru aku merasa beruntung, aku bisa merasakan kalo aku perempuan yang baik. Karena Tuhan kasih kamu, pria yang baik untuk aku. Dan aku percaya, jodoh adalah cerminan kita. Terima kasih, Ar. Kamu ada saat aku bodoh sekali percaya mulut buaya."
Ardi mencium kening istrinya ketika merasakan kalimat penuh syukur Opy tersebut.
"Kamu memang perempuan yang baik, Opy. Kalian adalah perempuan terbaik dalam hidupku."
Tak lama setelah itu, bayi kecil mereka datang. Mata Trophy terpaku pada bayinya yang sudah dilapisi kain dan sangat merah. Ya ampun, kenapa wajah bayinya bisa berubah dari versi baru saja lahir tadi?
"Sayang, hei! Kenapa kamu melamun?"
Trophy menggeleng. "Aku sempat nggak percaya aku bisa melahirkan bayi ini, Ar. Rasanya ... ini beneran bayi kita, kan?"
Ardi sampai dibuat tertawa oleh ucapan dan ekspresi istrinya. Melihat dewi kecil mereka memang tidak akan pernah mampu dipercaya.
"Cantik, absolutely like you."
Opy mengangguk. Itu benar, bayinya mewarisi gen Dave-Karyna dengan sangat kuat.
"Kok, aku malah lihat-lihat dia mirip kakakku, ya, Ar?"
"Kakakmu? Proda? Atau Nemesis?"
Ardi tidak tahu bahwa Proda bukan anak kandung orangtuanya, tapi Oda juga mewarisi wajah Dave yang memang kembar dengan ayah Proda.
"Kak Umay, Nemesis. Mirip waktu kecilnya kak Umay. Serius."
Ya, bayi itu mirip dengan saudara Opy. Dan bukan masalah bagi Ardi anaknya mirip dengan siapa.
"Wow, kalau begitu calon nama yang aku pikirkan memang cocok untuk anak kita."
"Hm? Kamu udah siapin nama?"
"Ya."
"Siapa namanya, Ar?"
"Musesa Arabella," ucap Ardi bangga. "Musesa, sebenarnya aku ambil dari kata muse. Dewi. Tapi musesa juga memiliki arti kata museum. Dia akan menjadi anak yang sangat misterius aku rasa," tambah Ardi dengan senyum yang tak lepas darinya.
"Arabella?"
"Doa, harapan. Our wish for her to be the muse, the best muse for us."
Trophy melebarkan senyumannya. "Aku suka sekali nama itu, Ar. Kamu sangat jenius, seperti papiku saat membuatkan nama untuk anak-anaknya."
"Aku juga bangga bisa membuat kamu bahagia dengan nama anak kita."
"Oh! Nama belakangnya, Ar? Kamu nggak mau kasih?"
Ardi menggeleng. "Nggak. Aku nggak mau ada bentrokan antara keluarga kamu dan aku. Aku nggak ingin anakku punya nama yang terlalu panjang seperti kita berdua. Lagi pula, Musesa anak kita, bukan calon penerus keluarga soal bisnis mereka. Anak kita, ya, anak kita. Bukan alat kelangsungan bisnis. Dan aku nggak mau orang-orang yang dekat dengannya melihat nama belakang keluarganya. Dia harus memiliki hidup normal, Opy. Setidaknya tidak ada teman yang membedakannya karena dia dari keluarga kalangan atas."
Demi apa pun, aku ... jatuh cinta.
[Huwaaaaa. Musesa sudah lahir, ya. Wkwk. Namanya udah jadi semenjak He Wants To Messed Up With Me dibuat. Cantik bangettttt. Ini nama yang aku cintai setelah Zeugma Nemesis, sumpah! Maybe kalo nantinya aku berkeluarga dan punya anak aku kasih nama mereka🤣🤣🤣.]
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...