65. TROPHY

8.9K 1.8K 152
                                    

Nemesis menatap keduanya dengan tegas. Tangannya langsung bertindak dengan mendorong Draka mundur dan menegur Draka yang mengepalkan tangan. Nemesis mengammati keduanya dari atas hingga ke bawah. Ardi hanya membiarkan Nemesis melakukan scanning dan tak bicara apa pun. Dia pemilik acara dan harus dirusak akrena ambisi konyol Draka.

"Siapa yang nyuruh lo jadi preman di sini?" tegur Nemesis pada Draka. Bukan kata sok jagoan yang digunakan Nemesis, melainkan kata preman yang tidak lebih bagus . "Bisa nggak, muka lo wajar dikit? Ini acara pernikahan adek gue, jangan bikin masalah. Dan jangan bikin gue juga ngerasa punya masalah sama lo, Draka."

Nemesis jelas lebih tua dibanding Draka. Namun, di sini yang paling dewasa adalah Ardi. Pria yang sedang berbahagia ini bisa dibilang adalah adik Dave. Namun, Nemesis jelas lebih pantas untuk dituakan, karena dia kakak dari kedua adiknya, Opy dan Ery. Nemesis juga memiliki bahasa yang cenderung kasar, seperti Ery. Namun, tidak sesinis Ery.

"Ar, masuk ke kamar. Nanti malem acara dimulai lagi, temenin Opy."

Lazuardi menganggukan kepala. Langkahnya pelan dan dia masih bisa mendengar Nemesis mengusir Draka dengan sekali lagi mendorong dada Draka. Apa Nemesis juga tahu?

Memasuki kamar hotel untuk dirinya dan Opy, Ardi melihat sang istri tertidur dalam keadaan duduk di sofa. Lehernya bersandar pada sofa dan itu terlihat tak nyaman sama sekali. Opy jelas kelelahan, dan untung saja istri Nemesis mau mengurus Esa yang enggan keluar dari kamar karena terlalu banyak orang. Esa tak suka keramaian, apalagi orang-orang di sana lebih senang menggunakan bahasa Indonesia yang tidak Musesa mudah mengerti begitu saja.

"Sayang," bisik Ardi membuat Opy berjengit dan menatap Ardi dengan bingung.

"Kamu dari mana? Aku tungguin lama banget." Opy menguap dan meminta Ardi duduk di sebelahnya. Ternyata Opy sengaja ingin menggunakan dada suaminya sebagai sandaran untuk sekali lagi memejamkan matanya.

"Esa nggak mau ikut ke sini. Katanya mau main sama Jeno."

Opy mengangguki. Dia juga butuh waktu untuk istirahat. Ardi kembali mengingat kejadian singkat tadi. Nemesis terlihat tak begitu ramah pada Draka, apa kemungkinan semua anggota keluarga Opy tahu yang sebenarnya? Sama seperti Dave yang mengatakannya langsung pada Ardi.

"Sayang, apa menurut kamu kakak kamu tahu soal Musesa?" tanya Ardi.

"Hm? Maksudnya Esa yang memiliki darah Draka?" balas Opy.

"Ya."

Opy mengerutkan dahinya. "Aku nggak yakin apakah mereka tahu atau pura-pura nggak tahu. Sebenarnya, Ar. Nggak ada masalah yang benar-benar bisa kita sembunyikan dari keluargaku. Entah dari mana, tapi mereka bisa tahu sesuatu yang memang berusaha kita tutupi dengan cara nggak biasa."

"Itu juga yang kamu lakukan ke keluargamu?"

Opy mengangguk. "Soal masalah istrinya kak Umay misalnya. Kami nggak mengatakannya ke kak Oda, dan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Karena kalau pihak luar ikut campur, bukannya selesai, masalah akan semakin meluap nggak karuan."

Ardi mengangguki. "Berarti ada kemungkinan mereka semua tahu," ucap Ardi mendapatkan kesimpulan sekarang.

"Jangan terlalu dipikirin, keluargaku nggak akan menjadi pihak yang merusuhi masalah kita dan Draka. Kalau nantinya Draka mendatangi kita mengenai Esa, itu jadi urusan kita, bukan keluargaku."

Tapi papi kamu akan sangat membela kamu ketika Draka melukai putrinya yang lain.

*

Waktu berjalan semakin cepat setiap detik dna menitnya. Tidak akan banyak orang yang mengurus segala hal dalam satu waktu. Namun, kepindahan keluarga kecil Opy dan Ardi ke rumah mereka sendiri nyatanya tidak membuat segala urusan menjadi sederhana. Jika Draka memiliki kesempatan untuk mencari waktu mendekatkan diri dengan Esa, maka dengan pindah mereka akan semakin berjauhan. Namun, itu tidak menjadi halangan utuh bagi Draka.

Buktinya, pria itu malah semakin menggunakan Arro sebagai alasan untuk datang melihat Musesa dan membangun kedekatan dengan anak itu. Meski memang Opy dan Ardi bersyukur Arro menjadi satu-satunya pusat perhatian Musesa.

"Muse, Om boleh tanya sesuatu?" Draka mulai mengajak Musesa bicara.

"Ocey, ask jaja, Om."

"Musesa tahu nggak ada anak yang punya dua papa?"

Musesa mulai menaruh atensi pada pertanyaan itu. "No. Eca just knyow moma two."

Draka membantu anak itu untuk merangkai krayonnya pada tempatnya dan mengurutkan warna dengan tepat.

"Bukan papa yang seperti itu, tapi mungkin kamu punya dua papa yang wajahnya beda, Muse."

Anak itu memiringkan kepalanya, mulai pusing dengan apa yang dikatakan oleh Draka. Jadilah Musesa menjawab asal, "Don knyow, Om." Dan Musesa meninggalkan Draka dengan mengusili Arro dengan krayonnya. Mencoretkan warna pada tangan Arro dan anak itu diam saja memanangi Musesa.

Opy dan Ardi datang setelah mereka bermusyawarah untuk bersikap biasa saja di hadapan Draka. Pintarnya putri mereka begitu menyadari keberadaan kedua orangtuanya, Esa langsung berceloteh mengenai pertanyaan Draka tadi.

"Dada, Moma ... Om biyang I yave two Dada."

Opy membelalak tak percaya, dan Ardi mendengkus keras. Musesa yang menyadari Ardi mengeluarkan ekspresi marah dan pergi dari sana langsung membuat Esa panik. Anak itu membuang krayonnya dan melupakan Arro yang tadi menjadi pusat perhatiannya.

"Mom, is Dada angly yo me?"

Opy menganggukan kepala mendramatisir. Dia akan melihat Draka yang tak akan bisa memasang wajah penuh kemenangan dengan Esa yang tak bisa melihat Ardi marah.

"Dadaaaaa!! I wuf yu! Dada Eca nyak mo two Dada! Dadaaaaa." Musesa berlari kencang mengikuti Ardi dan mata serta bibirnya yang mengkeriting itu membuat siapa saja tahu bahwa hanya Ardi yang dicintai oleh Esa.

"Lihat, Draka? Apa yang kamu lakukan terhadap putri kecil kami? Dia menangis karena dia nggak mau papanya berpikir bahwa dia mencintai pria lain yang kamu halusinasikan itu," ucap Opy yang tanpa banyak bicara meminta Draka pergi dari rumah mereka tanpa mengusir karena Arro tetap akan melihat itu sebagai sebuah hal yang buruk.

Jadi, sebelum Arro salah paham. Opy memberikan pengertian hanya pada anak itu. "Arro, besok-besok kalo mau main sama Esa, jangan ajak papa kamu. Esa nggak suka dengan papamu. Oke, Sayang?"

Arro yang masih terlalu kecil untuk paham situasi memberikan anggukan, karena yang terpenting adalah dia yang bisa melihat dan bermain dengan si cantik Musesa.

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang