Dada Ardi begitu tidak karuan setelah apa yang dia lakukan pada Opy di dalam sana. Bagaimana mungkin dengan spontan saja dia membungkam Opy dengan ciuman? Meskipun bukan jenis ciuman yang sensual, Ardi tetap merasa sudah salah melakukan tindakan asal cium saja seperti itu. Dia benar-benar tak sopan sudah menggunakan cara seperti itu.
Untung saja Opy tidak memarahinya atau bahkan menampar pipinya keras. Perempuan itu justru terdiam di tempatnya dengan ekspresi kebingungan. Seolah itu adalah ciuman pertama. Kenyataannya memang itu ciuman pertama mereka, bukan? Ardi memang mencuri ciuman bahkan sebelum hubungan mereka belum jelas statusnya.
"Argh! Bingung, kan, sekarang!" Ardi mengacak rambutnya semakin tak tahu harus berbuat apa jika bertemu Opy lagi nantinya.
Bagaimana jika nantinya Trophy justru menganggapnya sebagai pria yang tidak tahu diri? Pria yang brengsek karena memanfaatkan keadaan perempuan itu. Ardi takut jika Trophy justru meremehkan dirinya sendiri yang berbadan dua, dan mengira tindakan Ardi adalah karena dia menganggap Trophy perempuan semacam itu.
Jangan sampai hal seperti itu terjadi. Karena Ardi tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika benar Trophy merasa pantas untuk direndahkan oleh alasan semacam itu. Dia benar-benar menghargai Trophy sebagai perempuan yang dia suka, perempuan yang patut untuk diperlakukan dengan perlakuan khusus. Karena Ardi tak akan menyakiti perempuan yang dia sakiti dengan cara apa pun.
Memilih menuju unitnya sendiri, Ardi membuka pintu dan mendapati Alini dengan santainya menonton televisi. Gadis itu tidak merasa sudah melakukan hal yang salah. Sungguh, Ardi kesal sekali dengan apa yang dilakukan adiknya tadi.
"Mas? Udah berhasil? Dia cemburu nggak? Kamu diterima?"
Ardi mendorong kening Alini dengan telunjuknya hingga hampir terjengkang ke belakang, dan kali ini Ardi tak peduli jika adiknya terjatuh ke lantai. Karena rasa kesalnya berkali lipat pada sang adik.
"Kamu itu kalo bikin rencana jangan yang kayak gitu! Kamu pikir dengan cara bikin cemburu, semuanya bakalan berjalan lancar?" Ardi membentuk kepalan yang pura-pura dia layangkan pada Alini. "Aku jantungan, Al! Gimana kalo misalnya dia malah benci sama kakakmu ini? Kamu mau aku nggak menikah juga dalam waktu yang lebih lama?"
Alini menggeleng dengan kuat. Bukan hal seperti itu yang diinginkannya untuk sang kakak. Sungguh cara yang dilakukannya bukan untuk memperburuk kondisi yang terjadi pada kakaknya. Dia ingin Ardi lebih cepat mendapatkan cintanya, bukan malah kehilangannya.
"Jadi ... cara yang tadi nggak berhasil, ya? Dia malah marah sama kamu, Mas?" Alini berusaha mengulik informasi yang bisa dia dapatkan langsung dari sang kakak.
"Nggak berhasil itu ... ehm, nggak gitu juga, sih. Dia cemburu, tapi aku nggak ngerasa berhasil juga."
Ada helaan napas yang kompak keluar dari mulut kakak beradik itu. Sama saja, helaan mereka tertuju pada langkah yang belum menunjukkan keseriusan lebih tinggi.
"Al, kamu harus tahu. Trophy nggak seperti yang kamu bayangkan. Dia pernah terluka, sulit baginya untuk percaya dengan laki-laki lainnya setelah dia ditinggal begitu saja. Jadi, kamu jangan membuat rencana yang kacau lagi. Biarkan proses aku dan dia berjalan apa adanya. Jangan membuat segalanya terburu-buru. Kami perlu waktu, Al."
Alini terduduk kembali ke sofa di depan TV. Dia memang terlalu gegabah tadi. Namun, dia ingin melihat kakaknya bahagia.
"Kamu juga terluka, Mas. Mungkin dengan bersama kalian bisa saling menyembuhkan? Fixing every broken pieces of your heart and her heart being perfect together."
Harapan semacam itu bukan omong kosong. Patahan hati yang luka memang harus ada penyembuhnya. Lebih jauh, harus ada sosok yang menyembuhkannya. Karena dengan sendirian semuanya hanya akan terlihat nyata hancurnya.
"Kita lihat nanti. Apa aku bisa memperbaiki bagian lukanya itu. Jika memang benar kami bisa saling menyembuhkan, maka nggaka akan ada halangan yang memisahkan kami."
Alini bangga dengan kakaknya yang penyabar luar biasa. Tidak terbutu-buru sekalipun ada banyak cara untuk membuat anggota keluarga tidak membicarakannya yang masih saja sendiri.
"Aku bangga banget punya mas. Nggak akan aku melakukan hal gila lagi buat kalian, aku akan minta maaf sama pacarmu, Mas. Habis ini, ya. Itu makanan, kan?" Alini langsung mengganti topik. Diam-diam perutnya memang meminta diisi.
Ardi menuju dapur, menyiapkan makanan dalam setiap wadah yang rapi. Dengan sabar Alini menunggu sembari menunggu di tempatnya. Dilayani oleh sang kakak memang lebih menyenangkan ketimbang melakukan segala hal sendiri.
"Oh, ya. Omong-omong kamu bisa tahu aku ada di bawah, itu gimana?"
Alini membungkam mulutnya sesaat. Ragu dan takut menjawab.
"Kamu muterin apartemen? Nggak mungkin, kan?" Alini menggeleng. "Terus?"
Menelan ludahnya, Alini menunjukkan ponselnya sendiri yang ternyata bisa melacak keberadaan Ardi karena data pria itu menyala.
"What the ... kamu lacak kakak kamu sendiri???"
Alini terkekeh tak enak hati. "Ampun, Mas. Kan, darurat."
Alini oh Alini ... selamanya akan menjadi adik kecil Ardi. Bisa apa dia selain memaafkan ulah sang adik?
/ Jangan lupa follow kedua IG aku untuk tahu pengumuman special part yang hanya ada di special place, ya. :)/
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...